TTLS 12

293 63 124
                                    

Sedan Ray sudah sejak tadi berkumpul bersama mobil-mobil lain yang memadati jalanan. Karena hari libur, kebanyakan orang-orang akan menghabiskan waktu dengan bertamasya ke tempat-tempat wisata. Menghabiskan waktu bersama keluarga.

Lain halnya dengan Ray yang kini mengantar Anggi mencari tempat tinggal. Seperti yang diungkapkan Anggi kemarin malam.

Di kursi penumpang belakang, Nara terlihat asyik dengan ponsel milik Anggi. Beberapa saat lalu, wanita itu sudah membalas pesan Hendra padanya yang datang bertubi-tubi.

'Kamu dimana?' Pesan yang sama diterima Anggi sebanyak tujuh belas kali.

'Irwan baik-baik aja. Aku bawa dia ke rumah sakit.' Satu pesan yang muncul di sela-sela tujuh belas pesan itu sempat membuat Anggi merasa lega. Paling tidak suaminya itu tak mati. Toh, dia hanya ingin memberi sedikit pelajaran lalu berharap pria itu akan kembali seperti dulu.

Kini fokus Anggi ada pada dirinya dan Nara. Ia harus mendapatkan tempat tinggal secepat mungkin agar tak merepotkan pria di sampingnya lagi.

"Kamu mau tinggal di daerah mana?" tanya Ray tanpa menoleh ke arah Anggi. Pusat perhatiannya ada pada kemudi.

"Hmm, pinggiran kota...?" jawab Anggi yang sedikit ragu. Sebenarnya ia sendiri tak tau dimana bagusnya ia tinggal. Wanita itu sama sekali belum merencanakan banyak hal. Yah, asalkan tempat itu nyaman, aman dan cukup bagus, di mana saja tak jadi masalah. Oh, yang lebih penting lagi, sesuai dengan uang yang ia miliki.

"Kamu ada uang berapa? Mau kontrak?" tanya Ray lagi. Sedetik kemudian ia menginjak rem. Lampu merah menyala tepat saat sedan silver itu akan lewat. Kini beberapa pejalan kaki terlihat berlalu lalang melewati zebra cross.

"Aku punya ini," Anggi membuka kotak kecil yang ia keluarkan dari dalam tas. Ia lalu mengeluarkan kalung berlian miliknya. Ray seketika menoleh, sebuah kalung dengan liontin berbentuk oval berwarna merah.

"Itu apa?" tanya Ray penasaran. Ia tau kalau itu kalung. Tapi ia tak tau, dari sekian banyak perhiasan, itu masuk dalam jenis yang mana.

"Ini berlian," jawab Anggi singkat.

"Asli?" tanya Ray sekali lagi. Sebentar kemudian ia menginjak gas. Lampu lalu lintas sudah berubah hijau.

"Ini kado pernikahan dari kakak iparku," jawab Anggi lalu memasukkannya kembali ke dalam kotak, "masa iya dia kasih kalung palsu."

"Hahah, mana aku tau," gelak Ray.

"Menurutmu ini bakal laku berapa?"

"Hmm, entah ya. Aku nggak ahli soal perhiasan." Ray membelokkan mobilnya ke sebuah toko perhiasan yang cukup besar. Selain toko itu, ada lima toko perhiasan lain yang berjajar menyamping, hanya bersekatkan dinding. Secara keseluruhan, mirip dengan toko-toko pada umumnya.

"Kenapa berhenti di sini?"

"Lah, bukannya kamu mau jual kalung itu? Emang kamu ada tabungan lain buat cari tempat tinggal?"

"Oh, nggak sih. Aku kira kita bakal cari rumah dulu, setelah itu-"

"Urutan yang bener itu, kita dapetin uang dulu. Setelah itu cari rumah yang harganya pas sama uang yang kamu dapet," potong Ray.

"Hmm, iya sih. Yaudah, aku keluar dulu," ujar Anggi lalu membuka pintu mobil.

"Ibu mau kemana?" tanya Nara yang perhatiannya kini lepas dari ponsel Anggi, lebih penasaran dengan sang Ibu yang entah akan pergi ke mana.

Anggi merundukkan tubuh, "Ibu cuma sebentar. Kamu di sini dulu sama Om Ray."

Nara mengangguk, sementara pria yang dimaksud Anggi, memutar tubuh ke belakang. Lalu memandang dengan senyuman lebar.

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora