#09

465 32 0
                                    

Happy Reading

Aku masih menampilkan wajah datar plus tak bersahabat. Aku bukan
tidak senang si atlit bulutangkis ganda putra Indonesia yang jadi buah bibir ini pulang. Tapi siapa yang tidak kecewa bahkan enek tujuh tingkat, kalau tidak diberitahu kepulangannya. Ya, mungkin ini suprais atau apalah itu aku tak tahu, yang jelas benar-bener sukses. Sukses buatku seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Dikabari mereka sedang apa pun jarang, bagaimana bisa aku tahu keduanya akan kembali.

"Ayolah, kamu mau pasang muka kecut kamu terus, kaya gitu?" Fajar menunjuk wajahku dengan dagu lancipnya itu plus dengan nada menggodanya itu. Aku berdecak tak suka mendengarnya, lalu memilih melihat kearah Rian yang duduk disamping Fajar tepat didepanku. Oh iya kami memang sedang duduk lesehan dikarpet depan kosan yang digelar sinta beberapa menit yang lalu. Karena tak mungkinkan aku atau Sinta membawa mereka masuk kedalam. Apa kata orang sekitar? Bisa bisa heboh.

Rian menatapku dengan senyum hangatnya. Seperti biasa, dia memang yang paling bersahabat dengan tingkah ku, dia tidak akan ikut menjaihiliku seperti Sinta atau Fajar. Dia lebih menjadi zat yang bisa menetralkan keadaan. Entah seperti saat ini atau saat aku mulai bereaksi dengan si jail Fajar. Dia memang sedewasa itu, tapi ada kalanya dia juga ikut gile seperti Fajar.

"Aku mau masuk!!" ucapku judes, Aku menutup pintu kosan dengan sedikit keras, katakanlah aku anak kecil,tak apa. Tapi aku mau ganti baju jadi aku tutup pintunya. Masa ia mereka mau nonton aku? Kan no banget. Setelah mengganti baju dengan baju santai dan jilbab instan warna kuning kunyit,aku pun keluar dan duduk ditempatku kembali.

"Aku kira kamu mau marah kaya di film-film." ujar Fajar dengan tampang tengilnya yang membuatku ingin memukulnya dengan raket. Tolong berikan aku raket agar bisa memukul wajah tampan yang tengil itu.

"Ceilah, korban film bos." gumamku acuh lalu mencomot kacang telur yang ada dipangkuan Rian dan melahapnya seperti kesetanan. Sinta, dia hanya menatapku dengan senyum gelinya.

"Makan yang bener! Itu kacang ngga akan kabur, kecuali Fajar bawa pulang." Rian mengacak kepalaku yang terbalut hijab, setelah menyerahkan segelas air putih. Gara-gara si tengil, jail Fajar aku jadi keselek kacang telur. Si jail dan nyonya dalil hanya terkekeh melihat ekspresi ku yang merah ini.

"Aku juga ngga berniat kok bawa kabur kacang telur kamu itu, justru aku niatnya bawa si nyonya dalil ini." Fajar melirik jail Sinta yang duduk didepan Fajar.

Ukhukkk.

Aku tersedak untuk kedua kalinya dan Rian dengan sigap kembali mengulurkan gelas yang berisi air putih yang tinggal setengah itu. Aku meneguknya hingga tandas. Tak sersisa setetes pun. Kaget, terkejut, entah lah mana yang mendominasi toh keduanya juga memiliki kesamaan. Apa baru saja Fajar mengungkapkan perasaannya? Seperti nya iya. Tapi sayang nyonya dalil/Sinta tak dapat menangkap maksud lain dari ucapan Fajar.

Dia hanya menganggap ucapan Fajar sebagai guyonan seperti biasa untuk menjaili/membuatku kesal. Sudah ku bilang bukan, si nyonya dalil ini terlalu acuh atau tidak peka. Tapi bukan berarti dia tidak pernah jatuh dalam pesona laki-laki ciptaan Tuhan. Dia juga manusia biasa yang bisa jatuh dalam pesona seorang laki-laki,tapi dia lebih suka memendam dan menyebut dalam doa.

"Kamu kenapa Nov? Kamu keselek karena kaget? Atau karena kamu suka sama aku." Fajar menatapku dengan senyumnya itu.

Deg.

Aku mematung mendengar ucapan Fajar yang terlontar dengan nada menggodanya itu. Entah kenapa dia seperti mengetahui rahasia tentang rasa yang masih kusembunyikan ini. Rian dan Sinta juga kompak menengok kearahku dengan pandangan yang jelas keduanya berbeda. Saat aku melihat Rian, dia seperti, aah entah lah aku juga tak tahu. Saat melihat Sinta, dia menampilkan ekspresi menggodanya.

Aku mencoba tersenyum mengejek seperti biasanya, kendati hati ini sebenarnya dag dig dug tak karuan tapi aku tipe orang yang bisa mengendalikan ekspresiku dengan cepat. Keuntungan memiliki sifat urakan dan cerewet, aku bisa dengan mudah mengubah bentuk ekspresiku layaknya bunglon yang dapat menipu musuhnya.

"Iya aku memang suka sama kamu!" Aku menjeda ucapanku, aku melihat ekspresi fajar sedikit berubah, hanya sedikit. Kemudian aku melihat melihat ekpresi Sinta dan Rian. Rian masih dengan ekspresi yang sebelumnya. Menatapku lekat seolah mencari kebohongan dari apa yang aku ucapkan.

"Suka pengen jitak kepala kamu." lanjutku lalu tertawa mengejek kearah Fajar yang mendengus ke arah ku. Aku memang serius mengatakan aku suka sama padanya tapi sepertinya, itu membuat Fajar sedikit tak nyaman. Terlihat dari ekspresinya yang langsung berubah, entah berubah kearah mana? Aku tidak tau. Yang jelas, diasepertinya memang tak pernah memiliki rasa padaku.

Aku menghembuskan nafasku, disela-sela kami tertawa karena cerita Fajar-Rian selama diswiss dan sepertinya kegiatan ku itu tak luput dari pandangan Rian yang menatapku dengan pandangan seperti bertanya kenapa? Aku hanya menggeleng lalu mengukir senyum untuk memberitahu Rian bahwa aku baik-baiknya, selain hati ini yang merasa tidak baik tentunya.

Rian pun kemudain tersenyum lembut kearah aku. Lalu kami pun mengalihkan pandangan kembali pada Fajar.

"Biasa jail, mana bisa sehari diem." selaku. Mendengar cerita Fajar tentang kejailan nya selama diswiss, Rian terkekeh mendengarnya. Sedangkan Fajar mengangguk mengiyakan gumamanku, dia tak lepas dari wajah ayu yang berada didepannya. Siapa lagi kalau bukan Sinta. Melihat itu ada sedikir rasa perih disudut hatiku, tapi aku mencoba mengontrol nya.

"Rian." panggil ku lirih, Rian bergumam menjawab panggilanku. Membuat Sinta dan Fajar mengalihkan perhatiannya ke arah ku, aku mendengus mengetahui itu.

"Biasa aja lihatinnya, ngga usah kepo!" dengusku. Fajar, Sinta hanya tertawa geli.

"Ada apa?" tanya Rian saat aku hanya diam tak melanjutkan ucapanku. Sinta dan Fajar sudah kembali pada dunia nya masing-masing yang mereka buat. Aku menggeleng menjawab pertanyaan Rian, entah kenapa aku jadi tidak mood untuk berbicara.

Rian pov.

Entah kenapa gadis cerewet nan bar-bar dihadapanku ini seketika langsung diam tak berniat membuat guyonan seperti biasa atau pun tertawa renyah. Iya, gadis bar-bar yang cerwet ini tak lain adalah gadis yang dulu pernah menolong aku dan Fajar saat mobil kami mogok. Aku masih ingat dengan jelas perkataannya yang mengatai Fajar minim kewarasan itu, kadang aku tersenyum sendiri membayangkan awal pertemuan kami itu.

Dia gadis cerewet yang mudah bergaul dan tidak pernah jaim, dia apa adanya, tanpa dibuat-buat seperti kebanyakan gadis. Dia juga berbeda dengan sahabatnya, yang lebih sedikit pendiam dan pastinya irit bicara, dia tak lain Nova.

Dia sempat memasang wajah kecut dan jutek saat pertama kali melihat kami dihadapannya, mungkin sedikit kecewa karena kami tak memberitahu tentang kepulangan kami keIndonesia setelah pertandingan di Swiss.

Aku juga sempat menangkap wajah terkejutnya saat Fajar mengatakan akan membawa Sinta, dan mengatakan apakah Nova menyukainya. Aku bukan tipe pria perasa atau peka, tapi aku juga bukan pria yang bodoh. Aku bisa melihat tatapan berbeda yang Nova tunjukan pada Fajar, entah itu apa? Namun saat dia mengatakan kalau dia suka dengan Fajar, aku bisa merasakan ucapannya memang mencerminkan perasaannya tapi dia titupi dengan sikap bar-bar dan candaanya.

Gadis manis dengan kecerewetan yang mampu membuat semuanya tertipu, tapi tidak dengan ku. Aku bisa melihat sisi lain pada Nova. Entah itu hanya menurutku atau memang ada sisi lain yang memang dirinya.

Akupun memiliki satu ide untuk membuat gadis didepanku itu kembali tersenyum seperti tadi. Melihatnya murung membuatku tak suka.

"Besok kamu mau nganter aku kemall?" tawarku, mengalihkan perhatiannya dari toples kacang telur kesukaannya. Dia tersenyum mengangguk, aku tahu dia pasti akan mengeluarkan ejekannya atau apa pun itu.

"Cowok kok ngemall" cibirnya dengan senyum mengejek. Aku tidak tersinggung, aku justru tersenyum mendengarnya. Itu memang kebiasaanya.

"Emang cowok ngga boleh ngemall, cowok juga butuh jalan-jalan kali." jawab ku. Dia terkekeh menyambut perkataanku.

Baru beberapa menit lalu dia seperti murung dan tak berselera tapi sudah berubah lagi.

"Gadis manis." batinku.

Semoga suka heheh.
Aku ngga bisa bikin cerita yang woe gitu hihi

Salam Author*

VaaIhzaBakhtiar.

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now