#22

478 21 0
                                    

Happy reading all..

"Aku ingin menghindari, bukan ingin bertemu. Tetapi Tuhan menakdirkan ku sebuah pertemuan,"
(Nova Maharani)


Hidup itu apa sih? Apa dan bagaimana? Kenapa hidup selalu membuat ku tidak pernah lepas dari dia. Dia, dia yang selalu menghantui malam dan hidup ku. Dia yang membuatku jatuh cinta dan dia juga yang membuat ku jatuh sejatuh jatuhnya dalam kesakitan.

Tuhan, maaf kan hamba mu yang hina ini, yang selalu mengeluh dan terus saja mengeluh. Tanpa tahu rasa bersyukur. Aku kembali dalam dunia nyataku. Dunia yang membuatku merasakan artinya dihancurkan.

Saat ini aku pun hanya dapat berdiri kaku, seakan organ gerakku tak ingin berfungsi sebagai mana mestinya. Disana, tepatnya dihadapan ku, berdiri bangunan kokoh yang dulunya hanya sebuah bangunan panggung yang hanya sepetak, bangunan yang ku gunakan untuk mengajar. Namun sekarang, bangunan itu sudah bukan bangunan panggung yang hanya sepetak, sekarang bangunan itu sudah terlihat seperti tujuan dan fungsinya, yaitu belajar. Bangunan didepan ku ini adalah bangunan yang baru saja hampir setengah tahun lalu direnovasi.

Sayang sejuta sayang, saat proses itu berlangsung aku tidak ada diantara mereka. Aku terjebak dalam kehancuran ku, aku terjebak dalam suasana yang mengharuskan aku menghindar. Bukan menghindar dari anak didik ku sendiri, melainkan dari sahabatku yaitu, Sinta.

Aku berperang antara logika dan perasaan. Perasaan mengatakan aku ingin melangkah masuk namun logika ku menghalanginya. Logika ku mengatakan, jika aku masuk, mungkin saja aku akan bertemu dengan sahabat yang ku hindari. Sahabat yang ikut andil membuatku merasakan semua rasa sakit yang ku alami sekarang. Tak mungkinkan kalau dia tidak ada didalam sana. Aku tahu pasti dia ada disana.

Aku menghembuskan nafas ku kasar setelah berperang cukup lama dengan hatiku. Untuk kali ini perasaan ku lah yang menang. Aku melangkahkan kaki ku yang terbalut sepatu warna putih kedalam bangunan yang dinamakan sekolah.

Dalam hati aku terus berdoa semoga yang ku hindari dapat ku hindari juga hari ini. Aku belum siap untuk bertemu mereka.

Selama melangkah masuk, aku melempar senyum ku pada beberapa tenaga pengajar yang berpapas dengan ku. Aku terasa asing dengan sekolah ini, namun hatiku menghangat saat terbayang aku juga ikut andil untuk adanya sekolah ini saat ini.

"Kak Novaaaaa..," teriakan melengking dari arah belakang membuatku menengok, namun sebelum menengok kebelakang.

Aku merasakan pelukan dipinggangku sehingga aku mengurungkan niatku.
Ada beberapa pasang tangan kecil nan mungil yang melingkar di pinggangku saat ini, bahkan bukan dari arah belakang saja. Melainkan dari samping kanan-kiri dan sekarang bahkan didepan ku pun ada. Hingga otomatis aku pun membalas pelukan mereka.

"Kak Nova kok ngga pernah Dateng kesini? Trus juga nggak pernah ngajar lagi?" ujar suara manis Lala, dan diangguki oleh yang lain. Aku tersenyum, lalu mensejajarkan tinggi ku dengan tinggi mereka. Yang sekarang sudah berpindah hingga berada didepan ku semua.

"Ayo kak Nova jawab!! Bukannya kakak dulu bilang kakak juga bakal tetep ikut ngajar, tapi ko ngga." ujar si tampan Adji cemberut. Aku terkekeh mendengar keluhannya itu.

"Kan udah banyak yang ngajar, jadi kakak rasa kakak ngga dibutuhin lagi deh." ujar ku memasang wajah lesu ku. Mereka semua, Lala, Adji, Edi, dan Endah kompak menggeleng.

"Kita semua tetep butuh kakak kok. Aku, Endah, Lala, Adji, Fiki, dan yang lain kangen banget sama kak Nova." kini giliran si usil Edi yang angkat bicara. Aku pun mengusap puncuk kepalanya dengan lembut.

"Iya kak, setiap kali kita tanya kak Sinta, pasti jawabannya kakak lagi sibuk." Endah pun ikut bersuara.

Aku pun mengacak rambut mereka gemas. Benar kah mereka semua kangen dengan sosok ku yang slengean ini. Aku terkekeh sendiri.

"Yang dibilang kak Sinta itu emang bener, kak Nova lagi sibuk banget. Banyak PR kaya kalian." jawabku.

