20

6.1K 730 517
                                    

Ada yang masih ingat HD?😆

Setelah sekian abad 400 vote juga ya😂 baiklah selanjutnya pakai comment aja biar cepat ya guys🤗

237 comment lanjut chap 21

Jisen melepaskan tangan Jungkook lalu berlari ke arah tempat tidur di mana ibunya sedang terbaring lemah.

"Mama," kata Jisen yang ingin memegang tangan ibunya tapi ia tak jadi memegangnya saat jarum infus tertancap di atas punggung tangan ibunya.

Putri yang menyadari Jisen tak mau menggenggamnya pun berganti jadi putri yang meraih tangan putranya.

"Sayang," bisik putri lemah. Suara itu bahkan tak dapat di dengar Jungkook yang baru datang. Tapi Jungkook sempat memerhatikan bibir Putri yang bergerak kaku barusan.

"Ma, mama kenapa?" Jisen bertanya dengan wajah sedih. Ia tahu ibunya sedang sakit, tapi ia tidak tahu apa penyebab ibunya masuk rumah sakit. Ia tahu ibunya mengalami perdarahan tapi ia tidak tahu kenapa itu bisa terjadi.

Putri melihat Jungkook. Tadi ia sudah mati ketakutan kalau ia sampai keguguran. Ia ingin memepertahankan janinnya dan ia bisa bernapas lega saat janinnya dinyatakan selamat.

"Putri," ucap Jungkook pelan saat ia baru duduk di kursi yang berada di samping tempat tidur istrinya terbaring.

Putri meraih tangan Jungkook dan menggenggamnya erat. Dia hanya mengikuti dorongan dari dalam dirinya. "Jungkook, calon bayi kita selamat," ucap Putri dengan mata berkaca-kaca. Ia benar-benar bersyukur janinnya baik-baik saja meskipun ia sempat mengalami perdarahan hebat tadi.

Jungkook memandang genggaman istrinya. Tangannya kaku. Benar, janin yang berada di dalam perut istrinya ternyata memanglah anaknya.

Putri tidak selingkuh.

Putri benar-benar mencintainya seperti yang dulu ia ketahui.

Putri memang dekat dengan Jimin, tapi Putri hanya mencintai Jungkook. Jungkook pun tahu itu dari dulu, tapi kenapa akhir-akhir ini ia malah berpikir tidak waras.

Putri menopang kedua sikunya di tempat tidur untuk bangkit, tapi kemudian ia meringis kesakitan merasakan sakit di bawah perutnya. Jungkook dengan gerakan secepat kilat menyangga tubuh istrinya dari belakang.

Punggung Putri menempel pada dada suaminya.

"Papa, Jisen juga mau dipeluk," kata Jisen yang melihat kalau ayahnya sedang memeluk ibunya.

Jungkook menegang. Putri menegang tapi kemudian ia meringis lagi. "Jungkook, perutku sakit," katanya menggigit bibir. "Aku ingin berbaring."

Jungkook yang tak tak tega melihat istrinya pun mengangguk. "Ya, kau berbaring pelan-pelan," katanya kemudian dengan sangat hati-hati membaringkan istrinya.

Putri mengelus-ngelus perutnya. Jungkook memerhatikan perut istrinya yang besar. Ada calon anaknya di dalam sana yang sedang berjuang untuk tetap bertahan.

"Ma, adiknya baik-baik saja kan, Ma?" tanya Jisen yang tahu kalau ada calon adiknya di dalam perut ibunya.

Putri mengangguk pelan. "Iya, sayang. Jisen berdoa ya agar adiknya sehat-sehat terus," kata Putri yang sering dikatakannya pada anak pertamanya.

"Iya, Ma." Jisen mengangguk. "Adik...," Jisen menempelkan telapak tangannya di atas perut Putri dan mengelusnya dengan sayang. "Adik sehat-sehat ya di dalam. Kakak sayang adik. Mama sama Papa juga sayang adik."

Giliran mata Jungkook yang berkaca-kaca. Jungkook sayang dengan janin yang ada di dalam perut Putri? Jangan kan sayang, dia saja tidak mau mengakuinya. Bagaimana ceritanya dia bisa sayang.

Putri bahkan menghindari tatapan Jungkook ketika putranya menyebutkan kalau ayahnya juga sayang dengan janinnya. Tidak. Jungkook tidak sama sekali, pikir Putri.

