25.Run

903 88 32
                                    

Kita tercipta dari sebuah perasaan dan menjadi kuat karena segenap keadaan.

🌙

Desau angin semerbak menyelinap masuk lewat satu satunya jendela usang yang mempertontonkan senja kebanggaan Okinawa.Langit merah saga.Bola matahari merekah menggoda dibatas samudra, terbias indah pada permukaan air yang berkerling ditelusuri gelombang.Sangat menawan.Akan amat sangat disayangkan bila keajaiban senyata itu harus diabaikan begitu saja.

Tapi Zain melakukannya.Presensi permainan gradasi warna menakjubkan di sisi barat bumi itu ia tinggalkan.Tersapu bersih dari besit keinginan untuk sekedar memperhatikan bagaimana langit biru yang mulai meredup dirangkul oleh hitam.Fokusnya kini hanya tertuju pada seorang lelaki yang baru saja datang dengan membanting pintu- mengatur napas yang terpenggal satu satu.

Gusar seketika melanda.
Tersaput tebal pada mimik wajah yang merebakkan seribu ketidakpercayaan.Seakan akan ia baru saja mendapatkan sebuah kejutan yang jauh terasingkan dari penalaran.Bagaimana sosok itu tahu keberadaan Zain pun masih menjadi misteri dengan satu tanda tanya besar di kepala.Terlalu berat untuk diterka sendiri.

Rasa sakit dan dilema melebur bersama.Membuat Zain tercokol diambang kekosongan antara memilih tersenyum bahagia atau menangis lebih keras lagi.Jika ditinjau sampai ke dasar perasaan, sebenarnya ini bukan sebuah pilihan yang sulit.Tentu saja Zain akan lebih memilih untuk menangisi keputusan lelaki tersebut karena telah datang padanya.

Apa dia bodoh dengan bertindak seperti seorang pahlawan kesiangan? Bukan membuat Zain tenang, kehadiranya justru menyulam ketakutan yang lebih plural.Yuta itu tidak waras.Cara berpikirnya berbeda jauh dari orang normal.Tak menutup kemungkinan bahwa ia akan membuat lelaki itu berakhir di peti mati esok pagi karena telah memergoki kejahatan yang ia lakukan.Dan Zain tak menginginkan hal itu terjadi.

"Siapa kau?" Tanya Yuta penuh selidik.Menaruh curiga berlebihan pada lelaki yang belum jua berpindah dari tempatnya berdiri menatap Zain.

Merasa di pancing untuk melakukan konversasi, lelaki itu menyeret ekor matanya menatap Yuta; bersiap menjawab pertanyaan yang diyakini tertuju untuk dirinya.Alaram di kepala Zain sontak berbunyi keras.Memperingatkan akan bahaya yang semakin mendekat.Zain harus bertindak cepat atau akan menyesal suatu saat nanti.

"Go away, Taehyun! Pergi dari sini!" Seru Zain kesetanan sebisa mungkin membuat Taehyun lekas meninggalkan tempat biadab tersebut.

Meringis Zain menahan rasa sakit pada permukaan telapak tangan yang berkedut nyeri sedetik setelah ia berteriak kencang.Kendati demikian, rasa menyesal tak ia pikirkan sama sekali.Dibanding luka pada tangannya, hati Zain akan terluka lebih parah bila harus melihat Taehyun disakiti oleh Yuta.

Seolah tuli Taehyun tetap beku pada posisinya.Membiarkan peringatan Zain melebur bersama udara hampa.

"No, mom," Dia menggeleng, "Taehyun tidak akan pergi."

"Mom?" Alis Yuta menukik sebelah, menyuarakan bahwasanya ia cukup dibuat pening dengan kata itu.Rasa penasaran menggerogoti.Semakin sengit dan pekat; serupa malam gelap dengan gerhana yang melahap rakus cahaya rembulan.Sekiranya Yuta perlu penerangan untuk menumpas pertanyaan yang bergerombol dalam angan angannya.

Naik satu tingkat rasa penasaran Yuta seribu kekhawatiran menyerang Zain dengan brutal.Mendobrak kasar pertahanannya.Hingga perih pada sobekan luka merebak ke pangkal hati.

"Jangan keras kepala Taehyun.Ayo pergi!Pergi Taehyun!"

"Taehyun tidak mau meninggalkan eomma!" Menggeleng keras.Kaki Taehyun mantap melangkah.Renjana di simpan apik dalam adrenalinnya.Seolah tak gentar pada tatapan pemangsa Yuta, ia membalas tatapan itu- menantang.

Imam Dari Negri Para Oppa 2Where stories live. Discover now