TTLS 13

318 65 141
                                    

Ferdi memicingkan netra melihat cahaya lampu kantor yang masih menyala. Entah sejak kapan ia terlelap dan baru membuka kelopak mata. Ia lalu menarik tubuhnya yang tak sengaja tertidur di atas meja kerja.

Menengok sebentar ke arah jam di dinding. Jarum pendek mengarah ke angka sepuluh, sementara jarum panjangnya ada di antara angka tiga dan empat.

Pria itu bangkit berdiri dan meregangkan tubuh. Menautkan jemari kedua tangan, lalu menariknya ke atas. Ia kemudian memutar tubuh ke kanan dan ke kiri. Menimbulkan suara gemeretak dari punggungnya. Memutar leher dan lagi-lagi suara gemeretak terdengar.

Kantor divisinya sudah sepi. Semua anggota tim sudah pulang, mengistirahatkan tubuh di rumah masing-masing.

"Oh, iya. Pulang aja. Ati-ati di jalan."

"Bentar lagi."

Sambil melihat jam di dinding, "Sepuluh menit lagi."

Hingga semua anggotanya pergi, Ferdi masih menekuri berkas-berkas kasus lama. Pria itu bertekad, kegagalan kemarin adalah yang pertama dan terakhir kalinya.

Kini mata Ferdi mengarah pada ponsel di meja yang sedang terhubung dengan kabel pengisi daya. Ia menekan satu-satunya tombol di ponsel hitam itu dengan jari telunjuk. Begitu menyala, ia memfokuskan perhatian pada angka persen di layar. Sembilan puluh sembilan persen, sudah cukup.

Bergegas Ferdi melepaskan ponsel dari pengisi daya lalu menaruhnya di saku celana.

Ia lalu melepas seragam polisi yang ia kenakan, meninggalkan kaus putih polos melekat di tubuh. Dengan santai, menyampirkan seragam di gantungan tunggal tak jauh dari tempat ia berdiri. Sesaat kemudian menyambar jaket hitam lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Pria itu berjalan sambil mengenakan jaket, lalu tanpa acuh membiarkan resletingnya terbuka, memperlihatkan kaus putih yang ia kenakan.

Ia melewati lorong dan beberapa ruang divisi lain. Tak lama kemudian sudah ada di depan PLK (Pusat Layanan Kepolisian). Ada dua petugas jaga yang sedang piket. Keduanya lantas berdiri dan memberi hormat pada Ferdi ketika melihat pria itu berjalan mendekat.

"Cuma berdua? Yang dua lagi ke mana?" tanya Ferdi basa-basi. Sudah barang tentu ia tau ke mana perginya orang-orang yang ia tanyakan.

"Sedang melakukan patroli di luar," jawab salah seorang dari mereka dengan tegas.

Ferdi hanya manggut-manggut lalu melangkahkan kaki keluar dari kantor kepolisian. Sebentar kemudian, semilir angin malam menyambut kehadirannya.

Dalam sekejap ia sudah berada di trotoar. Suasana lumayan sepi, meski masih ada beberapa kendaraan melintas.

Lima menit berjalan, mata Ferdi tertuju pada sebuah kafe buku di seberang. Itulah tempat tujuan Ferdi sekarang. Ya, benar. Otaknya butuh sedikit asupan kafein.

Sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana, Ferdi menyeberang jalan dengan santai.

Beberapa langkah dari tempat Ferdi berdiri saat ini, terpampang lukisan mural dengan gambar pohon yang setiap ujung rantingnya terdapat secangkir kopi. Di atasnya, terdapat sebuah tulisan berukuran besar di-bold, 'Hits-Café 24 Hours'.

Ferdi berjalan masuk ke dalam kafe.

"Hai!" sapanya singkat pada dua orang wanita yang berdiri di belakang meja kasir.

Ia langsung duduk di sudut ruang kafe yang menjadi tempat favoritnya.

Sementara salah seorang wanita di balik meja kasir sudah tersenyum sedari tadi, terlebih sebelum Ferdi menyeberang jalan. Seperti biasa, mata wanita itu begitu tajam seperti elang. Bahkan bisa dikatakan, 'mangsanya' akan tetap terlihat dalam radius lima kilometer. Oke, yang terakhir itu sedikit lebay.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now