Bab 16 - Jalan Masing-masing

8.9K 1.3K 373
                                    

Sembarangan nih kabel mejikom kalo ngomong. Gue kagak dibuang yes. Cuma disuruh pergi aje dari kehidupan die.

========

Hari-hari yang dihabiskan Mingyu di dunia bagian Tasikmalaya cukup padat. Berawal dari niatan untuk pengobatan bahu—juga hatinya yang remuk setelah ditolak Wonwoo—Mingyu malah kebablasan hingga terlanjur nyaman.

Buktinya, sudah lebih dari sebulan waktu yang dihabiskan di kampung halaman sang mamak dengan menemani nenek yang masih cantik jelita di usia senja.

Bikin dia sampe lupa segalanya. Entah itu skripsian lah, kerjaan lah, kostan lah, bahkan mungkin rencana menata masa depan. Sebagaimana keadaan desa yang damai dan asri, Mingyu dapatkan ketenangan.

Bahasa gaulnya sih healing. Stres yang mencapai level maksimal perlahan memudar, bahkan kalau Mingyu gak diteror Rowoon dan mamak untuk segera balik ke Ciputat bakal nekat pindah kewarganageraan saja.

Iya, dari Tegal tulen ke Tasikmalaya.

Di rumah nenek, semua hal sudah tersedia. Tinggal kitanya aja mau dan tekun untuk menjemput jalan menuju bahagia. Seperti dalam waktu sebulan ini Mingyu jadi lebih produktif, beberapa di antaranya main ke kebun karet untuk belajar bagaimana cara menyadap, atau mampir ke sawah untuk melihat proses penanaman dan memanen padi.

Kenapa hanya mengamati? Mingyu sebagai cucu kesayangan Nenek Ji Won mendapat batasan dalam melakukan pekerjaan dikarenakan cederanya. Walaupun faktanya Mingyu kekeuh maksa dengan catatan melakukan pekerjaan yang ringan-ringan aja.

Seperti sekarang, Mingyu sedang menulis hasil panen yang ditimbang. Ingin mengetahui berapa banyak padi yang berhasil di panen pada musim ini. Ternyata tidak sebanyak musim sebelumnya, wajar ..., namanya juga kehidupan gak selamanya berada di atas.

Gak selamanya pula cinta harus berbalas.

Eaaak, nostalgia lagi.

Sakit hati lagi.

Mingyu udah sampai di tahap kebal, sayangnya setiap melamun di malam hari, mana di rumah nenek sepinya ampun-ampunan setiap hari berganti gelap, ditambah bunyi jangkrik membuat patah hatinya berkali-kali lipat.

Sudahlah, masalah itu lebih baik dimasukkan saja ke kotak memori. Gak ada untungnya Mingyu merindu, toh sosoknya yang dirindukan belum tentu juga merindukan Mingyu. Barangkali saat ini si dia lagi ketawa bahagia karena udah gak ada lagi yang mengganggunya.

Giliran Mingyu yang lagi ngopi bareng pekerja lain di teras depan yang diganggu oleh kedatangan sosok bocah tanggung dengan motor Vixion merah. Cengiran girangnya membuat Mingyu sakit kepala, pasalnya sejak dia ada di sini, teman mainnya ya itu-itu lagi. Si Samuel Pramukti.

"Eh, ada Muel. Mau ketemu Aa Mingyu ya?"

Yang barusan nyapa adalah Nenek Ji Won, tapi Mingyu manggilnya Grandma biar keliatan sedikit lebih berkasta. Jaga citra diri dong pemirsa, biar dikata luarbiasa.

"Iya nih Nenda, Muel mau ketemu Aa. Mau ngajak main, boleh kan?"

"Ke mana mainnya? Jangan jauh-jauh tapi ya."

"Siap! Cuma ngajak jalan-jalan ajah, Nda. Kasian Aa Mingyu di sini kerjaannya melamun terus."

"Ya udah hati-hati," Ji Won tersenyum manis banget pada Mingyu. "Nah, kasepnya Grandma dibalur dulu ya bahunya sebelum berangkat."

"Nanti aja, biar Mingyu yang balur sendiri."

"Okidi."

Ji Won masuk ke rumah, diikuti Mingyu yang mengajak Samuel duduk di sofa karena di teras depan kotor. Kasian aja gitu Samuel yang ganteng dengan penampilan terniat seperti akan melakukan ritual malam minggu gagal karena debu.

[✔] Semester 8Where stories live. Discover now