32

4K 382 88
                                    

Cuma ngingatin, nanti ada chapter yang nggak akan ada di wp 🤭 Dan aku belum tau chap itu aku letakin di mana. Kemaren aku bilang di ig, dan biasanya aku letakin di story. Tapi kayaknya ini aku kirim lewat DM aja deh biar adil👌 (biar sama2 capek)😂

Jangan harap kalian bisa baca chapter tersembunyi itu kalau kalian tidak mengikuti aturan menyebalkan yang kubuat😜 nanti aku minta bukti 😋

Atau kalian mau kasih saran aturan yang lebih mudah gitu?🤗 intinya tidak akan aku up di wp. 'Cause I'm Yan🐧tapi harus ada sedikit usahanya gitu ya. Biar kita sama-sama berjuang kayak Jungkook Rafanza gitu 🤭

Chapter 32

Sudah tiga hari dan Jungkook masih berdiri di depan rumah Umi. Keberadaannya di sini malah semakin menyusahkanku. Karena selama tiga hari ini pula aku terpaksa keluar lewat pintu belakang, melewati kolam renang di belakang homestay lalu memutar ke depan dan memilih tempat keluar yang jauh dari rumah Umi.

Karena Jungkook ada di sini, aku juga memilih untuk mengantar-jemput Jisen ke sekolah demi keamanannya. Aku tak ingin jika Jungkook melihat Jisen, dia malah akan membawa Jisen ke Jakarta.

Selama tiga hari ini pula, aku melarang Jisen membuka pintu depan dan Jisen selalu menurut pada apa yang kukatakan.

Jasmine yang dari tadi tak mau tidur kuambil dari dalam ayunan lalu membawanya ke dalam kain gendonganku. Aku sengaja membawanya jalan-jalan ke kolam renang di belakang untuk menenangkannya. Aku bersenandung sambil menepuk-nepuk pelan belakang punggunya. Mata Jasmine mulai sayu. Sebentar lagi dia pasti akan terlelap.

"Putri." Suara itu seketika membekukan seluruh tubuhku. Kakiku langsung bersiap-siap untuk melangkah pergi, tapi suara itu menghentikanku.

"Putri, tunggu dulu," kata seseorang yang kutahu itu adalah suara Jungkook. Bagaimana bisa dia ada di sini? Apakah dia menyewa homestay ini?

Aku tercengang begitu mengetahui tiba-tiba Jungkook sudah berdiri di depanku. Setelah setahun lamanya, sekarang aku benar-benar berdiri berhadapan dengannya tanpa penghalang apapun. Tidak ada lagi pintu yang dapat memisahkan kami seperti beberapa waktu lalu. Dan aku ketakutan setengah mati sekarang. Ada banyak pikiran negatif yang merasuki pikiranku begitu melihatnya di depanku. Apakah Jungkook akan menyakitiku lagi seperti yang pernah ia lakukan? Atau dia malah akan mengambil Jasmine dariku? Atau...

"Putri, aku ingin berbicara denganmu."

"Tidak," ucapku, mengambil langkah mundur. Tubuh Jasmine kudekap erat-erat seolah melindunginya dari bahaya apapun. "Aku tidak ada waktu."

"Putri, kita harus bicara," kata Jungkook lagi.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan," protesku cepat-cepat.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Dia masih berusaha.

"Kau mau mengatakan apa? Cerai?" tandasku.

Dahi Jungkook mengerut menyiratkan kebingungan. "Putri, apa yang kau katakan? Apa kau tahu, sudah setahun aku mencarimu." Jungkook menatapku dengan wajah serius. Aku membuang muka tidak ingin melihat wajahnya yang penuh berharap.

"Aku hanya akan berbicara jika itu mengenai perceraian kita. Aku tak peduli dengan yang lainnya," tegasku sedikitpun tidak menaruh simpati padanya.

"Sayang."

"Jangan mendekat!" teriakku sebelum kedua tangannya berhasil menyentuhku. Jasmine dalam gendonganku pun merengek setelah mendengar teriakanku. Langsung tanganku menepuk lembut belakang punggungnya untuk menenangkan. "Sshhh sshhh, Sayang."

"Putri, apakah ini anak kita?" Jungkook yang hendak mengintip ke dalam kain gendong mengukir sebuah senyum.

"Kau tak perlu tahu," bentakku yang seketika membuat senyumnya memudar. "Jangan kau kira setelah apa yang kau lakukan pada kami, kau pikir aku akan lupa semuanya begitu saja," kataku geram mengingat apa yang telah dilakukannya. Dia tidak mengakui anaknya sendiri dan dia malah...

"Putri, sampai kapan kau akan marah padaku? Aku tahu aku bersalah. Aku sangat menyesal. Tapi tolong... maafkan aku. Beri aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki semua kesalahanku."

"Tidak, sedikitpun tidak akan ada kesempatan yang kuberikan padamu. Kau sudah membuat hatiku terlalu sakit," ucapku menahan air mata.

"Sayang." Jungkook meraih siku tanganku tapi aku segera menepisnya kuat-kuat.

"Apa yang kau lakukan?" bentakku yang semakin geram.

"Putri, tolong. Aku benar-benar memohon. Kalau perlu berlutut, aku akan berlutut sekarang juga agar kau memaafkanku," katanya dengan air mata yang mulai membasahi wajahnya, ia berlutut di depanku. "Kumohon, maafkan aku," pintanya dengan suara serak menundukkan kepala.

"Kau mati sekalipun aku tak akan memaafkanmu," kataku yang sudah terlalu marah lantaran sakit hati. Tangisan Jasmine pecah. Tapi aku masih terlalu geram pada Jungkook. Mudahnya dia meminta maaf dan peluang.

Kalau dia merasa menderita sekarang, lalu bagaimana dengan aku yang dulu mengandung dan dia tidak mengakui anaknya sendiri dan ia malah berselingkuh dengan wanita lain. Siapa yang lebih menderita?

"Pergi dari sini," kataku lagi. "Aku akan mengirim surat perceraian kita. Dan kau harus menceraikanku," tambahku kemudian aku pergi meninggalkannya yang masih berlutut dengan penyesalannya.

TBC

☁️ Kalian itu suka cerita yang seperti apa sih? Bebas ungkapin apa aja intinya yang kamu suka (tamat HD aku mau buat 1 cerita yang disukai sama kalian2)🤗

☁️ Di sini ada yang juga nulis cerita dan pengen aku mampir? (comment judul ceritanya ya, pasti aku mampir) Kalian sudah mengikuti ceritaku sejauh ini, aku juga pengen baca cerita kalian dong)🤗

Hanya Dirimu ✔️Where stories live. Discover now