Tujuh Belas

16.5K 2K 193
                                    

Bulan tak henti-hentinya mengomel sembari memandang foto dirinya bersama Bintang ketika mereka bolos bersama tempo hari. Bulan masih tak habis pikir, mengapa Bintang tiba-tiba ingin pulang dan serta merta mengajak Mentari. Ralat, bukannya pulang, tetapi mereka malah pergi berdua. Hal itu membuat Bulan benar-benar kesal setengah mati.

Bahkan, sedari tadi Bulan mengejar Bintang, mencoba mengobrol dengan Bintang, tetapi tetap tidak ada respon dari Bintang. Persis ketika pertama kali Bulan mencoba mendekati Bintang. Sayangnya yang ini lebih parah. Bintang benar-benar mengabaikan Bulan. Untuk berbicara satu kata 'hm' saja tidak.

"Tang, lo cemburu karena gue pelukan sama abang gue sendiri?" ucapnya berbicara sendiri seperti orang gila. Untung saja taman sekolahnya sedang sepi. Jika sedang ramai, pasti ia akan di ejek oleh orang-orang yang melihatnya. "Oon bener sih lo! masa iya gue pelukan sama orang asing yang gak punya ikatan persaudaraan sama gue? lagian lo gak liat apa, muka gue sama muka Orion kan mirip. Namanya juga adik kakak." Bulan menekan layar ponselnya kesal. "Eh lupa, muka gue kan sebelas dua belas sama Selena Gomez, sedangkan muka Orion sebelas dua belas sama pantat panci, hehe."

Sebenarnya Bulan ingin nongkrong di tempat favoritnya, yaitu di atas pohon. Tetapi disana sedang ramai karena tim basket sekolahnya sedang berlatih di lapangan. Karena itu ia tidak bisa dengan leluasa menyuarakan isi hatinya yang di penuhi dengan kekesalan terhadap Bintang dan Mentari. Imbasnya, tak hanya mereka berdua. Aster, Orion dan Nebula pun kena semprot dari Bulan. Begitu lah Bulan jika ia sedang kesal terhadap seseorang ataupun sesuatu. Tak perduli itu teman atau saudaranya, akan ia caci maki.

"Lan, lo gak gila kan?" tanya seseorang di belakang Bulan membuat Bulan menggaruk kepalanya frustasi. Ia ingin melempar ponselnya, tetapi ia urungkan karena jika ponselnya rusak maka dirinya akan hidup seperti di zaman purba. Sunyi, sepi dan membosankan.

Bulan menoleh dengan hidung yang di lebarkan selebar-lebarnya. "Mau ngapain lo disini?" tanyanya pada Guntur yang sedang melipat-lipat ujung dasinya karena canggung dan bingung hendak mengatakan apa kepada Bulan.

"Engg.. Enggak," jawabnya gagap.

"Aneh lo ya. Bentar-bentar gagap, bentar-bentar normal. Jadi sebenarnya lo gagap atau normal?" cerocos Bulan tanpa mengolah perkataannya terlebih dahulu.

"No.. normal," jawab Guntur cepat. "Cu.. cuma, gu..gue gugup. So.. soalnya gu.. gue.."

Mulut Bulan terbuka lebar karena ia mengikuti gerak bibir Guntur. "Iya, gue ngerti, gue paham. Lo gagap karena lo gugup kan? dan lo gugup karena lo lagi ngomong sama cewek cantik, primadona Antarnusa. Iyakan?"

Guntur mengangguknya kepalanya.

"So, Guntur yang gantengnya mengalahkan Dimas Kanjeng, lo mau ngapain kesini?" Bulan bertanya dengan nada semanis mungkin sampai rasanya ia ingin muntah.

"Ma.. mau nga..ngajakin lo ma.. makan di kantin."

Mata Bulan langsung melotot sempurna. "Ciyuss?" ucapnya tak percaya di balas anggukan oleh Guntur. "Tapi lo yang bayarin kan?" tanyanya lagi memastikan.

"I.. iya. Gu.. gue bayarin. Apa aja yang ma.. mau lo beli."

"Nah!" Bulan langsung berdiri dari bangku yang didudukinya. "Kalau itu gue mau, hehe. Jadi makin sayang deh sama lo, Sasuke KW," ucapnya memuji jika ada maunya. "Ups lupa, lo kan sekarang udah ganteng yak, udah gak kayak Sasuke KW lagi. Hmm, kayak siapa ya? Ahaaa!! mirip Zayn Belek! yuk, ke kantin sekarang."

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now