"Tapi kalian tetep semangat kan belajarnya? Yang lain juga masih tetep sekolah kan?" tanya ku. Mereka semua mengangguk bersamaan. Aku lega mendengarnya.

"Aku kangennn banget sama kakak." ujar Lala tiba-tiba memeluk ku kembali, disusul dengan tiga bocah menggemaskan lainnya. Aku yakin jilbabku akan acak adul hihi. Aku pun memeluk mereka semua dengan cepat saat aku yang hampir terjungkal kebelakang, kalau saja tidak ada seseorang yang menahan ku dari belakang mungkin aku sudah benar-benar terjungkal.

Mereka semua kemudian melepas pelukan mereka lalu menunjukan cengirannya kearahku. Aku mendengus antara kesal dan bahagia.

"Kalian kalau meluk ngasih aba-aba dulu kek, jadi kan kakak bisa siap-siap biar ngga ke jungkel kebelakang." protesku kemudian berdiri membenarkan jilbab dan gamisku. Mereka tetap saja hanya menyengir bak kuda. Kuda kegirangen dapet rumput enak hihi.

Seakan baru sadar ada seseorang yang tadi sempat menahan tubuh ku dari belakang. Aku pun membalikan tubuhku kebelakang, dan betapah terkejunya aku..ehh terkejut maksudku..

Tubuhku bakan sudah membeku bak batu es balokan yang berjejer rapi dipabrik pembuatan es.

Didepan ku, berdiri dua orang yang masuk dalam jajaran orang yang ku hindari. Didepan ku berdiri Fajar/Rian yang menatap ku dengan pandangan. Aah sial aku tidak tahu dengan pandangan apa, terserah mereka ingin memandang ku dengan pandangan apa.

Aku membalikan tubuhku kembali menghadap Lala dan yang lain untuk memutus kontak mata dengan mereka berdua.

"Kalian ngga masuk?" tanyaku. Mengalihkan sejenak pikiran ku dari ganda putra dibelakangku itu. Mereka semua kompak menggeleng.

"Kita lagi istirahat kak." jawab Edi mewakili yang lain. Aku tersenyum. Lalu menyodorkan dua tas bahan kain yang sempat ku letakan dibawah pada Edi.

"Kalau gitu kalian bisa makan jajan yang kakak bawa, jangan lupa bagiin sama yang lain juga,"

Edi mengangguk semangat dan dengan wajah cerianya menerima tas tersebut.

"Siap kak Nova. Kakak memang terbaikkkk." jawab Edi, yang lain pun bersorak gembira.

"Ayo kita kebawah pohon mangga, nanti kita ajak yang lain juga." ujar Adji. Mereka semua pun langsung berlari kearah pohon mangga yang tak jauh dari kami.

Aku tersenyum melihat mereka. Akhirnya aku bisa melihat mereka juga.

"Sudah selesai dengan mereka. Kini giliran dengan kita." suara itu. Suara yang sangat dulu amat bisa membuatku tenang kala sedang gelisah. Aku menghembuskan nafas ku pelan. Lalu kembali menghadap kearah ganda putra yang ada di belakangku.

Belum sempat aku membalas Rian. Aku mendengar teriakan memanggil dua ganda didepan ku, yang kemudian disusul dengan datangnya seorang gadis atau perempuan terserah kalian. Yang lari dengan mengangkat sedikit roknya agar tidak terinjak. Dia menghampiri ku dan tentunya ganda di depanku ini. Sudah pastilah gadis itu kemari untuk melihat ganda itu datang.

"Nov Novv." teriaknya lagi yang sempat terkejut, dia pun langsung menunjukkan wajah bahagia saat melihat keberadaan ku juga. Dia sudah sampai di tempat ku berdiri.

Aku mundur saat perempuan itu akan memeluk ku. Mendengus kesal. Kenapa sekarang malah semua orang yang ingin ku hindari dan tidak ingin ku temui justru bertemu di satu tempat yang sama. Bahkan diwaktu yang sama.

"Nova." panggil Sinta kecewa. Ya, perempuan yang akan memeluk ku tadi, yang tak lain adalah nyonya dalil. Aku hanya berdecak tak suka. Mengalihkan pandangan ku dari tiga makhluk yang sekarang berdiri dihadapan ku.

Aku lebih memilih memandang Edi dan yang lain memakan apa yang aku bawa, mereka jauh lebih menarih untuk ku lihat dari pada tiga makhluk ini.

Ku harap disaat-saat seperti ini mbak Aul atau mas RDH menghubungiku. Aku ingin mereka membantuku agar aku terlepas dari suasana yang sangat tidak mengenakan seperti ini.

Aku belum siap melihat mereka. Rasanya setiap kali melihat mereka, luka itu akan kembali terbuka, dan aku tidak bisa menahan sakitnya.

"Ikut kita!"

Bersambung..

Akhirnya aku bisa updet lagi tentang mereka berempat hehe..
So..tunggu kelanjutannya ya..

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now