TTLS 25

164 36 14
                                    

Jika menemukan seseorang adalah hal yang mudah, maka sudah sedari awal Hendra menemukan Anggi. Sebelum dirinya benar-benar pusing dan frustasi karena gagal, sebab nihilnya sebuah petunjuk.

Anggi bukanlah tipe orang yang kalau melarikan diri, akan diam selamanya. Seharusnya begitu. Apalagi bersama dengan Nara, yang notabene masih berusia di bawah sepuluh tahun. Mereka pasti butuh bantuan. Jika bukan dari Hendra, lalu siapa lagi? Anggi tak memiliki kerabat selain seorang kakak yang telah pergi dan tak peduli. Satu lagi, seberapa pun Anggi dekat dengan teman-teman wanita, tak ada satu pun yang sungguh-sungguh bersikap layaknya teman.

Suara kaca mobil yang diketuk dari luar, seketika membuyarkan lamunan Hendra. Terlihat Bagas tengah berdiri, menunggu untuk dibukakan pintu mobil.

Saat sudah duduk dengan nyaman, Bagas mengulurkan secarik kertas.

"Apa ini?"

"Tempat terakhir kali nomor itu aktif."

Kabar baik! Mata Hendra sontak berbinar, ada senyum kecil terukir di wajahnya.

Ya. Setidaknya ini adalah langkah awal yang lebih pasti. Tak sia-sia ia meminta bantuan Bagas atas masalah ini.

Bersama Bagas, detik itu juga Hendra tancap gas. Meninggalkan halaman parkir kantor polisi, tempat kerja Bagas.

"Siapa pemiliknya?"

"Nomornya nggak terdaftar."

Tak apa. Begitulah pikir Hendra saat ini. Mengapa peduli siapa pemilik nomor itu. Yang penting, ia tahu di mana lokasi Anggi terakhir kali. Jika tak melenceng, keberadaan Anggi pasti ada di dekat sana pula.

Perjalan memakan waktu yang cukup lama, hingga akhirnya sampailah mereka di tempat tujuan. Semilir angin menyambut kedatangan dua pria lajang itu di area pemakaman.

"Di sini?"

Bagas mengangguk membenarkan meski tampak keraguan yang sama di wajahnya.

Hendra menggaruk dagu, berpikir keras. Sementara Bagas berkeliling sambil mendongakkan kepala.

"Kamu yakin ini tempat terakhir nomor itu aktif?"

Bagas mengangguk sekali lagi. Tapi entah kenapa Hendra justru tak yakin. Pasti ada yang salah, pikirnya.

"Cari apaan?"

"CCTV."

"Hah? Buat apa pemakaman butuh CCTV?"

Bagas mendesis, seolah tahu dirinya sedang diremehkan. "Kamu tahu kejadian enam tahun lalu yang pernah bikin negara kita gempar?"

"Tentang apa? Enam tahun yang lalu, aku masih sibuk kuliah, jadi masih sibuk-sibuknya. Beda sama kamu yang mungkin asyik nonton bola."

Ingin rasanya Bagas menendang Hendra lalu membuatkan lubang kubur bagi pria itu. Bagas tahu, kalau sudah frustasi, Hendra tak akan bisa diajak bicara baik-baik.

"Dulu, sering ada kejadian pencurian jenazah tengah malam. Buat tahu siapa pelakunya, banyak dipasang CCTV di area pemakaman ini. Saat tahu siapa pelakunya, berita langsung tersebar, bahkan videonya beredar cepat di internet." Bagas menjelaskan tanpa diminta. "Tapi sekarang, satu pun CCTV nggak ada."

"Ck! Siapa peduli soal itu? Kita sekarang lagi nyari Anggi!" Rasa kesal Hendra membuatnya berteriak keras. Pria itu menggaruk kepala.

Suasana seketika lengang.

Tak ada suara apapun kecuali angin yang menerpa wajah dan rambut kedua pria itu.

Sesekali sebuah motor atau mobil lewat. Bahkan ada seorang pengendara mobil yang sempat berhenti, turun, dan menanyakan perihal apa yang terjadi. Kalau-kalau dua pria itu membutuhkan bantuan.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now