He's

12.2K 1.8K 111
                                    

Jungkook membuka jendela kamarnya sambil tersenyum lebar. Udara pagi kota Busan yang sejuk serta aroma laut yang khas membuat dirinya tak bisa berhenti untuk meraup rakus agar tak kehabisan. Semalam Paman Han izin untuk pergi ke Ilsan guna menemui rekan se-profesinya. Dan Jungkook tidak berencana untuk membuka klinik hari ini. Selain karena Paman Han nya tidak ada, juga karena ia malas untuk keluar kamar. Tubuhnya terasa lelah karena seminggu ini banyak bermain dengan Chan Woo dan pekerjaan di klinik.

Sembari membenarkan piyama biru nya, ia menuruni tangga sambil berpegangan pada gagangnya. Takut-takut jatuh karena kesadarannya belum utuh seratus persen. Pagi ini Jungkook berencana untuk menonton film sambil memakan camilan ringan. Itu usaha biasa untuk merelaksasikan tubuh yang kaku. Jungkook duduk di kursi dapur, sibuk menatapi rice cooker yang sedang bekerja. Bosan sekali, pikirnya. Chan Woo tidak ada. Anak itu sedang pergi ke Daegu untuk menjenguk Halmeoni nya yang sakit.

TOK TOK TOK!!

Keningnya mengerinyit bingung. Siapa yang bertamu pagi pagi begini, sih? Mana mengetuk pintunya sama sekali tak sabar pula.

TOK TOK TOK!!

'YAA! BUKA BRENGSEK!! AKH!'

"SIAPA DISANA?!" Teriak Jungkook keras. Ia berjalan mengendap dengan membawa gagang sapu di tangan. Mata bulatnya membuka lebar, menatap waspada sekitarnya. Jungkook mengulurkan tangannya ke gagang pintu, bersiap untuk membuka.

BRAK

'AAAAAAA!'

Seorang pemuda dengan surai abu gelap jatuh tepat dikakinya. Pemuda itu memakai celana jeans hitam, kaos serta cardigan dengan warna yang sama. Satu yang menarik perhatian hybrid manis itu, yaitu cairan berwarna merah pekat mengalir dari abdomen pemuda asing yang ada di depannya. Jungkook membuang benda yang dibawanya dengan asal lalu membopong tubuh yang lebih besar darinya itu ke dalam rumah, membantingnya asal karena itu sangat berat untuk ukuran dirinya.

"H-hei, kau baik-baik saja?"

"Bisa j-jahit sobekannya?" Jungkook mengangguk. Ia berlari ke arah klinik dan mengambil peralatan yang dibutuhkan. Dengan gugup ia menggunting kaos yang dipakai sang pemuda. Matanya membuka lebar begitu melihat luka sobek sepanjang lima senti meter disana.

"Tolong tahan sakitnya karena aku tidak tahu menahu soal dosis obat bius yang dipakai Paman." Ucap Jungkook final. Yang dilakukan selanjutnya adalah menjahit luka itu dengan perlahan dan cermat. Sang hybrid hanya bisa menutup telinga rapat begitu mendengar geraman tertahan dari pemuda asing itu. Sedikit menjijikan memang, apalagi Jungkook sangat membenci darah. Dan kali ini ia harus melakukan begini demi menyelamatkan nyawa orang asing yang menggedor pintu rumahnya keras.

Jungkook memasang perban mengelilingi perut ramping itu, mengikatnya erat untuk menghentikan pendarahan. Dengan telaten Jungkook membersihkan semuanya, mengembalikan peralatan pada lemari di klinik.

"Ya- namamu siapa?"

"Namaku Jungkook. Maaf tadi membuatmu merasakan sakit. Aku belum tahu banyak soal penggunaan obat bius." Ekpresi Jungkook menyendu. Wajahnya menunduk dalam, kedua tangannya menyatu- saling menggenggam erat dan ekor abunya bergerak lesu. "Hei- kenapa menundukkan kepala begitu?" Dagunya diangkat sedikit dan matanya telak menatap iris cokelat tajam di depannya. Jungkook merasakan kepalanya sakit dengan tiba-tiba.

Mata cokelat tajam itu,
Mengingatkan Jungkook akan seseorang.

"Ya- apa kau baik baik saja?!" Pemuda itu menggoyangkan bahunya sekilas. "T-tidak. Hanya saja kepalaku mendadak sakit. Ugh-!" Jungkook memegang kepalanya, keningnya mengerinyit karena rasa sakit yang makin bertambah. Seperti dipukul keras-keras dengan batu, sakit sekali. Jungkook khawatir dia akan tumbang di depan pemuda asing ini.

Seolah paham dengan gesturJungkook, pemuda bersurai abu gelap tadi membopong sang hybrid ke sofa tempatnya.

