Bab 5 - Hai, Mantan

13.7K 1.8K 395
                                    

Gue rasa membiarkan mantan lepas dari belenggu kita juga salah satu definisi dari bahagia itu sederhana.

=========

Dosbing Mimin
Met pagi, gi ap niw?
Udah lama ya gak ketemu.
Jadi, gimana Mas Raden?
Kapan kita bisa diskusi lagi? (09.10)

Percayalah, tidak ada hal paling mengerikan dari ini. Pagi-pagi dichat dosen dan ditagih untuk bimbingan. Mungkin bagi beberapa mahasiswa yang memiliki kobaran api semangat 45 akan dengan sangat bahagia menanggapinya, tapi tidak dengan Wonwoo.

Baru saja dia mengeringkan rambut seusai keramas, bahkan belum sempat menggunakan skincare routine agar terjauh dari kerutan manja, tapi ternyata sudah lebih dulu diserang oleh keriput saat membaca pesan yang ada di layar ponselnya.

Me
Mohon maaf Pak, saya masih mencari referensi untuk bab dua. Segera setelah semua selesai akan saya temui Bapak. (09.12)

Pesan balasan sudah dikirim dan sudah centang biru, Wonwoo deg-degan di atas ranjang. Memikirkan segala keparnoan yang bisa saja terjadi karena memang sudah sebulan ini dia mangkir dari kewajiban.

Tapi tak berselang lama, pesan Pak Mimin kembali mampir di ponselnya—yang syukurnya mengatakan tidak apa-apa, malah memuji ketekunan Wonwoo yang sepertinya salah dikira sedang mematangkan materi. Padahal jika tahu kenyataan data hilang oleh mantan pacar, Wonwoo pasti sudah habis dicecar.

Sekarang, tidak ada yang perlu dicemaskan lagi. Itu hanya masa lalu dan biarlah berlalu. Toh, Wonwoo juga sudah cukup kuat mental untuk mengulang bab dua. Maka, setelah dikenakan kaos dan kemeja senada, Wonwoo menyemprot parfum paling mahal yang ia punya sebelum jatuh menjadi rakyat jelata.

Laptop, cek.

Charger, cek.

Dompet, cek.

Semuanya tersimpan aman dalam tas ransel. Dia keluar dari kamar lalu mengunci pintu bertuliskan "Kamar Raden Wonwoo". Entah ada apa pagi itu, yang jelas tiba-tiba saja di Griya GSM khususnya di lantai dua ramai oleh sebuah suara.

Lebih tepatnya suara gedoran seorang cowok di pintu kamar mandi. Wonwoo coba mengabaikan, tapi tak sengaja mata mereka bertemu. Saat berniat membuang muka, sebuah suara memanggilnya.

"Hei, Abang yang lagi berdiri depan pintu!" teriak si cowok dengan nada tinggi.

"Gue maksudnya?"

Dia mengangguk. Lalu berjalan tergesa ke hadapan Wonwoo. "Iya, elo, Bang. Siapa lagi? Btw, gue Dikey tapi biasa dipanggil Seokmin."

"Gue Wonwoo, salam kenal."

"Salam kenal juga. Eh, Bang, gue boleh minta tolong nggak?"

"Apa?"

Bukannya menjelaskan maksud dan tujuan, Seokmin malah bergerak persis ulat bulu, terutama kedua kakinya yang tiba-tiba menyilang seolah menahan sesuatu.

"Nikmatnya gelombang cinta," ucapnya saat dirasa mules mendera. "Jadi gini, gue kan penghuni kamar bawah, berhubung kamar mandi luar dipake semua, boleh nggak gue ikut pake kamar mandi dalamnya Bang Wonwoo? Darurat banget nih."

Wonwoo sebenarnya mau-mau saja memberi izin, tapi melihat jam di selingkar tangan menunjukkan waktu nyaris pukul 10 siang, ia berpikir ulang.

"Gimana, gimana? Ayolah, Bang Wonwoo makin ganteng deh kalau mau ngizinin! Ppuing-ppuing~"

Woy, ini titisan kuda satu, tau aja mana yang ganteng, Wonwoo membatin salah tingkah gara-gara dipanggil seperti itu. Seumur hidup, baru kali ini Wonwoo dipanggil Abang ganteng. Orang-orang lebih banyak memanggilnya Kakak atau Mamas. Dan dia baru tahu jika efek yang ditanggung setelahnya akan sebegini bangganya.

[✔] Semester 8Where stories live. Discover now