TTLS 29

272 31 48
                                    

Sabila baru saja sampai di apartemen dengan membawa beberapa pakaian ganti. Suasana lengang menyambut kedatangannya.

Ia melangkah menuju kamar. Meraih gagang pintu dan cukup terkejut saat mendapati ruangan itu kosong.

Dengan segera ia menuju ruang ganti, memeriksa jika saja wanita itu ada di sana. Tapi tak ada.

Kepanikan itu mulai terasa saat ia menjelajahi setiap ruang demi menemukan sosok Anggi. Namun hasilnya nihil. Kemana dia?

Segera saja Sabila berjalan keluar dan menuju lift. Dengan tangan gemetar, ia mencoba menghubungi Hendra, yang ia tahu saat ini sedang izin cuti demi mencari keberadaan Nara.

"I-iya. Aku tadi abis dari rumah. Waktu aku balik, dia udah ga ada di kamar. Aku harus gimana ya?"

"Coba kamu ke ruang security, coba lihat dari CCTV, apa dia jalan sendiri atau sama orang lain?"

"Oh, oke. Nanti aku hubungi kamu lagi."

Telepon ditutup lebih dulu oleh Sabila. Bersamaan dengan itu, pintu lift terbuka.

Sabila segera berjalan menuju ruang security, seperti yang diminta Hendra.

Saat melihat rekaman CCTV, Sabila melihat Anggi memang keluar dari apartemen. Tapi hanya sendiri. Wanita itu berjalan cepat seolah sedang tergesa-gesa. Membuat Sabila merasa penasaran, ke mana kira-kira perginya.

"Anggi pergi sendiri," ujar Sabila di telepon.

"Dia ... dia dateng ke kantor polisi." Ucapan gugup Hendra di seberang telepon menambah keterkejutan Sabila.

🌟🌟🌟

Tepat setelah Hendra melihat Anggun dan Willy masuk melalui pintu usang, ia mendapat telepon dari Sabila.

Sembari berjalan menuju mobilnya diparkir, Hendra meminta Sabila pergi ke ruang security.

Namun tepat setelah telepon ditutup, Hendra mendapat panggilan dari Bagas.

"Aku baru aja kirim sms soal Ray, orang yang selama ini nyembunyiin Anggi. Dan juga ...." Ucapan Bagas menggantung.

"Apa?" Hendra tak jadi menyalakan mesin mobil. Ia masih menunggu kelanjutan kalimat Bagas.

"Anggi di sini. Dia datang ke kantor polisi."

"Apa?"

"Dia ngaku kalau narkoba itu miliknya."

Hendra menutup telepon secara sepihak dan segera tancap gas.

Apa yang dipikirkan Anggi?

🌟🌟🌟

Kedatangan Anggi di divisi kriminal dan kejahatan berat membuat beberapa anggota polisi tampak terkejut. Sebab, baru sehari yang lalu ketika polisi yang bertugas memeriksa keadaannya. Dan kini, wanita itu muncul tanpa sedikit pun luka?

Beberapa saat kemudian Anggi diantar menuju divisi narkoba.

Anggi kemudian didudukkan di balik meja interogasi, manakala ia mengakui kalau obat-obatan terlarang itu miliknya.

"Itu bukan miliknya." Ferdi berdiri agak jauh, membantah pengakuan Anggi. "Dari pengakuannya yang acak, aku yakin dia cuma kurir."

"Dan hukuman akan tetap berlaku buatnya." Suara Arya yang datang tiba-tiba. "Sudah dapat pengakuan tentang pembunuhan suaminya?"

Ferdi tak menjawab. Ia sendiri masih sempat syok, kalau ternyata itu benar Anggi yang pernah dikenalnya beberapa tahun yang lalu. Kedatangan Anggi yang tiba-tiba dan mengakui suatu kejahatan, membuatnya tak mampu mengatakan banyak hal.

"Tersangka mengatakan kalau memang ada orang lain di sana, divisi kriminal tengah menyelidiki kasusnya." Sebagai gantinya, Bagas menjawab pertanyaan wakil kepala polisi.

"Hmm, kalau begitu sisanya ada pada kalian. Cepat selesaikan kasus ini dan serahkan ke kejaksaan." Arya berbalik, meninggalkan tempat.

