TTLS 8

335 82 100
                                    

Tin-tin.

Suara klakson mobil mengagetkan lamunan Anggi, membuatnya seketika menoleh. Mobil yang sempat melewati halte dengan kecepatan pelan itu baru saja memutuskan untuk mundur. Beberapa saat kemudian pengemudi menurunkan kaca mobil.

Anggi melihat datar ke arah pria di belakang kemudi, tampak seusia dengannya.

"Mau ikut?"

Anggi menggelengkan kepala pelan lalu menunduk, pura-pura melihat ke layar ponsel.

"Udah deh, mending pergi aja sana."

.

.

.

"Aku nggak akan pergi," ucap pria itu seolah mendengar kata batin Anggi. Membuat Anggi seketika mendongakkan kepala. Pria tadi sudah berdiri di depannya, entah sejak kapan. Kemunculan yang begitu cepat, sudah seperti hantu saja. Atau mungkin Anggi sendiri yang terlalu -pura-pura- menyibukkan diri, hingga tak melihat pria itu keluar dari mobil dan berjalan ke arahnya.

"Mau apa orang ini?" batin Anggi lalu bergerak merapat ke arah Nara. Takut jika pria itu berbuat macam-macam padanya atau justru pada Nara. Apalagi suasana sangat sepi. Berteriak meminta tolong hanya akan membuatnya tampak bodoh, karena itu sama sekali tak berguna.

"Lukamu kelihatan parah. Yah, aku nggak terlalu peduli itu. Tapi dia-" pria itu melirik ke arah Nara yang tertidur pulas, "- dia butuh tempat buat tidur, seenggaknya malam ini."

"Sok peduli!"

Pria itu tersenyum. Terlihat sangat tulus hingga membuat hati Anggi tergerak. Sesaat Anggi menoleh pada Nara yang masih saja tertidur. Ada benarnya memang. Dirinya terlalu egois, tak memikirkan bagaimana keadaan Nara. Bisa buruk kalau sampai putrinya itu jatuh sakit. "Apa aku terlalu buru-buru dengan keputusanku?"

Anggi lalu mendongakkan kepala, memandang penuh curiga ke arah pria di depannya. "Apa dia orang baik?"

Tiba-tiba pria itu mengambil sesuatu dari dompetnya. Sebuah KTP?

"Aku bukan orang jahat. Aku cuma mau nolongin kalian. Anggap aja aku ini malaikat yang dikirim Tuhan," ujarnya sambil tersenyum.

"Cih! Malaikat?" Anggi tertawa kecil. "Oke, aku terima bantuanmu. Tapi, kamu nggak akan sita ponselku kan?"

"Buat apa aku sita ponselmu? Kamu bisa hubungi polisi secepat mungkin kalau aku macam-macam."

Akhirnya keraguan dalam benak Anggi sirna. Ia memang butuh tempat untuk tidur, setidaknya untuk malam ini. Wanita itu berusaha merengkuh tubuh Nara lalu menggendongnya menuju mobil.

"Nggak jadi liat?" Pria itu masih menyodorkan KTP-nya.

Anggi melirik sebentar, "Simpen aja."

Pria itu lantas membantu Anggi memasukkan koper ke dalam bagasi mobil. Sementara Anggi sedikit susah payah menggendong tubuh Nara lalu duduk di kursi penumpang. Sebentar kemudian meletakkan pelan kepala Nara di pangkuannya.

Di balik kemudi, pria itu sesekali melirik ke arah Anggi. Begitu juga dengan Anggi yang sesekali mencuri pandang lewat kaca yang menggantung di atas dashboard. Hingga dua pasang mata itu saling bertemu, dan dengan gugup saling membuang pandangan.

"Aku yakin kalian belum punya tempat tujuan. Gimana kalo sementara waktu kalian tinggal di tempatku?"

Anggi mengerutkan kening. "Bisa turunin aku aja?"

"Hah? Kenapa?"

"Aku tiba-tiba ngrasa takut. Aku ga yakin kalo kamu orang baik."

Pria itu terkekeh, "Kan aku udah bilang, kamu bisa telpon polisi langsung kalau aku macem-macem. Lagian, apa yang bisa aku ambil dari kalian? Kalian sepertinya nggak punya apa-apa. Dan aku bahkan punya mobil yang aku kendarai sendiri," ucapnya lalu berhenti sesaat untuk fokus menyalip mobil di depan. "Secara teknis, aku yang harusnya takut sama kamu. Bisa jadi kamu udah siap-siap buat bunuh aku, terus ngambil mobil dan barang berharga yang aku punya."

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now