TTLS 24

167 29 13
                                    

Malam semakin pekat dan hujan belum juga reda. Bahkan tak ada sedikit pun tanda-tanda langit akan berhenti mengguyurkan air.

Sementara itu, dua orang remaja sejak dua setengah jam yang lalu berteduh di depan sebuah ruko. Pengendara motor yang tadinya berhenti untuk alasan yang sama, pada akhirnya nekat menerobos hujan.

"Sebenernya kita mau ke mana, Kak?"

Rani hanya terdiam memandangi deraian hujan yang jatuh di depannya.

"Aku udah ngantuk, Kak."

"Tidur aja, Fer. Nanti Kakak bangunin kalo hujannya udah reda," ujar Rani memberikan alas sebuah kardus yang dari semalam juga mereka gunakan.

"Kita tidur di sini lagi?"

"Semalem ini aja." Rani berdiri dari posisi jongkoknya. Ia menggerakkan kakinya yang terasa kesemutan.

Sementara itu Ferdi menurut saja pada sang kakak. Ia merapikan alas tidurnya, lalu berbaring menghadap ke arah pintu ruko, membelakangi hujan yang tak kunjung reda.

Waktu berlalu hingga Ferdi terlelap, tapi tidak dengan Rani. Gadis itu duduk di alas kardus dengan menekuk kaki. Perlahan menangis di atas kedua lutut. Sesekali ia menyebut ayah atau ibu dalam tangisnya.

Gerakan Ferdi yang secara tiba-tiba, membuat Rani menoleh. Gadis itu mengira Ferdi terbangun karena suara tangisnya. Untuk yang ke sekilan kali, ia tak ingin terlihat lemah di depan Ferdi.

Rani mendekati Ferdi, memakaikan jaket merah muda miliknya pada sang adik yang tampak menggigil kedinginan.

Namun tiba-tiba, saat Rani tak sengaja menyentuh leher Ferdi, ia mendapati suhu tubuh adiknya yang cukup hangat. Rani kemudian mencoba meletakkan telapak tangan di atas dahi Ferdi, lalu ke dahinya sendiri. Dan apa yang ia khawatirkan beberapa waktu ini, akhirnya menjadi nyata. Sebab, mereka makan terakhir kali adalah dua hari kemarin. Tidur pun di sembarang tempat. Bahkan sempat terkena hujan saat mencoba mencari tempat nyaman untuk berteduh.

Rani tampak gelisah memandangi Ferdi. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Yang jelas, ia yakin kalau sekarang Ferdi harus segera mendapat makanan dan obat. Tapi masalahnya, sepeser uang pun ia tak punya.

Lalu, sebuah ide muncul begitu saja.

Gadis itu berlari menerobos hujan. Kemudian berhenti tepat di tengah jalan. Berniat mencegat apa saja yang lewat.

Untuk pertama kalinya setelah Rani berdiri selama tujuh menit, sebuah motor lewat dengan kecepatan sedang. Rani merentangkan kedua tangan dan berdiri dengan yakin. Tapi tak sesuai dengan harapannya, pengendara itu hanya membunyikan klakson dan malah menambah kecepatan motor.

Rani tetap berdiri di tengah jalan dengan kegelisahan. Sesekali melihat adiknya dari kejauhan. Sementara hujan, belum juga berhenti.

Tak berapa lama, tampak sebuah sedan hitam meluncur dengan kecepatan tinggi. Ia berharap, kali ini upayanya akan berhasil.

Suara decitan mobil di antara derai hujan, terdengar cukup nyaring. Rani mengernyitkan pandangan akibat cahaya lampu mobil yang terlalu dekat.

Sementara itu, pengendara mobil di balik kemudi terdengar menyumpah karena terlampau kesal.

Pengemudi yang berusia sekitar dua puluhan tahun itu baru akan membuka pintu mobil, ketika penumpang di kursi belakang tiba-tiba mencegahnya.

"Biar aku saja," ujar pria berkumis itu. Sementara remaja lelaki yang duduk di sampingnya kini memilih bersandar dan memerhatikan apa yang akan terjadi.

Pria berkumis itu membuka payung, lalu segera menutup pintu mobil. Ia kemudian berjalan ke arah Rani.

"Adek ngapain hujan-hujan begini berdiri di tengah jalan?"

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now