"Tapi dia BU-KAN tersangka utama!"

Mendengar jawaban itu, Arya memutar tubuhnya kembali berhadapan dengan Ferdi.

"Kalau gitu, tugasmu tangkap mereka."

Ferdi menggenggam kedua tangannya di udara ketika melihat punggung Arya yang mulai menjauh. Ia kemudian berbalik melihat Anggi yang kini hanya menundukkan kepala.

Tepat saat kepergian Arya, seseorang muncul dengan napas terengah-engah.

"Permisi, saya ingin bertemu dengan Anggi."

"Anda siapa?" Ferdi memerhatikan setiap senti wajah dan perawakan Hendra.

"Saya, saya walinya."

"Suaminya meninggal beberapa waktu lalu. Lalu apa Anda kakaknya?"

Tak ada jawaban.

"Silahkan pergi."

"Saya teman dekatnya. Bukan. Eh, saya keluarganya." Hendra melirik pada Bagas, berharap polisi itu membantu, bukan cuma berdiam diri menyaksikan kebingungannya.

"Itu benar. Sejak Kakaknya pergi, orang ini adalah satu-satunya yang dekat dengan Anggi."

Ferdi melirik pada Bagas, kemudian beralih pada Hendra. "Lima belas menit."

Hendra diperkenankan menemui Anggi. Saat akhirnya melihat wanita itu, Hendra menghela napas berat.

Ia kemudian duduk berhadapan dengan Anggi, sementara Ferdi tetap memperhatikan keduanya dari jauh.

"Kenapa kamu ngelakuin ini? Kamu bahkan ga ngomong satu kata pun waktu aku di sana."

"Maaf, aku harus ngelakuin ini." Pandangan mata Anggi terarah pada Hendra. "Nara ... Nara ga boleh punya ayah seorang kriminal."

"Jadi maksudmu, baik-baik aja kalo ibunya yang kriminal?"

"Dia ... dia sangat mencintai ayahnya." Anggi mengalihkan pandangannya. Menerawang jauh melewati batas waktu. "Ini semua karena aku. Seandainya malam itu aku ga ngajak Nara pergi. Seandainya hari itu aku memilih bertahan ...."

Hendra menatap Anggi penuh iba. Ia cukup tahu segalanya dan memahami perasaan Anggi saat ini.

"Tapi ini bukan pilihan yang tepat. Karena semua udah terlanjur, aku bakal cari pengacara terbaik buat kamu."

"Sebelum ayah Nara meninggal, laki-laki itu, meminta maaf padaku." Kali ini ingatan Anggi melompat pada hari peristiwa tragis yang menimpa Irwan.

Hendra menelan ludah. "Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi demi Nara, kamu harus bertahan. Sampai kita temuin Nara, kamu harus kuat."

Air mata mengalir perlahan dari pelupuk mata Anggi. "Nara, putriku ... adalah anak yang kuat. Dia selalu tersenyum. Dia jarang menangis. Aku masih inget, belum lama ini dia minta beliin parfum stroberi."

"Kalau gitu kamu harus cepet keluar dari sini, dan beliin dia apa pun yang dia mau."

🌟🌟🌟

Belum usai Ferdi memperhatikan Hendra dan Anggi, ia dikagetkan oleh laporan Bagas mengenai bandar narkoba yang berkaitan dengan Anggi. Si pelaku utama.

Beberapa waktu lalu, Bagas tak henti-hentinya memperhatikan setiap gerak-gerik Reza. Hingga kemudian ia mendapati polisi termuda di divisi itu tengah mencuri kesempatan untuk keluar ruangan, menghubungi Ray.

Meninggalkan beberap petugas di kantornya, Ferdi memimpin operasi penangkapan. Ketua Tim Divisi Narkoba itu sangat yakin, kali ini ia akan berhasil.

🌟🌟🌟

[TAMAT]


Maaf karena cerita yang semakin tak terdefinisi dan juga jadwal update yang lama. 😏

Terima kasih sudah mengikuti Twinkle-Twinkle Little Star hingga akhir.

Akan ada epilog yang segera dipublikasi. 🙃

Jangan lupa vote dan comment. Sekali lagi, terima kasih. ☺️

Malang, 9 Oktober 2018.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now