Bab 26 - Uncertainty Reduction Theory

10.3K 1.3K 489
                                    

Gak usah sok teoritis deh, Pak. Teteup aja perkara nafsu selalu di atas segalanya.

=============

Dipikir-pikir, Mingyu itu lebih beruntung dibandingkan Wonwoo.

Memiliki kelebihan bermulut manis sebagai budak cinta, barangkali itulah alasan mengapa Mingyu digadang-gadang mampu merebut hati kaum hawa. Bagaimana dia berpikir dan bertindak yang terkadang tak pernah ada kesesuaian, kadang pula menjadi poin plus untuk mendapat penghargaan sebagai cowok tahan banting terhadap berbagai macam serangan.

Tapi, siapa yang tau jika kelebihan itu tidak ada harganya di saat Mingyu kalap dilalap amarah. Kecemburuan buta membuat manusia menjadi pendek akal, maka siapa yang patut diacungi jempol di sini adalah pasangan yang dapat menghadapinya dengan kesabaran.

Raden Wonwoo mungkin jauh dari kata sempurna, tapi dialah satu-satunya orang yang mampu menghadapi sisi buruk Mingyu. Konsep cinta itu buta sepertinya mulai diterima oleh kepalanya dan diinternalisasi dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam tindakan Wonwoo mengurus Mingyu saat jatuh sakit.

Dengan telaten meskipun masih dalam tahap belajar, Wonwoo habiskan sehari semalam dengan Mingyu yang terkapar lemas di ranjang. Dia miris melihat cowok yang selalu setegar karang menujukkan sisi rapuhnya. Ingin sekali Wonwoo selami isi pikiran Ananda tercinta, mengerti, dan mencari solusi yang sekiranya mampu meringankan beban.

Karena dia tahu Mingyunya bukan cowok yang mudah marah besar seperti kejadian kemarin. Sebagaimana asap yang tidak akan muncul jika tanpa api, maka hal itu pun berlaku untuk perubahan spontan kekasihnya.

Dia yakin, ada alasan mengapa Mingyu berubah sedemikian mengerikannya. Iya, bagi Wonwoo itu mengerikan karena sosok yang membentaknya beberapa hari yang lalu seperti bukan Ananda Mingyu. Dia takut tentu saja, tapi lebih takut lagi jika cowok itu semakin berlarut-larut dengan kecemasan yang menggerogoti pikiran.

Maka dengan sabar Wonwoo menunggu. Dia masih nyaman memerhatikan kekasihnya terlelap di ranjang, sesekali menyeka keringat di pelipis dan mengelus puncak kepala Mingyu. Betapa bangganya dia bisa memasak bubur meski hasil mengintip manja resep di Om Google. Beruntung tidak sampai meracuni Mingyu, sebab setelah berjam-jam cowok itu beristirahat sudah menampakkan tanda-tanda sembuh.

Masih banyak hal yang Wonwoo sendiri tak menyangka bisa melakukannya. Padahal dulu di saat keluarganya masih berada di atas, Wonwoo mana sudi merepotkan diri sendiri. Memasak lah, memikirkan orang lain lah, bahkan parahnya dia sempat berpikir jika hidup berdampingan dengan orang baru akan begitu merepotkan.

Tapi Tuhan punya skenario untuk Wonwoo perbaiki kejumawaan dirinya. Tanpa bertemu Mingyu dan tinggal di Griya GSM mungkin Wonwoo akan menjadi pribadi egois hingga tua nanti, dia tidak akan menyadari bahwa di balik sikap cueknya tersimpan kepedulian mendalam.

Singkat cerita, di saat Wonwoo sungguhan mencintai sesuatu dia akan sama berjuang untuk mempertahankan dan menjaga sesuatu yang berharga itu. Begitu pula dengan melindungi hubungannya dengan Mingyu.

"Ngh, Raden?" suara parau mendistraksi lamunan. Mingyu sedikit tertatih saat mencoba bangun. "Gue udah lama ya tidurnya?"

Wonwoo mengangguk. Membantu cowok tinggi besar itu dengan bangkit dan memberikan segelas air putih. Mingyu udah makan, udah minum obat, udah berkeringat, dan demam pun minggat.

"Astaga, maaf. Gue harusnya bangun dari tadi."

"Gak papa," Wonwoo tersenyum manis. "Lo harus istirahat cukup biar gak sakit lagi. Gimana perutnya? Masih perih? Mual?"

Mingyu menggeleng, masih ada sesal di senyum lemahnya. "Udah sembuh kok berkat bubur buatan lo, hehe."

Jangan salahkan Wonwoo kalo pipi dia dengan mudahnya memerah pasca digombalin Mingyu. Sekarang apapun yang dilakukan Ananda itu selalu bikin dia ambyar, dampak paling fatal ya bikin Wonwoo gak tahan dalam segala hal.

[✔] Semester 8Where stories live. Discover now