Sembilan Belas

17.7K 2K 131
                                    

Selama satu minggu Bulan berada di Singapura, selama itu pula Aster selalu menelpon Bulan. Entah menceritakan tentang Mentari yang semakin dekat dengan Bintang dkk, Nebula yang tak henti-hentinya mendesak Aster untuk membujuk Bulan pulang, sampai Guntur yang curhat panjang kali lebar mengenai perasaannya terhadap Bulan.

Dan hari ini, adalah hari terakhir Bulan di Singapura. Pesawatnya akan take off sekitar pukul lima sore.

Hari terakhirnya pun Bulan habiskan dengan movie marathon sendirian di apartemen Orion. Yap, Orion sedang sibuk dengan urusan kantor sehingga tidak bisa menemani Bulan. Tetapi Orion akan tetap mengatar Bulan ke bandara. Ia tidak segila itu membiarkan adiknya sendirian pergi ke bandara. Setidaknya Orion memastikan Bulan baik-baik saja.

Sebenarnya Bulan ingin ke taman, melihat pepohonan rindang yang daunnya gugur karena diterpa angin. Tetapi ia tidak ingin bertemu dengan Antariksa. Apalagi sejak ia tahu dari Orion bahwa Antariksa tinggal di satu tower yang sama dengan apartemen Orion. Celakalah Bulan jika ia sampai bernostalgia dengan masa lalunya yang kurang mengenakkan itu.

Selesai nonton dan menghabiskan stok makanan Orion di kulkas, Bulan bangkit karena ia harus bersiap. Jujur, Bulan tidak ingin kembali ke Indonesia, tidak ingin melihat Mentari, Guntur, terutama Bintang. Setiap kali ia melihat Bintang, ia selalu terngiang perkataan Bintang yang menyebutkan bahwa perilaku Bulan membuat Bintang risih dan Bintang ingin Bulan menjauh dari kehidupannya.

"Hais!" decak Bulan mengacak rambutnya karena ia kembali teringat pada Bintang. "Itu orang, racun apa gimana sih? Ada mulu deh di pikiran gue," ucapnya sembari menatap kaca besar di kamar mandi Orion.

Bulan memperhatikan dengan seksama setiap inci yang ada pada wajahnya. Bulan merasa dirinya tidak kalah cantik dari Mentari, ya meski hidungnya tidak semancung hidung Mentari yang mempunyai keturunan darah eropa. Kalau kata Nebula, wajah Bulan itu seperti Bule dengan kearifan lokal.

"Mentari humble, friendly, kalem, murah senyum, feminim. Tapi dia gak bisa masak, hobinya nyuci piring kali ya?" ujarnya mencoba membandingkan. "Sedangkan gue, gue emang rusuh sih, receh juga, mulut gue kelincahan, suara gue kelewat lantang nan cempreng, body gue emang gak kayak gitar spanyol, tapi sebelas dua belas lah sama selena gomez, imut, chubby, dan gak tepos tepos amat. Gue bisa masak, gue bisa main alat musik pianika, slogan hidup gue adalah life for eat, hobby gue anti mainstream. Kurang apa coba gue?"

"Kurangnya itu, pas pembagian otak, lo datangnya kelamaan jadi lo cuma di kasih otak setengah doang."

Suara sahutan itu membuat Bulan langsung menoleh dan melihat ada Orion yang bersandar di pintu kamar mandi. Untung saja Bulan masih berpakaian utuh.

"Otak kayak gue ini, otak-otak langka," balas Bulan. "Mana ada cewek unik kayak gue. Gue ini, covernya doang yang rusuh tapi kalau urusan perasaan, hati gue gak ada tandingannya."

"Iyalah, orang lo ditikung mulu,"

Bulan langsung mengubah raut wajahnya menjadi masam dengan hidungnya yang mengembang begitu lebar. Seharusnya Orion membela dirinya, bukan malah menjatuhkan harga diri Bulan seperti ini. Bayangkan saja, Orion, kakak kandungnya sendiri, berbicara dengan seenak jidat seperti tidak punya tenggorokan.

"Lo abang gue atau bukan sih?" tanya Bulan kesal. "Harusnya lo bela gue, kampret!" tangannya mengambil botol shampo yang masih berisi penuh dan melemparkannya. Otomatis Orion langsung memasang pelindung dengan kedua tangannya. "Sana lo keluar!"

Tanpa berlama-lama lagi, Orion menutup pintu kamar mandi dengan sekuat mungkin untuk menghindari Bulan yang bisa mengamuk kapan saja dan melempar barang barang yang ada di kamar mandinya. Terkadang Orion suka heran, apa semua cewek melakukan hal sama seperti apa yang dilakukan Bulan setiap kali marah ataupun kesal?

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now