"Putri, kau harus istirahat sekarang," ucap Jungkook dengan suara lembut.

Putri pun tahu, Jungkook mengatakannya hanya karena ia kasihan melihat Putri yang sekarat sekarang.

"Iya, Ma. Mama harus istirahat supaya cepat sembuh dan kita bisa pergi ke puncak minggu depan."

Jungkook berkata, "Tidak sayang. Mama tidak boleh pergi kemana-mana dulu."

Jisen memasang wajah mendung. "Kenapa? Kan Mama sama Papa udah janji ulang tahun Jisen kita ke puncak."

Jungkook ingin menjawab tapi Putri menyela. "Iya, sayang," katanya saat menatap wajah putranya. "Kita akan ke Puncak, kok." Putri memberi semangat pada putranya. Sehingga Jisen bisa kembali tersenyum bahagia.

"Putri, kau harus bed rest setidaknya untuk beberapa minggu ke depan," kata Jungkook perhatian.

Jungkook tiba-tiba perhatian? Aneh.

"Aku akan melakukan apa pun untuk membahagiakan putraku," kata Putri tulus mengatakannya. Satu-satu keinginan terbesar Putri sekarang ialah agar ia melihat putranya bisa terus tersenyum.

"Tapi, ingat, janinmu sedang lemah," protes Jungkook.

Putri tersenyum sumbang. Aneh sekali melihat sikap Jungkook yang tiba-tiba berubah. Beberapa bulan lalu Jungkook tak peduli padanya dan sekarang Jungkook mengatur hidup istrinya. Istri yang akan diceraikannya sebentar lagi.

"Memangnya kenapa kalau janinku lemah? Lagipula, janin yang ada di dalam perutku adalah anak Jimin. Kenapa kau peduli?" Putri mengatakannya karena ia ingat Jungkook pernah menuduhnya selingkuh.

Rahang Jungkook seketika mengeras. Ia tidak ingin berdebat tapi kenapa Putri memancingnya. Apalagi Putri melanjutkan bicaranya.

"Kapan kau mengirim surat cerainya? Aku akan segera menandatanganinya. Kau tidak perlu khawatir soalㅡ"

"Putri, aku sedang tidak ingin membahas itu sekarang," bentak Jungkook yang sudah meletup.

"Kenapa? Bukankah lebih cepat lebih baik. Agar kau bisa segera menikah dengan Sonia." Putri menahan air mata agar tidak lolos dari pelupuknya.

Jungkook langsung berdiri hingga suara kursi berbunyi kasar. Ia menghela napas muak.

"Aku akan keluar sebelum salah satu dari kita akan merasa lebih tersakiti," kata Jungkook tertahan. Dan kemudian ia pun langsung pergi keluar dari ruangan itu.

Putri melanjutkan tangisannya di dalam kamar rumah sakit.

***

Jungkook pulang ke apartemen Sonia. Ia membawa Jisen bersamanya. Sampai di apartemen Sonia langsung menyambut keduanya dengan girang. Sonia yang sudah mengetahui kalau Jungkook akan pulang bersama Jisen juga bahkan sudah menyiapkan makanan untuk dua laki-laki tampan di depannya.

"Sayang, ayo kita makan," ucap Sonia meraih tangan Jisen dan membawanya ke dapur. Begitu sampai di dapur Sonia mendudukkan Jisen di meja nakan lalu kembali lagi ke depan melihat Jungkook yang duduk lelah di sofa.

"Sayang, kau tidak ikut makan?" tanya Sonia yang memeluk leher Jungkook dari belakang sofa.

"Sebentar lagi," jawab Jungkook bersamaan dengan bunyi bel di pintu.

Keduanya pun mengalihkan tatapan ke arah pintu yang tertutup rapat.

"Aku akan membuka pintu sebentar." Sonia menarik tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Begitu ia membukanya sesosok pria muncul di hadapannya.

"J-hope," kata Sonia terkejut.

Begitu Jungkook mendengar nama J-hope disebut, Jungkook langsung berdiri.

"Kenapa kau kemari?" tanya Sonia pada pria bernama J-hope itu.

Tapi mata pria itu melihat ke dalam, hingga ia terkejut melihat Jungkook berdiri di dalam.

237 comments n' next,

Hanya Dirimu ✔️Where stories live. Discover now