TTLS 26

175 32 48
                                    

Karena kegagalan kemarin, kini Zion dan Desta tak bisa bergerak ke mana pun. Ditambah dengan informasi dari AR yang mengatakan kalau kepolisian memiliki data keduanya. Maka sekarang yang tersisa adalah Anggi dan Tari. Dua wanita yang tengah berdiri di hadapan Ray.

"Tari bilang, kemarin kamu mau kabur. Kenapa? Udah nggak sayang sama Nara?"

Anggi menelan ludah. "B-bukan gitu."

"Terus?"

"Aku cuma mau cari udara segar."

Ray menarik sudut bibir kanan. "Emang udara di kaki bukit ini kurang segar?"

Diam. Tak ada suara lagi yang muncul di antara ketiga orang itu. Hingga akhirnya Ray bangkit berdiri, berjalan ke arah dua wanita itu. Ia lalu memberi intruksi dengan dagu agar Tari keluar dari ruangan. Setelahnya ia berjalan ke arah jendela. Melihat ke arah taman samping rumah yang tampak sepi. Hanya lampu-lampu yang meramaikan suasana taman malam ini.

"Aku kasih kamu satu kesempatan. Setelah kamu berhasil, aku bebasin kamu dan Nara."

Anggi memutar tubuh ke arah Ray yang masih berdiri di dekat jendela. "Beneran?"

Ray berbalik. Dari jarak lima langkah itu ia berkata, "Setelah kamu berhasil." Ray menekankan suara pada kata 'berhasil'.

Cukup sekali dan Anggi langsung mengerti. Ia setuju untuk saat ini. Lalu perjanjian dibuat untuk kedua kalinya. Yang ini bukan untuk mengikat, tapi sebaliknya.

Anggi masih mengingat tentang perjanjiannya dengan Ray kemarin malam. Ia kini merasa lebih lega, karena sebentar lagi akan bertemu dengan Nara.

"Ray ... orang seperti apa dia?" Anggi memulai pembicaraan di kamar penginapan yang mereka sewa untuk semalam.

Sementara itu, Tari yang baru saja akan terlelap, seketika membuka mata. "Maksudmu soal perjanjian yang kamu buat sama Ray kemarin? Tenang aja. Ray bukan tipe orang yang mengingkari janji."

Senyuman kecil di bibir Anggi pudar saat Tari melihat ke arahnya.

"Aku ingetin sekali lagi. Kalau kamu ceroboh, misi ini ga akan berhasil." Tari memutar tubuh membelakangi Anggi. "Jadi, lupain aja mimpi kamu buat ketemu Nara."

Anggi menelan ludah. Tanpa Tari mengatakannya, ia sudah tahu.

Keduanya lantas pergi ke alam mimpi. Mengenyahkan rasa lelah yang menerpa. Sebab esok pagi, misi penting telah menanti.

Jarum jam berdetak cepat, seolah tahu apa yang Anggi rasakan. Waktu menunjukkan pukul empat pagi ketika Anggi terbangun dari tidur. Ia pikir dirinyalah yang bangun untuk pertama kali. Sebelum akhirnya ia mendapati Tari tengah mengeringkan rambut di depan cermin lebar.

"Baru aja aku mau bangunin kamu. Cepetan mandi sana." Tari berbicara pada Anggi melalui bayangan di cermin.

Sambil mengucek mata sebentar, Anggi bangun dan menuju kamar mandi.

Selesai Anggi dari kamar mandi, ia melihat Tari tengah bermain ponsel di atas kasur. Layaknya seorang nyonya tengah membaca majalah.

"Setelah ini kita cari makan dulu," ujar Tari. "Setiap pekerjaan itu penting. Tapi kita kerja juga buat makan."

Anggi tak menyahuti perkataan Tari. Ia masih sibuk menyisir rambutnya.

"Asal nggak lama-lama. Misi ini harus cepet selesai."

"Biar bisa ketemu Nara?"

"Udah tau, nanya."

Tari menghela napas. "Aku turut prihatin sama apa yang terjadi dengan kalian berdua."

Twinkle-Twinkle Little Star [✔️]Where stories live. Discover now