RA-AYA'44

72.5K 6.2K 405
                                    

Nia menatap Rafa yang sedang duduk di dekat Aya sambil menggenggam tangan Aya.

"Aya hamil,"

"Hah?"

Itu adalah suara Nevan.

Reya tersenyum senang, "wah, cucu kita nambah lagi."

Sedangkan Rafa masih dalam keadaan terkejut.

Dan Aya yang sedang memejamkan mata langsung terbuka seketika.

"Tapi gue gak tau pasti sih,"

"Lah-lah, gimana sih? Udah seneng nih gue mau jadi bapak!" Rafa berubah sewot mendengar ucapan Nia.

Nia menunjuk dirinya, "gue dokter bedah bukan dokter kandungan! Soal positif apa enggaknya ya gue gak tau lah, tapi kalo dari tanda-tandanya sih iya, kan gue juga pernah hamil."

"Ah gimana sih," Rafa mendadak kesal.

"Kita ke dokter yuk siapa tau kamu beneran hamil, gak sabar aku mau ketemu sama Rafa junior." Kata Rafa sambil mengusap-usap perut Aya.

Aya langsung mengangguk, walaupun badannya terasa lemas ia berusaha untuk bangkit demi sebuah kebenaran mengenai kehamilannya.

🎀

Sejak keluar dari rumah sakit sampai sekarang berada di dalam mobil yang selalu Rafa lakukan ada menenangkan Aya yang sedang menangis.

"Udah jangan nangis lagi," bujuk Rafa sambil mengusap-usap lengan Aya.

"Aku gak nyangka," balas Aya sambil terisak.

Rafa tersenyum, "nanti baby nya ikutan sedih lho kalo Mami nya nangis terus."

Aya mulai berhenti menangis menghapus air mata nya di baju yang Rafa pakai.

"Beneran kan di perut aku ada baby nya?

"Tadi dokternya ngomong apa hayo?"

"Ada, udah sepuluh hari."

"Makanya jangan nangis lagi ya," Rafa mengecup puncak kepala Aya dengan pandangan yang tertuju ke arah jalanan.

Aya mengangguk menjauhkan dirinya dari Rafa dan duduk bersandar sambil menyentuh perutnya dengan kedua tangan.

Aya menoleh pada Rafa dengan mata yang berkaca-kaca karena ia masih tidak yakin jika di dalam perutnya ada anak mereka dimana Aya sudah sangat tidak sabar ingin segera bertemu dan melihat bagaimana wajah anaknya nanti.

🎀

"Gak mau itu!"

"Gak mau makan itu!"

"Gak mau makan makanan yang ada di rumah!!!"

Rafa menghela napas panjang kemudian menaruh piring berisikan makanan di meja.

"Jadi kamu mau makan apa? Masa gak makan,"

"Cariin aku makanan di luar sana,"

Rafa menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan malam.

"Emang kamu mau makan apa? Biar aku beliin,"

"Steak, spageti, kentang goreng, sama burger."

Entah mengapa mata Rafa langsung tertuju ke perut Aya.

RA-AYA [COMPLETED]Where stories live. Discover now