Bab 12 - Sesakit Ini

9.9K 1.5K 465
                                    

Gak usah berusaha menutupi kalau hati lo sendiri gak sanggup buat menahannya lagi.

===============

Uji selalu membenci pagi.

Karena di pagi hari dia harus bertemu matahari. Di pagi hari pula perutnya rutin mules dan mengharuskan nongkrong lama di kamar mandi. Tapi yang sebenernya bikin dia benci adalah ketika insomnia menyerang lalu terpaksa begadang sampe Shubuh, padahal mayoritas aktivitas dikerjakan di pagi hari.

Untungnya, pagi itu Uji lagi gak ada jadwal bimbingan dan rapat himpunan. Tuhan Mahabaik karena kondisi wajahnya sekarang lagi gak bersahabat. Gara-gara nangis sesenggukan semaleman suntuk..., ya, salahkan aja Mingyu yang tega nolak dia kemarin, Uji sampe lupa untuk tidur.

Gila gak sih, cuma karena patah hati Uji sampe sedrama ini. Sampe mau menyiksa diri lebih dari ini. Padahal selama menyukai Mingyu dia udah komitmen untuk mengikhlaskan, tapi karena dua sejoli itu selalu hadir di hadapannya, rasa kesal datang secara natural. Uji tiba juga di ambang batas sabar.

Mingyu adalah cinta pertama Uji. Mingyu juga alasan mengapa dia bisa ngekost di sini. Uji pikir semua baik-baik aja, perasaan ini akan hilang dengan sendirinya. Sayangnya, sejak kehadiran Wonwoo di antara mereka praktis rasa itu kembali ada dan semakin digdaya.

Dan yang nulis ff ini malah membuat plot twist dengan menjadikan Wonwoo menyukainya. Seseorang yang harusnya menjadi rival—ah, bukan, pada dasarnya Uji udah kalah telak. Ia tahu Wonwoo gak masalah dengan fakta Mingyu yang menyukainya. Mungkin tinggal menunggu waktu bagi si Raden satu itu sadar lalu menerima cinta bersemi di antara keduanya.

Bikin Uji jadi orang luar yang akan selalu salah di mata pembaca. Karena nyatanya setelah menangisi penolakan Mingyu, Uji malah semakin cinta. Semakin tertantang untuk berjuang, walau lagi-lagi dia butuh waktu untuk bangkit kembali.

Termasuk bangkit dari kasur karena perutnya bunyi. Uji baru ingat belum makan apa-apa selama nangis semalaman. Maka, dengan sedikit sempoyongan dia paksa tubuh lemahnya untuk bangun.

Syok dia lihat muka sendiri di cermin. Memprihatinkan sekaligus menjijikan. Kenapa sih harus seperempuan ini? Patah hati kok nangis, bahkan sampe lupa kebutuhan pangan. Untung aja Uji masih sayang badan, maka dia memilih turun ke bawah untuk menyeduh sereal. Tapi tubuh mungilnya terhenti di depan pintu kamar Wonwoo sebagai TKP si bongsor mendiskualifikasinya malam tadi.

Terus sakit lagi. Hatinya nyut-nyutan lagi.

Gak mau makin drama, Uji tersenyum lebar, mencoba mengikhlaskan semua yang terjadi di hari kemarin. Biarlah sakit hati juga, asal Mingyu masih mau berteman dengannya. Untuk Wonwoo, dia juga masih mau kasih kesempatan kedua, karena hatinya itu lapang sekali pemirsa.

Gak ada salahnya untuk berdamai, kan?

Yang salah justru menaruh dendam. Kebetulan Uji bukan pendendam meskipun beberapa kali dikecewakan. Kini, dia sudah tiba di dapur, tangannya mengambil mangkuk dan menuang susu beserta sereal dalam porsi banyak. Uji tertantang untuk mukbang, kebiasaan di saat galau gini pasti lari ke makanan. Saking khusuknya, dia gak sadar ada Hoshi juga di sana.

"Buset, Ji. Gue kira tuyul Shubuh-shubuh gini garongin sereal."

"Diem lo marmut, gak usah komentarin gue yang lagi makan!"

Hoshi tertawa, pasti temen mungilnya ini lagi terkendala urusan hati. Yha, emang karena apa lagi?

"Gue gak ngomentarin ye. Cuma mau nyapa doang. Jadi, gak usah kegeeran."

"Bodo!"

Bukannya pergi meninggalkan si teman menyantap sereal sendiri, Hoshi malah mendudukan diri di kursi samping Uji. Rasa lapar membawanya pergi ke dapur untuk mengubek-ubek kulkas dan menemukan pisang sisa bekal yang diberikan Mamanya.

[✔] Semester 8Where stories live. Discover now