Bab 8 - Kurang Apa?

10.2K 1.5K 265
                                    

Tolong jangan hanya singgah dan bikin hati gue goyah. Masalahnya, gue tipikal cowok yang bakal sulit lepas ketika sayang sama seseorang.

=============

Ba'da Dzuhur, Mingyu dan Wonwoo pergi ke kampus bersama. Tentu saja boncengan manja, dengan lengan si Raden yang dipaksa memeluk tapi malah mendapat toyoran keras di kepala Mingyu yang sedang dalam kondisi gila.

Bagaimana tidak gila? Bayangkan saja, dia dipaksa kerja rodi bagai quda poni mengerjakan bab pertama skripsi. Setelah menghubungi Pak Minho yang kontaknya didapat dari Wonwoo, Mingyu diamanati tugas untuk mengembangkan proposal yang harus diserahkan dalam kurun waktu dua hari.

Senang sudah pasti, tapi aslinya Mingyu kelewat stres karena ternyata mengerjakan skripsi di sela-sela tugas lain yang juga menggunung sungguhlah menyiksa. Melebihi bulan Syawal, berbondong-bondong orang mengadakan acara kawinan atau sunatan. Mingyu jadi MCnya, di Griya GSM menjadi juru masaknya, dan yang pasti bertambah satu tugas lagi yakni mengurusi Wonwoo yang tanpa sadar mulai mendekatinya.

Iya, mendekati karena ada maunya saja.

Kan syaland.

Seperti tadi pagi, Mingyu yang masih belum menyiapkan apa-apa sudah lebih dulu diganggu oleh penghuni kamar sebrang yang keran WCnya tidak menyala. Dibenerin dulu dong ya, mana Wonwoo setiap hari makanannya harus beda sendiri. Yang lain cukup digorengin ikan asin, dia roti panggang pakai telor mata sapi. Yang lain makan sarimin(?) isi dua, dia malah spageti carbonara.

Biasalah, perlakuan khusus Encing Beki sama Encang Ceye yang harus ditunaikan karena mereka sedang honeymoon ke Brebes dan sekitarnya. Mingyu dituntut multitalenta dengan berlandaskan asas cinta pada si dia.

Uhuy.

"Pak Minho killer gak, Won?"

Jujur aja, Mingyu masih agak parno dengan beberapa dosen. Sebutlah Pak Shindong yang sampai tega mengkeep usahanya untuk mulai skripsian hingga berbulan-bulan. Sekarang, setelah mendapat dosen dan melakukan bimbingan perdana, ia dihadapkan pada rasa yang familiar.

"B ajah. Cuma ribet di teknis karena revisiannya detail. Tapi kata senior pas nanti sidang pasti muridnya bakal dibelain asal nurut sama beliau."

Bulu kuduk Mingyu merinding. Agak ragu dengan kata "menurut" karena bukan dia sekali. Terlepas dari itu semua, Mingyu merasa jauh lebih baik saat menghadapinya bersama Wonwoo. Tuhan memang kadang suka ngelawak, bisa-bisanya mereka berada dalam satu naungan dosen yang sama.

Mingyu kan jadi tidak bisa membenci esensi skripsi di semester akhir jika begini ceritanya.

"Kalau gue gak nurut gimana?"

"Mane gue tau. Tanya Bapaknya lah. Paling juga lo dipecat duluan sebelum sidang."

"Elah, dipecat ya gue tinggal kawin aja. Lo mau gak kawin sama gue?"

"Ogah! Gue mau lanjut S2!"

"Ya, kan sambil jadi istri sholeha, Won. Gue bukan tipe suami yang bakal mengekang lo nanti kok."

"Lo kan suami penuh halusinasi! Cuci muka gih pake air kobokan biar gak ngelantur."

Hehe.

Mingyu ketawa sendiri jika Wonwoo sudah mulai misuh-misuh. Gemesin, mana hari ini doski pakai baju model kodok berbahan denim. Buat apa coba? Bikin Mingyu khilaf terus dipepet ke KUA terdekat? Minta digagahi selama tujuh hari tujuh malam karena bagian selatan tubuh Mingyu bereaksi hebat?

Ya udah, sih, hayuk. Segerakan!

Tapi si Raden yang kelewat cuek itu malah meninggalkan Mingyu masuk ke ruang magister. Deg-degan di hatinya makin berdentum sialan, tapi diberanikan oleh Mingyu menyusul masuk ke dalam sampai AC di ruangan saat membuka pintu terasa membekukan badan.

[✔] Semester 8Where stories live. Discover now