14.Stigma

965 90 12
                                    

Belajarlah mencintai dengan sewajarnya.Jangan terlalu terobsesi untuk mengekang.Memang benar kehilangan itu menyakitkan tapi ingat selembar kertas bisa saja remuk hanya karena terlalu erat kau genggam.

🌙

     Duduk disalah satu bangku kafe, menyeruput segelas coklat hangat di temani ibu tercinta yang duduk manis diseberang meja— mengamati bersama rintik yang baru saja dilahirkan mendung.Bayangan yang indah bukan?Tapi Taehyun sedang tidak berfantasi, saat ini ia tengah mengalaminya.Hanya saja ia tidak benar benar ditemani oleh sang ibu, hanya orang yang mirip dengan sosok ibunya saja.Toh, itu sama sekali tak mengaburkan perasaan bahagia di hati Taehyun.Baginya itu sudah cukup untuk dijadikan sebuah memorabilia.

Merapatkan dada pada pinggiran meja bundar, menyesap sekali lagi coklat hangat yang tersisa setengah, Taehyun tersenyum pada Kaori.Bagaimana setiap gerak- gerik wanita tersebut selalu membuat ia penasaran dan tak ingin melewatkan.Caranya meneguk cairan green tea begitu lembut pun dengan tatapannya yang terarah pada tetesan air jatuh dari atap.Pikiran Taehyun melanglang buana.Seandainya Kaori itu menjadi ibu tirinya— ah, senyum Taehyun terkembang lebih hangat membayangkannya.

"Kau baik baik saja?" Tanya Kaori memastikan.Ia cukup heran pada bocah dihadapannya.Pasalnya dia terus mengukir senyuman ke arah Kaori.

  Taehyun tersadar dari lamunan, segala imajinasinya kembali pada tempat semula.Bersembunyi rapi tanpa diketahui pihak mana pun, termasuk Kaori.

"Aku baik baik saja eom ... maksudku Nyonya Kaori." Tersenyum kikuk, Taehyun merampas segera gelas diatas meja.Meminum isinya kembali demi menyarukan rasa gugup yang mendera sekujur tubuh.

Kaori mengangkat sebelah alisnya sebelum menyulam sebuah senyum tipis.Taehyun itu unik.Jika saja ia bukan berada ditempat yang cukup ramai, Kaori pasti akan tersenyum lebar mengingat bagaimana bocah itu gelisah ketika hendak meninggalkan tempat penampungan hewan.Meremat perutnya sembari melilit tak karuan dan menjawab kedinginan ketika Kaori bertanya 'kenapa?'.Padahal Kaori dapat menangkap samar suara berisik dari lambung Taehyun.Anak itu kelaparan, Kaori tahu itu dan Kaori berakhir membawa Taehyun singgah dikafe untuk menuntaskan permasalahan.Tapi bocah itu menolak segala makanan yang ada di buku menu, hanya memesan segelas coklat hangat.Hingga pada menit ke empat menunggu, hujan turun merajam Seoul.

"Oh ya namamu siapa?" Menumpu sebagian bobot tubuh pada kedua tangan yang terlipat diatas meja, menanti jawaban.

"Taehyun." Singkat Taehyun dan Kaori ber'oh' sejenak.

   Gamang.Hanya rintik yang berdetak merambati udara kosong.Kaori dan Taehyun sama sama diam selayaknya blok komunis dan kapitalis yang tercokol perang dingin.

"Setelah hujan reda kau ku antar pulang ya."

"Tidak usah nyonya, Taehyun pulang sendiri saja.Taehyun bawa uang, kok.Masih cukup untuk membayar taksi.Lagipula Taehyun tidak ingin merepotkan nyonya." Tolak Taehyun dengan halus.

Bohong bila Taehyun tidak mau diantar pulang oleh Kaori.Tentu saja ia senang bagai baru saja memenangkan sebuah pertandingan catur yang cukup rumit.Tapi Taehyun benar benar tak ingin semakin merepotkan Kaori.Lagipula uang sakunya masih tersisa, cukup hanya untuk membayar taksi sampai rumah.Taehyun selalu mendapatkan uang saku lumayan besar dari sang ayah, namun Taehyun hanya menggunakan seperlunya.Sisanya ia gunakan untuk kebutuhan mendadak contohnya seperti sekarang ini.

"Baiklah kalau kau menolak, biar aku nanti yang mencarikan taksi." Final Kaori.Bukannya ia tak ingin membujuk, tapi Kaori tahu mendesak seorang anak seusia Taehyun akan percuma saja.

Imam Dari Negri Para Oppa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang