Dua Puluh Tujuh

14.5K 1.8K 97
                                    

Bulan dan Mentari duduk di salah satu kursi tribun yang ada di lapangan indoor sekolah mereka. Mata kedua gadis itu sibuk memperhatikan Bintang dan yang lain sedang bermain basket di tengah lapangan sana.

Sejak sejam yang lalu, mereka duduk dan menunggu anak anak cowok itu selesai bermain. Sesekali Bulan berteriak memanggil nama Bintang dan sesekali pula Bulan tertawa melihat tingkah konyol Langit.

"Aster mana sih?" tanya Bulan saat sadar bahwa sedari tadi Aster menghilang entah kemana. Akhir-akhir ini, Aster sering pergi tanpa berpamitan.

Mentari menoleh kesekitarnya. "Dari tadi juga gue gak ngeliat Aster."

"Ke toilet kali ya?"

Mentari bergumam, "mungkin," jawabnya. "Oh iya, gimana hubungan lo sama Bintang?" tanya Mentari mengubah topik pembicaraan.

Seulas senyum langsung tercetak di bibir Bulan setelah mendengar pertanyaan Mentari. "Bintang bilang kalau dia sayang sama gue," jawabnya kelewat ceria.

"Ciee tanda-tanda ada yang mau jadian nih," ujar Mentari sembari mengerlingkan mata dan mencolek dagu Bulan, membuat Bulan salah tingkah.

"Apaan sih!"

"Pokoknya, gue seratus persen dukung lo jadian sama Bintang."

"Meskipun lo sakit hati?" tanya Bulan dengan maksud menggoda balik Mentari. "Kalau lo memang suka sama Bintang, setidaknya kita bersaing secara--"

"Suka itu wajar, Lan." Mentari langsung memotong kalimat Bulan. "Gue memang suka sama Bintang. Tapi gue gak sayang ataupun cinta sama dia. Sekedar suka, kagum, itu doang gak lebih. Dan rasa itu bakalan hilamg dengan sendirinya."

Bulan terdiam. Entah mengapa Bulan jadi melupakan seribu satu kalimat yang semula tersusun rapi di dalam otaknya. Meski Mentari telah mengatakannya puluhan kali, tapi Bulan tetap saja menyangkal. Bulan percaya, jauh di lubuk hati Mentari, Mentari ingin memenangkan hati Bintang. Hanya saja terhalang oleh Bulan yang terang-terangan mendeklarasikan bahwa Bintang adalah milik Bulan dan tidak ada seorang pun yang boleh merebut Bintang dari Bulan. Jujur, Bulan merasa dirinya sangatlah egois.

"Nebula pernah bilang ke gue, meskipun gue dan Bintang saling sayang, gue gak akan pernah bersatu sama Bintang." Bulan berbicara dengan nada sendu sembari menundukan kepala dan mengingat perkataan Nebula yang kembali terngiang di telinganya.

"Kenapa Nebula ngomong gitu ke lo?"

Bulan menggeleng, "Nebula pasti tahu sesuatu yang gak pernah gue tahu selama ini. Atau dia ngomong gitu karna gue selama ini gue gak pernah setuju sama hubungan dia dan Pelangi."

"Ada sangkut pautnya sama mantan lo yang waktu itu lo ceritain ke gue?"

Bulan tidak menjawab, ia malah menghela napas panjang dan mencoba menghilangkan berbagai pikiran buruk yang bersarang di dalam otaknya.

Perhatian Bulan dan Mentari teralihkan ketika Aster datang dengan tergesa-gesa dan langsung menyambar tasnya yang berada persis di samping Bulan.

"Guys, gue balik duluan ya," pamitnya langsung pergi begitu saja tanpa membiarkan Mentari atau Bulan merespon.

Bulan menatap Aster yang sedang menuruni tangga tribun dengan heran. "Tuh anak kenapa sih? Belakangan ini jadi aneh gitu," ucap Bulan memang merasa bahwa sikap Aster belakangan ini terlihat sangat aneh.

"Gue juga gaktau, Lan. Semenjak lo sama Bintang makin deket, Aster jadi kayak gitu."

"Atau Aster berubah karena dia capek berjuang untuk dapatin hatinya Galaxy?"

Bulan & Bintang [TELAH DITERBITKAN]Onde histórias criam vida. Descubra agora