'Kenapa jadi bergantian seperti ini? Lucu sekali.' Gumamnya pelan.

Telapak tangan lebar itu memeta wajah Jungkook yang berkeringat, sesekali mengusapnya untuk mengurangi cairah berlebih itu. Tubuh Jungkook mendadak dingin. Bibirnya mengigil entah karena apa. Sebabnya tidak diketahui. Padahal tadi Jungkook baik-baik saja.

"Hei- YAAA!!"

Jungkook tidak sadarkan diri.

.
.

[Unconscius - Ketidaksadaran]

Jungkook berjalan menyusuri padang rumput luas, rasanya seperti tempat ini tak tahu ujungnya ada dimana. Bunga dandelion dan daisy bermekaran dengan indahnya. Tak jauh dari sana ada seorang lelaki, bertubuh ramping dan lebih tinggi darinya. Surai tebalnya tertiup angin, bergoyang dengan apik dibawah sentuhan udara. Rasanya ingin berteriak memanggil lelaki itu, ingin bertanya siapa namanya tetapi mulutnya tak sanggup untuk membuka bahkan hanya sekedar untuk mengucapkan sebaris kalimat.

Lelaki itu menolehkan sedikit kepalanya ke sebelah kanan. Dari jarak yang cukup jauh ini Jungkook hanya dapat melihat sedikit rupanya. Rahangnya berbentuk simetris, pipi tirus, bibir tebal dan hidung mancung.

Tampan, sangat.
Indah sekali seperti malaikat.

Jungkook jatuh hati seketika hanya karena melihat dari sisi sebelah. Rasanya ingin mendekati lalu menyapa- menanyakan siapa namanya. Tapi jarak untuk berlari kesana terasa sangat jauh untuk dijangkau.

Jungkook hanya belum diberi kesempatan untuk menatap matanya meski hanya sekilas saja karena waktu belum memberinya izin.

.
.

Sedikit mengerjapkan mata, menyesuaikan keadaan ruangan yang terang karena lampu. Jungkook terduduk, mengusap kedua matanya untuk menyesuaikan kefokusan pandang. Kedua irisnya langsung tertuju pada sosok berbahu lebar di dapur yang sibuk menyiapkan makanan di meja.

'Apa dia pemuda yang tadi?' Tanya Jungkook dalam hati.

"Manis, sudah sadar. Kemari- makan malam dahulu."

"Sudah malam?!" Pemuda disana menganggung mengiyakan. "Kau pikir ini masih siang?" Jungkook menggaruk tengkuknya canggung. Berapa lama dirinya berada di alam bawah sadar? Apakah selama itu sampai-sampai ketika terbangun sudah malam hari saja.

"Wah, kau ini pingsan atau mati sebenarnya? Lama sekali. Bahkan aku sudah membersihkan rumahmu sekaligus memasak makan malam." Kali ini Jungkook benar-benar bingung harus menjawab apa. Jadi ia hanya menundukkan setengah badan untuk mengucapkan terima kasih.

"Kemari. Makan dulu." Jungkook mendekati pemuda asing, duduk perlahan tanpa berbunyi disana. Hidungnya mencium aroma super lezat dari lauk pauk di meja. Jungkook tak bisa menahan lebih lama lagi untuk yang satu ini. Persetan dengan image nya di depan pemuda ini, yang penting perutnya terisi penuh. Karena sejak tadi perutnya terus berbunyi minta diisi.

"Pelan-pelan saja makannya. Tidak akan meminta juga, Jungkook-ah."

"Uh- kau tahu namaku darimana??" Pemuda itu terkekeh dengan suara beratnya begitu melihat ekspresi Jungkook yang seperti penuh tanda tanya besar di wajahnya. "Kalau kau belum lupa, tadi kita sempat berkenalan." Jungkook mengangguk mengiyakan. Ingatannya kembali meriview semuanya dari pagi tadi.

"Kalau begitu, nama hyung siapa?" Jungkook bertanya sambil menyumpitkan kimchi ke dalam mulutnya hingga terisi penuh. Pemuda abu abu gelap melepas apronnya dan duduk dengan tangan menopang dagu, memperhatikan Jungkook yang sibuk mengunyah semuanya jadi satu di dalam mulut.

"Kenalkan, Kang Daniel. Si tampan dari Busan. Kau manis omong-omong."

Pipi Jungkook sukses memerah karena pujian dari Kang Daniel.

.
.

So yaaa, saya balik nih.
Ada Mas Daniel yang bakal take care Jungkook mulai dari part ini :")

Mau lanjut atau ngga??
Vote sama comment sebanyak-banyaknya ya h3h3

Little Wolfie +taekook ( ✅ )Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt