5

4.9K 644 126
                                    

Hai guys,, Yan kembali lagi🤗

Mana nih yang member HD Icemochie? Tunjukin diri kalian guys😜

Seneng banget aku tuh sama member HD Icemochie 🤗 kalian yang suka membuyarkan pikiranku. Aku kerja banting tulang lembur bagai kuda, kalian malah enak-enakan bicarain abs, otot. Kalian mau ngapain? Nge-gym?😂

Chapter 5

Putri terbangun di atas sofa saat sayup-sayup ia mendengar sebuah bunyi bel. Ketika ia menyadari itu ternyata adalah suara bel di pintu, ia pun segera ingin membukanya. Ia meringis. Memegangi kepalanya yang terasa pusing tak tertahankan.

Putri menapakkan kakinya di lantai, lalu berjalan pelan-pelan memegangi apapun yang bisa ia jadikan tumpuan untuk membantu menopang tubuhnya agar tak terjatuh.

Tubuhnya terasa lemas, kakinya bahkan seakan tidak bisa berpijak pada bumi. Kepalanya sangat pusing dan membuatnya berkali-kali memejamkan mata untuk mengurangi rasa sakitnya. Yang nyatanya rasa sakit itu tidak berkurang sama sekali.

Ketika sampai di pintu, ia tak langsung membuka pintu itu. Ia tempelkan kedua telapak tangannya di pintu, menyeimbangkan tubuhnya yang hampir ambruk ke lantai. Setelah ia mulai merasa mulai sedikit lebih baik, barulah ia membuka pintu.

Dia sama sekali tak bisa melihat wajah Jungkook, kepalanya ia tundukkan karena rasa pusing di kepalanya begitu dahsyat. Ia sekarat. Tangan Putri memegangi sisi pintu. Ia tidak ingin terkapar di sana, di depan Jungkook dan putranya.

"Ma, mama kenapa, Ma?" tanya Jisen yang menyadari ibunya tidak sedang baik-baik saja.

Kepala Jisen menengadah menatap ibunya, tangan mungilnya ia tempelkan di tangan Putri, menggenggamnya.

Putri meringis dan mengangkat tangannya. Jisen pu heran melihat tangan ibunya yang diperban.

"Ma, tangan Mama kenapa?" tanya Jisen lagi.

Putri tersenyum sebisa mungkin. "Hai, sayang, kamu sudah pulang, ya?" tanya Putri yang memang sangat merindukan putranya karena sudah jam 8 malam baru pulang ke rumah.

"Iya, Ma," jawab Jisen. "Mama tangannya sakit, ya?" tanya Jisen yang masih belum puas.

Jungkook yang masih berdiri di belakang Jisen sama sekali tak berniat untuk melihat Putri. Meskipun Jisen sedang khawatir dengan ibunya, tapi Jungkook mengabaikannya. Seolah-olah melihat wajah Putri adalah sesuatu yang diharamkan.

"Iya, sayang, tadi tangan mama terkena kaca," jawab Putri jujur. "Tapi sudah Mama obati kok," kata Putri lagi.

"Ma, tapi wajah mama pucat, Ma." Jisen mencermati wajah ibunya yang bak mayat hidup sekarang.

Putri tersenyum. "Mama kurang enak badan. Kamu sekarang ganti baju aja, ya," kata Putri lagi mengalihkan pembicaraan. Dan dijawab dengan sebuah anggukan lagi oleh Jisen. "Yasudah, sekarang kamu naik ke kamar," sambung Putri lagi.

Jisen mengangguk patuh. Ia berlari tiga langkah, namun berjalan mundur lagi tiga langkah. "Ma, lihat. Jisen ada mobil-mobilan baru," kata Jisen yang lupa memamerkan mainan barunya.

Putri tersenyum karena dapat melihat putranya masih sangat bahagia, ia ingin senyuman itu selalu menghiasi wajah putranya. Tapi senyuman Putri seketika mendadak menghilang saat Jisen menyebutkan nama Sonia. "Ini dibelikan sama tante Sonia, keren kan, Ma?"

Hati Putri terasa sakit lagi. Tertusuk tombak. Ia menaikkan tatapan menatap Jungkook, tapi yang ditatap malah membuang muka dengan wajah sinisnya. Jadi Putri menatap Jisen lagi. Memberikan senyuman yang saat ini sangat sulit untuk dilakukannya. Benar-benar sulit. Ia tak ingin tersenyum, ia ingin menangis, tapi ia tetap tersenyum.

"Iya, sayang." Puri mengacak-acak rambut putranya. "Sekarang, waktunya kamu mandi, oke," ucap Putri memberitahu. Jisen yang sudah senang karena sudah memberitahu ibunya tentang mobilannya pun merasa puas. Kemudian Jisen berlari menaiki anak tangga menuju lantai atas.

Putri tinggal berdua bersama Jungkook yang sama sekali tak berminat melihatnya.

Jungkook tidak ingin berbicara dengan istrinya, apalagi harus mendengarkan omongan istrinya.

Jungkook kemudian melangkahkan kaki menuju lantai atas tanpa meninggalkan sepatah kata pun pada istrinya.

Ia meninggalkan Putri yang berdiri sendiran, diam membisu, yang saat ini sedang nenyeimbangkan tubuhnya agar tak terjatuh dan berakhir di lantai.

🍷🍷🍷

Jungkook yang baru keluar dari kamar mandi, melihat Putri yang sudah berbaring di atas tempat tidur. Ia memandangi istrinya yang begitu gelisah dalam tidurnya.

Wajah Putri sangat pucat, tubuhnya dipenuhi keringat, kepalanya bergerak tak tenang ke sana-ke mari. Tapi Jungkook mengabaikannya.

Jungkook tak peduli sama sekali.

Jungkook berjalan naik ke atas tempat tidur lalu berbaring membelakangi tubuh istrinya.

Ia tak sudi melihat wajah istrinya.

Berkali-kali Jungkook ingin memejamkan mata, tapi selalu gagal karena ia merasa tak nyaman mendengar istrinya yang terus bergumam dalam tidurnya.

Jungkook menghela napas, ia kesal bukan main. Ia duduk dan mengacak rambutnya frustasi.

"Apa kau tidak bisa tidak berisik?" bentak Jungkook yang tak peduli dengan keadaan istrinya sekarang.

Suara bentakan Jungkook membuat Putri membuka mata dengan berat, bukan matanya yang berat, tapi kepalanya yang terasa sangat berat karena sakitnya yang bukan main.

"Sayang, aku sakit," bisik Putri dengan bisikan lirih.

Biasanya, Jungkook paling tidak bisa kalau mengetahui istrinya sakit. Ia akan segera memanggil dokter walaupun Putri hanya sekadar demam biasa. Karena Jungkook tak tega kalau melihat Putri sakit. Tapi tidak untuk saat ini.

"Kalau sakit, cari obat sendiri sana. Kau mengganggu tidurku saja. Besok aku harus pergi bekerja," ucap Jungkook dengan nada membentak. "Diamlah, aku ingin tidur."

Jungkook kemudian berbaring di tempat tidur, membelakangi tubuh istrinya lagi, menarik selimut hingga sebatas kepala.

Putri ingin mati, ia sudah sangat sekarat. Suaminya sama sekali tak peduli dengannya.

Air mata putri keluar lagi dari kedua sudut matanya. Lalu air itu terasa panas membasahi wajahnya lalu turun ke telinganya.

Ia menangis tanpa suara. Ia mencengkeram selimut kuat-kuat menahan isaknya, tapi ternyata, tenaganya untuk menggenggam selimut saja pun sudah tidak ada lagi. Ia terlalu lemah melakukannya.

Semua ini adalah salahnya, seharian ini tak sebutir nasi pun dapat di telannya. Ia tidak berselera sama sekali untuk makan. Akibatnya, lihat lah ia sekarang, sedang sekarat.

Andai saja ia masih punya kekuatan untuk bangun, ia akan memanggil Jisen untuk menolongnya, tapi ia sangat yakin Jisen akan sedang mengerjakan tugas sekolahnya saat ini.

Kenapa hidupnya sangat tersiksa saat ini? Semuanya berjalan dengan baik-baik saja sebelumnya sampai Sonia mengubah tingkah laku suaminya, mengubah kehidupan keluarga mereka sekarang, atau mungkin bahkan untuk yang akan datang.

Scroll down👇

Hanya Dirimu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang