#02

1.2K 58 0
                                    

Happy Reading

Aku dan Sinta pun mengajar seperti biasa disekolah sederhana ini. Sekolah yang baru kami dirikan enam bulan yang lalu, saat aku dan Sinta tidak sengaja melihat seorang anak jalanan sedang membaca buku yang sudah dibuang pemiliknya.

Sungguh pemandangan itu membuatku dan Sinta sangat sedih. Aku yang bisa menuntut ilmu sering melalaikannya, tapi dia yang tidak bisa, sangat bersemangat untuk menuntut ilmu hingga memungut buku yang sudah dibuang pemiliknya.

Aku merasa bahwa aku beruntung bisa menuntut ilmu sampai sekarang karena diluar sana masih banyak yang kurang beruntung. Saat itulah aku bertekad untuk membuat semua anak jalanan bisa merasakan indahnya menuntut ilmu meskipun hanya dengan sekolah sederhana ini.

"Baiklah pelajaran sampai disini dulu ya, maaf tadi kak Nova sama kak Sinta datangnya telat." mereka pun kompak menjawab dengan wajah ceria mereka. Di sekolah ini baru ada sekitar 20 anak jalanan, padahal disekitar sini banyak sekali anak jalanan yang tak bersekolah tapi mungkin ada beberapa orang tua yang lebih memilih anak mereka untuk bekerja membantu keuangan keluarga dari pada menuntut ilmu.

"Habis ini pulang jalan kaki lagi dong." gumam Sinta. Aku pun melirik kearahnya, lalu kembali memasukan buku pada tasku.

"Ya ya lah, masa iya kita terbang." Sinta mendengus mendengarnya. Lalu dia pun turun duluan dari sekolah panggung ini, meninggalkanku yang masih sibuk membereskan bukuku. Tapi yang membuat aku aneh, dia balik lagi masuk.

"Ada apa, kok masuk lagi?" Dia tidak menjawab, tapi justru mengucek matanya.

"Aduh, nih mata aku ngga rabun kan?" gumamnya. Aku mengernyit heran. Dia waras atau gimana? Pikirku.

Akhirnya aku memutuskan untuk keluar. Hari sudah mulai sore, jadi jangan kebanyakan tingkah nanti sampai kosan malam lagi. ups tapi aku tahu, apa maksud dari perkataan Sinta. Dia, bukan, tapi mereka. Ya, mereka ada diluar sekolah, buat apa mereka disitu?

"Kamu lihat Nov?" gumam Sinta yang entah sudah sejak kapan ada di sampingku. Aku hanya mengangguk kemudian menuruni tangga lagi dengan hati-hati. Nggak elit kan kalau aku hati didepan mereka? Sekarang anggap saja tidak ada orang didepan sana.

"Kirain aku yang rabun." ujar Sinta kembali berbisik. Ya, aku kira juga kau gila tadi. Aku dan Sinta pun berniat mengabaikan dua makhluk yang bersandar dibadan mobil.

Tapi nyatanya keberadaan mereka tidak bisa di abaikan. Penampilan yang basah karena keringet dan dengan muka lelah seperti itu justru menambah kadar keseksian mereka. Apa lagi si nyebelin Fajar. Oh tidak aku mikir apaan? Buang jauh-jauh pikiran nyleneh itu Nov, Nov. Fokus dengan jalan di depanmu.

"Kita antar kalian pulang." suara itu, omaygot kenapa terdengar seperti aku mencintaimu. Nova sadar!! Dia itu cuma atlit nyebelin, dan kenapa otak mu itu mikirnya yang aneh-aneh sih. Aku merutuki diriku sendiri. Gile baru segitu saja sudah tergoda. Sungguh murahan sekali aku ini.

"Tidak! Terimakasih." ujar Sinta tanpa membalikan badan. What? Ratu dalil menolak? Tadi siapa yang mengeluh pulang jalan kaki?

"Kita udah nunggu kalian loh, dan anggap aja ini tanda maaf karena buat kalian telat ngumpulin tugas." ujar Rian. Ya, harusnya anggap saja seperti itu. Tapi aku melihat Sinta membalikan tubuhnya dan menghadap kearah mereka. Aku yakin sahabatku itu akan mengeluarkan seribu dalil atau pencerahannya lagi. Sudah ku bilang bukan tadi, Rati Dalil, hihi.

"Untuk itu, terimakasih tapi kita bisa pulang sendiri." Aku berdecak. Kirain mau ngeluarin dalil seperti biasa. cik Sinta, tadi saja ngga mau pulang jalan kaki, trus ada angin apa sekarang mau pulang jalan kaki? Aku pun menghela nafas, kalau disuruh milih sih aku lebih baik naik mobil mereka. Jadi kaki aku ngga sakit lagi hikss.

"Kita terima." ujar ku yang kemudian menarik tangan Sinta. Urusan Sinta mencak-mencak biar belakangan diurusnya. Yang terpenting sampai kos lebih dulu.

