TTLS 2

561 117 233
                                    

Seorang wanita yang dua tahun lebih tua dari Anggi terlihat berkacak pinggang.

"Ini masih ada debunya!"

Tanpa menjawab, Anggi segera menyemprot kaca di depannya lantas mengelap dengan mengerahkan banyak tenaga. Berharap debu yang hanya terlihat di mata Dewi segera hilang.

Dewi menyunggingkan salah satu sudut bibirnya lalu melangkah pergi dengan tangan terlipat di depan dada. Tampak kepuasan di wajahnya usai memaki-maki Anggi. Sepertinya beberapa luka di wajah Anggi, tak membuat wanita itu iba sedikit pun.

"Dasar, wanita sialan!"

Sesaat setelah Anggi mengumpat dalam hati, Dewi terjatuh dengan lutut dan kedua tangan menahan tubuh. Ia tersandung oleh kakinya sendiri karena (sok) berusaha berjalan seperti model.

Melihat itu, Anggi tertawa cekikikan. Ia berhenti ketika melihat Dewi menengok ke belakang dengan tatapan kesal. Anggi berusaha sekeras mungkin menahan tawanya sembari meneruskan mengelap kaca.

Mungkin ini terlihat layaknya adegan dalam sinetron-sinetron kejar tayang. Tapi, semua itu adalah faktanya.

Dewi menampung Anggi tak lebih untuk mendongkrak popularitasnya sebagai 'wanita baik'. Yang juga bersamaan untuk menjatuhkan martabat Nyonya Irwan sejatuh-jatuhnya.

Pernah suatu kali, Dewi mengundang teman-temannya -yang juga teman Anggi- untuk datang ke rumah. Itu bukan acara gosip di tengah arisan. Mereka datang hanya untuk melihat Anggi yang kini tak sederajat dengan mereka. Tertawa terbahak-bahak sembari sengaja menumpahkan secangkir teh di lantai. Membuat Anggi harus membersihkan kekacauan yang mereka buat.

Bukan Dewi namanya kalau berhenti di situ. Ia bahkan merekam situasi itu dan membagikan video Anggi mengepel lantai rumahnya lewat grup whatsapp di ponsel. Sebuah grup berisi nyonya-nyonya yang tak punya waktu selain menghabiskan uang sang suami.

Mungkinkah karena Anggi pernah berbuat hal semacam itu?

Tidak.

Sekalipun ada di antara teman-teman wanita yang suaminya bangkrut, ia tak pernah ikut bergabung untuk merayakan kepedihan orang lain. Tapi ia juga tak pernah menolong mereka. Wanita itu hanya acuh, tak peduli dengan siapapun. Berkumpul hanya sekedar saja. Saat arisan, misalnya.

Sebuah mobil tampak terparkir di depan rumah. Anggi memperhatikan dari bayangan kaca yang sedang dibersihkannya.

Bukan. Itu bukan mobil milik Tuannya. Mobil Pak Andre berwarna hitam. Sedangkan sedan itu berwarna putih. "Saudaranya?"

Tak berapa lama muncul seorang pria berjas biru gelap. Dewi yang tengah duduk di ruang tamu sembari membaca majalah segera berdiri, berjalan keluar dengan langkah cepat dan tanpa aba-aba segera memeluk pria itu. Raut wajahnya tampak bahagia dengan senyuman yang melengkung sempurna.

Sebuah pelukan yang dibalas dengan pelukan hangat dari sang pria. Sembari memeluk Dewi, pria itu mengelus-elus rambutnya.

Tangan Anggi yang sibuk mengelap kaca seketika berhenti. "Selingkuhannya?"

Pria itu membalas tajam tatapan Anggi lewat bayangan kaca. Menyadari itu, dengan segera Anggi membuang pandangan, kemudian sibuk kembali dengan pekerjaannya.

Dewi berjalan masuk ke dalam rumah, diikuti pria itu di belakangnya yang masih belum berhenti menatap Anggi. Sementara Dewi sama sekali tak menyadari.

Jika dilihat, pria itu tampak lebih muda dari suami Dewi.

"Nggak ah, nggak mungkin. Dia pasti adiknya. Tapi setauku, Dewi nggak punya adik? Ah, sudahlah," Anggi segera menepis pikirannya yang terbang kemana-mana. Lagipula, itu juga bukan urusannya. Sejak kapan pula dia peduli dengan urusan orang lain?

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin