#13

442 23 0
                                    

 Happy Reading

Hari berganti begitu cepat, tak terasa tinggal dua minggu lagi acara pernikahan ku dan Fajar akan dilangsungkan. Aku sempat ragu dan bingung untuk memberitahu Sinta tentang Fajar yang mengajakku menikah tiba-tiba. Namun setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya aku pun memberitahunya. Apa pun harus ku hadapi, karena aku sudah memilih pilihan ini, menerima lamaran mendadaknya itu.

"Aku bahagia mendengarnya Nova, kenapa kamu baru bilang sekarang? Tapi ngga papa yang penting kamu udah kasih tau aku. Aku jadi ngga sabar, kapan hari H nya. aaa aku pengen secepatnya dan pokoknya aku harus ada disamping kamu."

Aku tak menyangka Sinta akan sangat bahagia mendengar berita itu, aku kira dia akan kecewa padaku. Hah memang manusia hanya bisa menebak, padahal belum tentu tebakannya itu benar. Dan satu lagi yang membuatku tak percaya, saat dia mengatakan apa yang sangat ingin aku tahu sejak dulu.

"Hehe Fajar ngga mungkin suka sama aku. Kamu itu ya, makanya kalau ada apa-apa itu langsung diomongin jangan nyimpulin sendiri. Dan aku juga sama sekali ngga suka sama Fajar, kita itu sama kaya kamu dengan Rian. Kita berdua cuma sahabat. Dia itu suka sama kamu, cuma dia gengsi bilangnya karena kamu sama dia kan sering banget bertengkar apalagi Fajar sering jaili kamu."

"Dan kamu mau tau aku suka sama siapa? Aku sebenernya suka sama Rian, aku selama ini dekat sama Fajar karena aku mau tau semua tentang Rian dari si jail itu."

Ucapan Sinta waktu itu lah yang membuatku benar-benar terkejut dan tak percaya dengan semua itu. Ternyata dia tak mencintai Fajar dan justru menyukai Rian? Dan selama ini juga Fajar ternyata mencintaiku? Tapi tatapan itu, tatapan itu seperti menyiratkan cinta untuk Sinta. Hah, tapi berhentilah menyimpulkan segala sesuatu Nova, toh nyatanya dia mencintaimu kan Nov Nov, bukan mencintai Sinta.

"Ibu guru ngelamun terus." tegur Sinta membuat lamunanku seketika buyar. Aku kemudian mendengus padanya yang menyengir tanpa dosa itu.

"Kenap sih? Udah mau nikah juga bengong terus." Sinta duduk disampingku. Wajahnya masih menyiratkan rasa penasaran, membuat aku mengela nafas pelan.

"Ngga kenapa-kenapa. Kita jadi kan kesekolah?" ucapku mengalikan perhatian Sinta. Dia menepuk jidatnya lalu menyengir saat mengingat  sesuatu.

"Aku minta maaf ya. Kayanya aku ngga bisa Nov Nov, kamu sendiri ajah ya? Aku ada urusan nanti." ujarnya panjang lebar sambil memasang wajah menyesal karena tidak bisa ikut denganku. Aku menghela nafas kembali, mengangguk sebelum menjawab.

"Ya deh." ujarku malas. Sinta langsung memeluk ku girang. Ya amsyong, udah kaya dapet lotre ajah ni anak sampai girang banget. Untung aku tidak terjungkal kebelakang.

"Makasih Nova sayang." ujarnya menyengir. Sedangkan aku berdecak mendengarnya, kemudian melepas pelukannya itu.

Hari ini memang kita berdua berniat untuk kesekolah, bukan untuk mengajar tapi untuk memberikan beberapa hadia pada anak-anak disekolah. Hadiah karena mereka akhirnya bisa membuktikan pada semua orang bahwa, anak jalanan juga dapat berprestasi. Salah satunya mereka itu.

Awalnya aku tak terlalu berharap tinggi saat mendaftar kan beberapa murid disekolah untuk mengikuti perlombaan yang diadakan pihak kampus. Aku mendaftarkan mereka hanya untuk melatih mereka agar mampu bersaing dengan yang lain.

Proses pendaftaran tidak semulus yang dipikir, aku mendapatkan kesulitan saat mendapatkannya. Kamu bahkan sempat tidak diterima karena sekolah kami belum ada secara sah tapi aku dan Sinta terus berusaha sehingga akhirnya beberapa murid boleh mengikuti perlombaan dan alhasil mereka mendapatkan juara dua. Meskipun bukan juara satu, tapi tetap saja perjuangan mereka harus di beri penghargaan.

Mr. Badminton ( COMPLETE √ )Where stories live. Discover now