Dua Puluh Tiga

16.5K 1.9K 180
                                    

"Bulan!"

Bulan menyemburkan air yang diminumnya ketika ia mendengar seseorang yang memanggil hingga membuatnya terkejut. Dengan susah payah Bulan menelan air di dalam mulutnya sembari terbatuk-batuk dengan hidungnya yang mulai memerah.

"Eh sorry, gue gak bermaksud ngagetin lo," ucap Guntur meminta maaf karena telah membuat Bulan terkejut. Memang Guntur tidak berniat mengejutkan Bulan, ia hanya tak sengaja melihat Bulan dan berinisiatif untuk menyapa Bulan.

"Untung gue gak mati kesedak air minum," jawab Bulan setelah berhasil menghentikan batuknya dan menaruh kembali botol air minum di atas bangku panjang tempat ia duduk.

Guntur pun melangkahi bangku panjang tersebut dan memilih duduk menghadap Bulan. "Lo ngapain disini? Sendirian pula, kayak jomblo aja," tanya Guntur.

Semakin hari, Guntur terlihat semakin terbiasa dengan situasi di sekelilingnya. Bahkan cara berbicara Guntur pun tidak lagi gagap seperti pertama kali Guntur bertegur sapa dengan Bulan di kantin. Mungkin ini adalah salah satu dampak positif dari menyukai seseorang. Memicu perubahan diri kearah yang lebih baik.

"Biasalah, gabut gue dirumah."

Guntur membulatkan mulutnya seraya menganggukan kepala. "Gak main kerumah Aster? Biasanya lo kalau gabut pergi bareng tuh bocah."

"Lagi males aja. Mumpung ini tempat gak jauh dari rumah gue, yaudah gue kesini aja."

Guntur tidak lagi bertanya. Kini ia berdiri lalu mengambil bola berwarna orange yang berada disekitar Bulan dan memantulkannya.

"Pasti ada sesuatu yang lagi lo pikirin kan?" tanya Guntur dengan tangannya yang terus memantulkan bola tersebut tanpa henti.

"Sok tau lo!"

"Lan, lo itu gak pintar bohong. Semua orang juga bisa lihat gimana kelakuan lo kalau lo lagi kepikiran atau pun menyembunyikan sesuatu."

Bulan hanya memutar bola matanya mendengar perkataan Guntur yang seolah bisa membaca isi pikirannya. Memang benar sih, Bulan kepikiran oleh sesuatu. Apalagi jika bukan perkataan Nebula yang memicu pertengkaran antara dirinya dan Bintang, kemarin.

Setelah insiden Bintang mengantarkan Bulan, Bintang sama sekali tidak mengirim pesan pada Bulan. Seolah-olah Bintang sama sekali tidak merasa bersalah pada gadis itu.

"Lemah lo jadi cewek!" ejek Guntur yang kini mencoba melempar bola yang di pegangnya ke dalam ring. "Mau aja di begoin sama perasaan," lanjutnya setelah menangkap kembali bola yang terpantul.

"Mana ada cewek ngejar-ngejar cowok. Seharusnya cowok yang ngejar cewek."

Satu hal yang Bulan baru ketahui. Ternyata di balik gaya culun dan gagapnya Guntur, Guntur ternyata tipe orang yang suka memancing emosi seseorang. Guntur juga tipe cowok yang tak jarang mengeluarkan perkataan pedas tanpa perduli dengan siapa dia berbicara.

"Perasaan, perasaan gue, kenapa lo yang ribet!" ujar Bulan keki.

Tanpa aba-aba, Guntur melempar bola yang di pegangnya kearah Bulan. Untung saja Bulan dengan spontan menangkap bola tersebut. Jika tidak, sudah di pastikan kepalanya akan di tumbuhi rumah patrick, alias benjol.

"Lagian lo lucu sih," ucap Guntur memilih  di tengah lapangan. "Lo itu cantik, banyak yang mau sama lo, banyak yang ngantri jadi pacar lo. Tapi lo malah pilih si Bintang. Iya sih, Bintang itu ganteng, pinter, tapi percuma kalau dia gak bisa menghargai perasaan cewek."

"Gakpapa dong, biar sekali-sekali cewek yang berjuang. Gue kan anti mainstream!"

Guntur berdecak seraya menggeleng heran. Ingin rasanya ia mengganti otak Bulan dengan otak manusia purba.  Guntur heran, cewek secantik dan se-anti mainstream Bulan, bisa bego cuma karena cinta. Benar apa kata orang-orang, sayang sama bego itu memang beda tipis.

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang