30. Sad

2.1K 120 40
                                    

( Disarankan menyalakan lagu dari Glenn Fredly - Akhir Cerita Cinta)

Ketika aku terbangun di pagi ini, aku tersadar bahwa waktu terus berjalan. Detik, menit, jam, hari dan juga minggu terus berganti tanpa mau menunggumu yang masih terpuruk dalam kisah lama.

Aku tak sadar jika mata ini sembab karena semalam menangisi dia yang telah pergi. Tidak pergi begitu saja, namun menorehkan bercak-bercak luka yang memakan waktu lama untuk sembuh. Yang kadang masih terasa sakit ketika tak sengaja hal-hal manis yang sudah berakhir kembali muncul ke permukaan.

Aku memandang ke sekitar ruangan yang kusam dan sendu. Hanya ada aura-aura kelabu yang menyelimutimu setiap waktu.Sebelumnya tempat ini sudah cukup nyaman. Namun setelah sekian lama aku terbaring di sana, aku hanya temukan luka-luka akibat janji-janji yang pernah terucapkan. Semakin lama-semakin redup karena debu-debu kepercayaan menghalangi cahaya yang hendak masuk ke dalam.

Lalu aku berjalan menuju kaca, di mana aku bisa menatap dengan leluasa siapa diriku. Aku temukan sosok menyedihkan di hadapanku ini. Dia menatapku dengan sedih, tak ada semangat, wajah pucat dan mata yang sayu penuh dengan kesedihan. Berbeda dengan waktu dulu. Tidak ada lagi dua sudut bibirmu tertarik sempurna, tak ada lagi lengkungan yang muncul karena kau bahagia, tidak ada lagi binar bola mata kecoklatan yang bergelora. Hanya ada bayangan kaku menyedihkan yang muncul saat itu.

Akhirnya aku menyadari, itu adalah diriku sendiri.

Aku menangis. Meratapi segalanya yang telah terjadi. Mengutuk segala kepercayaan berharga yang telah kusia-siakan, mengutuk kasih dan sayang sempurna yang telah aku acuhkan, dan mengutuk pengorbanan yang dibuang tanpa rasa peduli oleh diri ini yang tak bertanggung jawab. Semua itu terasa sakit. Dadaku remuk, hancur dan terluka tanpa berdarah sedikitpun. Benar-benar tersisa serpihan-serpihan kecil yang tak mungkin kau bangun kembali.

Aku pukul dinding di hadapanku sekuat tenaga hingga tangan ini berdarah. Luka besar yang bahkan tidak terasa lebih sakit dari luka hati yang menyebabkan sakit jiwa. Pesakitan yang membuatmu terlalu lama tenggelam hingga tak menghiraukan waktu, keadaan bahkan dunia yang kau miliki. Aku dikuasai rasa takut ditinggalkan oleh sesuatu yang memang sudah lama pergi dan bahkan menghilang.

Perlahan aku mengacak acak rambut ini. Kemudian membasuh wajah ini dengan air. Aku berkata pada bayangan di depanku. Jangan kalah, jangan takut, jangan menyerah. Tetes-tetes air luruh membawa serta kepedihanku. Seperti ditampar rasa dingin yang menjalar aku membuka mataku. Tidak hanya sekedar mataku, namun juga mata hatiku. Karena aku tak ingin diriku terlalu lama tersungkur di ruang gelap yang aku gali sendiri dan aku harus bergerak ke arah cahaya.

Kau mengerti meski kau terpuruk, kau menangis, kau berteriak sekuat tenaga, siapapun tak akan peduli. Kau yang berjalan, ini hidupmu, dan hanya kau yang bisa merubah segalanya, kau yang menentukan apa kau tetap terpuruk atau mencoba berjalan walaupun kau belum benar-benar siap. Yang harus kau pikirkan hanya satu, kau mampu dan kau berjalan ke arah cahaya, bukan sebaliknya.

" Lebih baik aku cari di mana dia dibandingkan harus menyesal seperti ini karena itu tak kan menghasilkan sesuatu sama sekali." ucap Kelvin lalu menyambar kunci mobil dan segera pergi dari tempat itu.

Ia pun membawa mobil tersebut ke dalam kediaman rumah Marco. Ya karena ia tau pasti akan mendapatkan jawaban di sana. Dengan langkah tegap dan tampilan acak acakan ia memasuki rumah tersebut dan yang ia dapatkan pertama kali adalah sebuah keributan.

" Pa Ma tolong beri tau aku di mana Mesya sekarang! Marco mohon kasih tau Marco!" ucap Marco.

Di sana Kelvin bisa melihat tuan Alexander tersenyum sinis.

" Apa pedulimu! Kau bilang dia bukan adik kamu lagi kan! Jadi untuk apa mencari dia!" kata Papa Marco.

" Pa Marco tau waktu itu Marco salah, jadi beri tau Marco sekarang! Mesya tetap adik aku!"

Remember My Nerd Where stories live. Discover now