#10

518 27 0
                                    

Happy reading.

Seperti permintaan Rian yang sudah ku sanggupi kemarin, saat ini aku sedang berkeliling mall dengan Rian. Sudah hampir satu jam kami berkeliling namun masih saja Rian menarik ku untuk memasuki setiap toko, bukan karena Rian yang belum menemukan barang yang dia cari, tapi lebih ke pria itu yang ingin mengajak ku berkeliling mall sampai kakinya leyor dia bilang. Ceilah bukan kakinya yang leyor tapi kaki ku yang bakal leyor duluan. Selain karena mengelilingi mall ini, juga karena ternyata fans-nya Fajri membludak di mall ini, aku sampai ngeri lihatnya.

Seperti saat ini, tubuh kecil dan mungil ku ini sudah terpental kesana kemari karena terdorong fans fanatis Rian. hiks ibu anak mu yang cantik ini terdesak. Aku sempat melihat Rian yang hendak merai tangan ku yang terdorong jauh darinya, soswett. Tapi sayangnya terhalang fans. Jadi dia tak bisa menarik ku mendekat.

"Permisi, maaf saya ngga bisa satu-satu ngeladeni kalian. Kasihan sahabat saya." ujar Rian sopan dengan senyum menawannya, kemudian menerobos keluar kerumunan fans-nya itu untuk berjalan ke arah ku yang hanya berjarak beberapa langkah darinya.

Dia tersenyum lembut kearahku, aku tau dia akan bergumam kata apa saat melihat muka judes yang ku buat-buat ini.

"Maaf." gumamnya dengan nada bersalahnya. Yaps itu lah Rian, atlit kelahiran Bantul, Yogyakarta itu sungguh sangat perhatian dan lembut, terlepas dari pribadinya yang sedikit irit bicara. Dia merubah raut wajahnya setelah melihat ku terkekeh geli kearahnya. Ahh manis banget mas Jom ini.

"Seperti biasa, aku tertipu dengan wajah kamu ini." Dia menowel hidung pesek ku ini. Omaygot shinship? Aku melotot kearah Rian. Tapi Rian dengan enteng tersenyum, padahal dibelakang fans-nya sedang menatap kami berdua dengan pandangan tanya yang sangat kentara. Jelas Rian tak melihat, orang dia menghadap kerahku sedangkan aku mengadap kerah fansnya. Cilaka dualas ini mah batinku.

"Dibelakang masih ada fans mu Rian! Kalau nanti aku dicakar habis sama mereka gimana?" bisikku yang sedikit mencondongkan tubuhku kerahnya. Rian pun membalikan tubuhnya dan tersenyum kearah fans yang memandang kearahnya. Bener-bener dah atlit satu ini.

"Kok aku ngeri ya, Nov." hidih dia aja ngeri, apa lagi aku? Aku pun memilih melangkahkan kaki ku terlebih dahulu,aku sempat mendengar rian mengucapkan kata permisi pada para fansnya sebelum mengekoriku. Dia berjalan mensejajarkan dengan langkah pendekku.

"Kita kemana?" tanya Rian. Aku melirik sekilas kearahnya.

"Gimana kalau kita pulang? Aku capek." usulku. Dia pun mengangguk dengan mudah, anak baik pikirku. Kami berdua pun beriringan ke parkiran mall, banyak pasang mata yang melihat kearah kami. Aku pun berbisik pada Rian.

"Ada yang salah dengan penampilan ku?" Aku bertanya sambil menelisik penampilanku, sepatu putih, gamis biru dongker denga jilbab senada, tidak ada yang masalah. Rian menggeleng sebagai jawaban. Pria itu sepertinya menatap geli ke arahku ini.

"Kamu ngga nyadar, kamu jalan sama siapa?" Aku pun mengerutkan keningku, ups aku baru inget. Rian yang menyadari pun semakin menatap geli. Aku baru ingat aku kan jalan dengan atlit bulutangkis yang jago. Bagi beberapa orang mungkin biasa saja, tapi bagi penggemar olahraga apalagi bulutangkis pasti ini tidak biasa. Mereka seperti melihat artis idola mereka yang pasti akan berteriak histeris dan langsung meminta foto atau tanda tangan.

"Jangan-jangan selama ini aku nggak kamu anggap terkenal ya, Nov?" ujar Rian sambil memasang wajah menelisik. Aku pun terkekeh.

"Mana mungkin. Cuma kadang aku lupa aja." ujarku terkekeh. Kami pun berjalan beriringan hingga sampai parkiran.

Aku dan Rian pun tak lama akhirnya sampai juga di depan kosan. Aku melihat didepan sana ada Fajar yang sedang berbincang dengan Sinta. Sungguh pasangan yang serasi, pikir ku. Aku menghela nafas sebelum mendekat kearah mereka.

"Hoho ada yang lagi pacarani," godanya, seperti biasa Sinta hanya akan menanggapi dengan geleng kepala, Rian yang mengekor dibelakang ku terkekeh.