Rian pun tersenyum mengangguk sedangkan si Fajar nyebelin udah nylonong masuk ke mobil. Dasar pria nyebelin. Maafkan aku Sinta, tapi aku tidak mau jalan kaki kali ini. Apa lagi ini sudah sore nanti kalau ada abang-abang jahat giman? Ngeri.

Lebih baik aku dengerin musik pake handset dari pada aku dengerin si nyebelin Fajar ngegrutu atau Sinta yang akan kembali dalil sebentar lagi.

Ini yang nyetir tau jalan ke kosan ngga ya? Kalau ngga gimana? Tapi kan aku males ngomong sama si nyebelin itu. huft tapi untungnya Sinta sudah memberitahu si pengemudi. Dilihat dari mobil yang semakin dekat dengan area kosan kami.

Dia kalau lagi diem gitu ganteng juga. Lihat, bulu mata yang lentik, alis tebal, tubuh tinggi, badan yang cukup atletis untuk ukuran pria dan bibir yang tipis dan merah alami seakan mengundang tanganku utuk menyentuhnya. Ohmaygoss Nova! Kamu mikir apaan? huss buang itu pikiran tentang Fajar, apa lagi bagian yang mau nyentuh bibir tipisnya. Mikir apaan aku.

Lamunan ku buyar ketika aku disenggol Sinta untuk turun. Oh rupanya aku keasikan melamun sampai ngga sadar mobil sudah berhenti.

Sebelum turun aku dan sinta pun mengucapkan terimakasih pada ganda putra itu.

Mungkin sejak saat itu lah hubungan kami lebih dekat, tapi bukan berarti aku bisa akur dengan si nyebelin Fajar Alfian.

Di setiap pertemuan yang kami adakan disela-sela kesibukan mereka mengikuti pertandingan bulutangkis. Aku dan Fajar bukannya akur sebagai teman seperti Sinta dan Rian. Justru kami berdua lebih seperti tikus dan kucing yang selalu bertengkar. Ada saja yang menjadi topik bertengkar kami. Kalau tidak bertengkar dengan ku mungkin hari-hari Fajar kurang sempurna. Tetapi kucing dan tikus juga bisa saling akur kan? Meskipun hanya sesekali.hehe

Sedikit banyaknya aku juga sudah mengenal sifat dari keduanya. Bagaimana Rian yang sangat lembut dan dewasa, namun juga terkadang konyol. Ya, mengenal keduanya dari akhir 2018 sampai sekarang awal 2019 kami sudah saling mengenal sifat masing-masing. Seperti aku yang juga sedikit banyak mengetahui sifat teman bertengkar ku, Fajar.

Dia super duper jail dan ngeselin, namun juga terkadang dia cukup perhatian. Dan kalian tau? Kenapa aku sering bertengkar dengan Fajar. Itu karena sikap jahilnya yang overdosis. Setiap perkataannya selalu saja mau menang. Seperti keinginannya yang selalu ingin menang di setiap pertandingan. Karena itu juga aku menjulukinya Mr. Badminton. Pria yang sangat menggilai dunianya, dunia bulutangkis.

Dan kudengar Fajar dan Rian juga akan mengikuti pertandingan Yonexs All england 2019 bulan maret nanti, dan katanya turnamen itu salah satu turnamen bergengsi seperti tahun yang lalu saat di India.

Pertandingan yang merupakan cabang dari BWF yang memiliki enam tingkatan cabang dan aku doa kan semoga mereka bisa menjadi juara. Kalau pun tidak ya, Mr. Bandminton Fajar si nyebelin kaya kucing dan Rian bisa masuk ke babak final.

Meskipun dia nyebelin tapi dia selalu bisa membuat orang disekitarnya tersenyum dan kesal secara bersamaan karena kejailannya.

Seorang Fajar Alfian yang serius jika dalam lapangan bulutangkis tapi akan menjadi Fajar super duper nyebelin saat diluar pertandingan dan lapangan.

"Hayooo, lagi mikirin siapa?" ujar Sinta yang membuat pikiran ku yang melayang langsung masuk dalam kepala cantikku lagi.

"Kepo, kaya peliharaannya dora," dih dia malah tersenyum geli. Biasanya saja kalau dikatain seperti itu dia sudah mencak kaya ikan keluar dari air.

"Kenapa Sin? Ko senyum gitu sih. Aku jadi takut deh," ujarku. Dia justru menekuk bibirnya kesal.

"Kamu kira aku gila Nov! hih sembarangan. Orang aku yang mau ngatain kamu kaya orang gila ko." ujar sinta mencebik kesal.

Dih dia ngambek. Aku kan cuma nanya. "lah kenapa aku yang gila? orang kamu yang senyum ngga jelas kok."

"Jelas-jelas kamu yang senyum-senyum sendiri. Hih orang gila." ujar Sinta yang pergi dengan menghentakan kakinya.

Dia bilang aku yang senyum-senyum sendiri?heh orang aku ngga senyum-senyum sendiri kok. Dia bener gila kali ya.

Aku pun menggeleng dan menyusul Sinta yang sudah melenggang itu.


Segitu dulu yah heheh maaf kalu ngaco.dilarang copas

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now