Dua Puluh Enam

17.2K 1.9K 149
                                    

"Bintang..."

Bintang mendongak, menatap Bulan yang baru saja memanggilnya. Tangannya sibuk memotong daging yang menjadi hidangan makan malam Bintang bersama Bulan. Setelah kejutan yang menurut Bintang agak sedikit lebay semalam, Bintang mengajak Bulan makan malam bersama di luar keesokan harinya. Tentu saja Bulan menerima tanpa perlu berpikir dua kali lagi.

Sembari tersenyum, Bulan kembali bersuara. "Makasih buat kejutan yang tadi malam dan makasih karena lo ngajakin dinner di luar. Untuk kedua kalinya kita hangout berdua gini, setelah waktu itu lo ajakin gue bolos."

"Sama-sama."

"Btw, kenapa lo tiba-tiba berubah gini ke gue?" tanya Bulan sebenarnya ingin menyakan hal ini sejak lama. "Maksud gue, kadang lo care sama gue, kadang lo gak perduli sama gue, kadang lo ngelakuin hal kecil yang bisa bikin gue gak berhenti senyum tiga hari tiga malam, kadang lo buat gue kesel sampai ke tulang, kadang lo..."

"Karena gue sayang sama lo," potong Bintang sukses membungkam mulut Bulan yang masih setengah terbuka karena Bulan belum menyelesaikan perkataannya.

"A.. apa lo bilang?"

Bintang mendengus, meletakkan garpu dan sendok yang di pegangnya ke atas piring seraya mendongak menatap Bulan dengan begitu intens. Bulan pun langsung kelabakan dan berusaha untuk tidak terlihat salah tingkah. "Bintang sayang sama Bulan. Tapi Bintang sadar, Bintang belum pantas untuk Bulan."

Mendengar Bintang berbicara dengan menyebut nama, bukan seperti biasanya membuat perasaan aneh kembali muncul di diri Bulan. Perasaan seolah Bintang sudah menjadi miliknya, dan ia adalah milik Bintang.

Bulan berdeham, berusaha untuk menetralkan suara dan ekspresinya. "Bintang, lo jangan ngomong gitu deh," ucapnya

"Kenapa?"

"Soalnya gue degdegan, takut kena serangan jantung mendadak karena ucapan lo."

Detik itu juga Bintang langsung melepaskan tawanya, melihat raut wajah Bulan yang berbicara dengan begitu polos. Melihat Bintang tertawa, Bulan hanya tersenyum canggung seraya menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Apa Bulan terlihat sebodoh itu hingga mampu membuat Bintang tertawa untuk pertama kali di hadapannya.

Bintang meraih pipi Bulan dan mencubitnya hingga Bulan mengiris kesakitan dan memukul tangan Bintang. "Sakit tahu!" umpat Bulan mengerucutkan bibir dan mengusap pipinya.

"Bulan..." panggil Bintang membuat Bulan langsung menatap Bintang dengan tatapan polosnya seperti anak kecil. "Jangan berubah ya," kata Bintang yang tidak di mengerti oleh Bulan.

"Berubah jadi apa? ultramen? power rangers? atau titisan mermaid?"

"Bulan itu, cewek tengil yang super duper ngeselin, hobi makan dan ngerjain guru-guru di sekolah, paling benci sama pelajaran kimia, gak bisa diam dan selalu teriak sana sini kayak tarzan, tapi..."

"Tapi?"

"Tapi Bulan berhasil buat Bintang jatuh hati sama Bulan."

Rona merah langsung menyebar di wajah Bulan. Bahkan rasanya, saat ini juga Bulan ingin berteriak, mengekspresikan betapa bahagianya Bulan saat ini. Entah sejak kapan dan belajar dimana, Bintang jadi lebih sering membuatnya terbawa perasaan. Mungkin ini akhir dari penantian Bulan selama ini.

"Bintang itu, cowok nepotisme yang selalu bikin gue darah tinggi, ganteng tapi nyebelin, katanya sih jago main basket, tapi tanding sama gue kalah tuh. Tapi..."

Bintang menaikan sebelah alisnya, menunggu Bulan melanjutkan perkataannya.

"Tapi Bintang tahu gimana cara untuk ngebuat Bulan semakin terpikat dalam pesona Bintang."

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now