Dua Puluh Satu

20.1K 2.2K 219
                                    

"Bulan, Bintang minta maaf ya. Jangan marah lagi sama Bintang."

Perkataan tersebut masih terngiang ditelinga Bulan. Sejak kemarin, Bulan tak henti-hentinya tersenyum lebar. Bahkan, Bulan memanjakan anjing peliharaan Nebula yang sebelumnya ia benci setengah mati. Hal itu membuat Nebula heran dan berpikir bahwa adiknya mulai tidak waras. Meski sebelum-sebelumnya Bulan memang sedikit tidak waras, tetapi Bulan tidak pernah terlihat bahagia seperti ini.

"Nebuluk..." panggil Bulan dengan wajah sumringan. Bulu kuduk Nebula meremang, takut jika adiknya benar-benar sudah tidak waras atau mungkin kerasukan roh penunggu rumah.

"Gak gila kan lo?" Nebula menempelkan punggung tangannya di dahi Bulan dan mengecek dari atas kepala hingga ujung kaki untuk memastikan bahwa adiknya baik-baik saja.

Bulan menggeleng, tetapi senyumnya tak pudar. Bahkan ia mengedipkan matanya berulang kali dengan pipi yang bersemu merah. "Pulang sekolah, temanin gue ke toko buku yuk. Nanti gue traktir makan takoyaki kesukaan lo deh."

Nebula melongo. Ia berniat menelpon Orion dan memberitahu bagaimana anehnya Bulan hari ini. Bulan tidak pernah mau ke toko buku, bahkan ketika Bulan menginginkan komik sekalipun, Bulan akan menyuruh dirinya atau Orion yang pergi tanpa berniat ikut serta.

"Ke rumah sakit aja ya? Kayaknya saraf otak lo ada yang rusak."

Bulan memutar bola matanya dan mendengus. "Gue sehat walafiat, gak lecet sedikitpun, dan gak punya riwayat penyakit saraf, otak, jantung, atau yang lainnya."

"Terus kenapa lo senyum-senyum gak jelas gitu? bahkan sampai minta temanin gue ke toko buku."

Bulan memukul Nebula dengan centil, membuat Nebula merasa ilfeel. "Jadi malu," gumamnya tersipu malu.

Suara klakson mobil menginterupsi percakapan Bulan dan Nebula. Bulan berlari kearah jendela dan melihat siapa yang membunyikan klakson di depan rumahnya. Tiba-tiba saja ia langsung panik ketika melihat Bintang turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu rumahnya.

Bulan langsung berlari menaiki anak tangga menuju kamar yang berada diatas. Segara ia masuk ke dalam kamar dan membongkar laci meja riasnya. Bulan mengambil bedak, dan liptint yang jarang ia pakai, lalu memoleskan diwajahnya setipis mungkin. Bulan juga melepas roll rambut, mengganti bajunya dengan seragam sekolah, dan memasukan buku pelajaran ke dalam tas. Setelah itu ia turun seolah-olah tidak tahu jika Bintang datang menjemputnya.

"Bintang, kok lo ada dirumah gue?" ujarnya sembari menuruni anak tangga dan berusaha memasang wajah sebiasa mungkin.

Nebula memutar bola mata melihat Bulan yang berpura-pura tidak tahu maksud dan tujuan Bintang datang. "Gue berangkat duluan. Jangan lupa kunci pintu." Nebula berlalu keluar dari rumah. Ia tak ingin menyaksikan drama ftv dalam dunia nyata di pagi hari begini.

Bintang tak berkata apa-apa. Ia malah ikutan berlalu meninggalkan Bulan yang kini memasang tampang kesalnya.

Bulan pun mengikuti langkah Bintang sembari menyumpah serapahi cowok itu. Bulan heran, kemarin Bintang bersikap sangat manis hingga membuatnya tak bisa tidur semalaman, tetapi sekarang Bintang kembali menyebalkan seperti hari-hari sebelumnya.

Dengan wajah yang di tekuk, Bulan masuk ke dalam mobil Bintang. Padahal dirinya sengaja memakai riasan tipis untuk membuat Bintang terpesona. Jangankan terpesona, melirik dirinya saja tidak.

"Hapus lipstick lo," ujar Bintang menyerahkan tisu kehadapan Bulan.

"Ini bukan lipstick, tapi liptint," jawab Bulan ketus. "Lagian kalau gue hapus, nanti bibir gue keliatan pucet dan gak seseksi bibirnya kylie janner. Gimana ada yang mau sama gue kalau..." Perkataan Bulan menggantung karena ia melihat Bintang yang memandangnya dengan tatapan datar tanpa suara, seolah-olah memberi kode bahwa Bintang akan membunuhnya secara perlahan. Dengan terpaksa, Bulan mengambil tisu yang masih tersodor dihadapannya dan mulai menghapus riasan bibir yang tadi ia pakai.

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now