"Harusnya tadi kita jalan-jalan dulu, jadi ngga akan ganggu mereka." Rian ikut menggoda Sinta/Fajar. Aku mengangguk mengiyakan.

"Gimana kalau kita pergi lagi ajah, Ian?" Aku pun dengan sengaja menarik pelan lengan Rian untuk menjauh, tapi sebelum itu suara seseorang membuatku membalikan badan kembali.

"Berhenti menggoda jerry!! Mau ku goda balik?" gumam Fajar, dia mengedipkan matanya.

"Silakan saja! Aku sudah kebal." tantangku lalu melangkah kan kaki ku masuk kekosan. Aku mau ganti baju. Samar-samar aku mendengar fajat tertawa dan sedikit mendengar pembicaraan mereka yang ada diluar.

"Kalian habis nge-mall tapi ngga ngajak aku." ucap Sinta dengan nada cemberut yang ku yakini hanya untuk menjali Rian.

"Kalau aku ngajak kamu juga kasihan si Fajar, pasti ngga ada temennya." Rian menjawab dengan kekehan kecilnya.

"Temen ku banyak Ian, tapi bener tuh kata Sinta. Lo ngemall ngga ngajak kita-kita."

"Kalau kita ngajak kamu yang ada bukan nge-mall namanya, tapi debat," selaku yang kemudian duduk lesehan didepan kosan setelah mengulurkan air dingin pada Rian. Pria itu pun menyambutnya.

"Makasih." ujarnya. Aku pun mengangguk.

"Kalau Sinta mungkin oke oke aja kita ajak, tapi kalau kamu? ya gitu deh." ucapku. Rian dan Sinta tertawa mendengarnya.

"Maksud kamu aku biang kerok gitu?" Aku mengangguk. Fajar pun mendengus.

"Aku bukan biang kerok Nov! Tapi bapak kerok." dengus Fajar kesal lalu memutar bola matanya malas. Sore hari menjelang magrib pun akhirnya kita berempat habis kan untuk bercanda ria sampai salah satu dari kita ada yang mengalah dan mengatakan kalah.

"Lama-lama Rian pusing kalau jalan sama kamu terus, Nov." ujar Fajar. Aku mendengus mendengar ucapan Fajar.

"Itu mah kamu." ujarku.

Masa-masa seperti ini lah yang membuatku masih menyimpan rasaku rapat-rapat. Aku takut jika sampai salah satu dari mereka mengetahuinya, masa dan hari seperti ini hanya akan tinggal sebuah khayalan dan masa yang hanya bisa dikenang. Karena aku tahu, tidak semua bisa tetap sama seperti saat ini jika sampai ada yang mengetahui perasaanku, semua akan berubah seperti perasaanku yang dulu hanya ku kira sebatas teman tapi nyatanya berubah menjadi cinta.

Dan aku juga tahu persahabatan atau pertemanan ini akan berubah, entah berubah ke titik kehancuran atau ketitik lebih baik jika aku mengatakan perasaan ku. Yang aku tau semui ini pasti akan berubah. Entah siapa yang akan memulai nya terlebih dahulu, tapi aku tidak mau itu semua berubah, aku ingin hari hari seperti ini tetap ada meskipun aku harus mengubur jauh-jauh perasaanku. Aku tidak masalah.

Aku tidak munafik, aku bukan gadis baik hati dan sholeha. Jujur aku sangat ingin Fajar mengetahui perasaan ku padanya, mana ada gadis yang hanya ingin memendamnya,aku tau semu gadis bahkan aku sendiri ingin perasaan ini bukan hanya untuk dipendam melainkan untuk di balas,tapi aku juga harus berfikir seribu kali untuk itu. Jika aku berani melangkah, aku juga harus berani menerima konsekuensi dari langkahku.

Namun sayangnya, aku tidak berani menerima konsekuensinya. Katakan lah aku pengecut atau lemah, tapi itu lah kenyataannya. Aku takut menerima konsekuensinya, aku takut semua yang sudah berjalan indah akan berubah hancur. Aku takut, aku takan bisa lagi melihat senyum indahnya. Aku takut, aku tidak bisa lagi menikmati hidup nyamanku. Karena nyamanku sebagian ada pada dirinya, senyumnya, tawanya, jailnya dan semua perhatiannya adalah tempat ternyaman ku, meskipun hanya sebatas teman, tidak lebih.

Biarlah perasaan ini hanya kusimpan sendiri karena cinta tak selalu harus terucap dari bibir,cinta tak juga harus diketahui dan cinta tak harus selamanya terbalas.

Asal semuanya tak berubah, aku akan selalu menyimpan perasaan ini.

"Kita balik dulu, lain kali kita bisa pergi lagi." ujar Rian padaku. Aku pun mengangguk.

"Hati-hati." ujarku pada keduanya.

Hallo eheh.. semoga suka yah
Maaf kalau ada salah salah kata.

See you

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now