#08

531 28 0
                                    

Happy Reading gesss


"Dek Nova kan tau itu salah. Kalau dek Nova sama temennya kenapa-napa gimana?" Melihat tatapan Pak Pol yang lembut itu, membuat aku tak bisa melepas pandangan dari pria itu. Aku menggeleng cepat saat sadar dengan kelakuan aneh ku itu dan fokus kembali mendengar ceramahnya itu.

"Selain ngebahayain adek dan temennya. Itu juga bisa ngebahayain orang lain. Adek ngga boleh gitu lagi." Aku pun semakin memunduk senunduk- nunduknya mendapatkan ceramah dadakan itu. Sumpah demi apa, yang ngejar sampai pinggir danau adalah Pak Pol Restu, polisi yang ngga pantes dipanggil pak.

Sedari tadi aku diceramahi ini itu. Lebih parahnya Sinta justru menumbalkan aku buat jadi santapan empuk pak pol ini. Bahkan dia tidak melindungiku sama sekali.

"Baik, Pak." ujarku dengan suara melemah.

"Ngga mau dipenjara aja sekalian, Pak?" ceplos Sinta. Aku meliriknya tajam, sialan!

Sedangkan Sinta hanya menyengir sambil mengedikkan bahunya acuh. Sahabat laknat memang.

"Tidak sampe dipenjara juga dek, ini cuma dikasih peringatan saja. Biar ngga ngulangin kesalahan itu lagi." jawab pak pol Restu. Idih kok senyumnya bikin klepek ya? Manis banget ya Alloh.

"Ya ko gitu sih pak. Padahal saya maunya sahabat saya yang resek ini tidur dipenjara loh pak." ujar Sinta kecewa. Demi apa, dia mau aku tidur dibalik jeruji besi itu? Amit amit dah. Lagi-lagi Pak Pol Restu hanya tersenyum  menanggapinya.

"Ya sudah saya dan teman saya permisi dulu. Mari dek." Pak Pol Restu pamit dengan senyum khasnya yang ramah. Aku dan Sinta kompak mengangguk dan tersenyum ke arah dua pak pol itu.

"Kamu kenal pak pol itu dari mana, Nov? Kamu pernah dihajar habis sama dia, atau kamu pernah masuk kantor pol?" berondong Sinta kaya wartawan abal-abal. Aku melengos. Mending liat danau dari pada jawab pertanyaannya itu.

Coba bisa kesini sama Fajar pasti lebih seneng. Tuhkan Fajar lagi Fajar lagi. Ini otak sama pikiran kok adanya Fajar terus sih? Yang lain kek.

"Perasaan aku dari tadi tanya deh. Kenapa malah ngelamun? Ngga baik loh ngelamun, nanti ada makhluk halus nempel." tegur Sinta yang menyikut lenganku pelan.

"Fajar kayanya suka deh sama lo Sin." ceplosku yang membuat Sinta melayangkan tatapan terkejut pada ku. Iya lah, dia kan orangnya cuek kalau masalah gituan. Mana bisa dia tau seseorang suka apa ngga dalam artian cinta sama dia.

"Ngaco kamu, Nov. Fajar kan temen kita, ngga mungkin lah dia suka sama aku." Sinta tertawa kecil diakhir katanya. Tuh kan, dia ngga nyadar. Aku menghela nafas kasar lalu menatap kedanau kembali. Jujur aku juga baru sadar kalau Fajar sepertinya suka dengan Sinta. Tapi kenapa disetiap telponnya dengan Sinta dia selalu membicarakan ku? hah mungkinkah aku hanya sebagai topik pembicaraan bagi keduanya?

Akhir-akhir ini aku memang sering memergoki Sinta teleponan dengan Fajar, meskipun atlit itu sedang sibuk bertanding, tapi dia bisa menyempatkan sedikit waktu untuk menelpon Sinta. Namun untuk aku yang katanya dia kangeni, ngga pernah tuh. Sedikit nyesek, apalagi yang ditelpon sahabat sendiri.

Tapi mau bagaimana lagi. Sepertinya memang harus dikubur sedalam-dalamnya ini rasa. Ngga elitkan, kalau aku dan Sinta berantem cuma gara-gara cowok.

Rasanya aku mau teriakkkk. Fajarr aku sayang kamu. Stupid, kayanya cuma itu kata yang pantas buat aku. Bodoh.

Drett.

Oppo cantikku bergetar meminta diperhatikan. Aku pun mengambilnya dari dalam tasku.

"Mbak tunggu kamu di depan KFC Melati, Nov." tulisan singkat mbak Aul yang mampir di oppo cantikku.

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now