22.Am I Wrong

992 99 27
                                    

Manusia memang berkuasa untuk merencanakan.Tapi hanya tuhanlah yang mampu mewujudkan.

🌙

    Matahari bersiap pamit.Memberi isyarat pada alam dengan tangan tangannya yang memerah di kaki langit bagian barat.Menawarkan maha karya agung— senja merona yang membuat siapapun terpukau dan enggan melewatkan.Namun harus di sadari, keajaiban itu hanya bertahan sebentar.Cukup sampai sumbu malam mulai di hidupkan.

Sebelumnya Zain berpikir akan mengisi usianya dengan menjadi bagian dari Okinawa.Dari hembusan napas pertamanya hingga roh dicabut melalui ujung jari jari kakinya ia ingin Okinawa menjadi rumahnya.Dan Ryota menjadi ayahnya— ayah kandungnya.Tapi kerahasiaan masa depan membalikkan segenap harapan yang diam diam Zain semogakan.
Dalam satu waktu semua berubah.Guncangan dasyat meleburkan perasaan Zain tanpa aba aba.Mempersembahkan celah terbuka untuk kecewa menyusup dan menginvansi sebagian kesadarannya.

           Terdengar miris memang, selama bertahun tahun Zain hidup dalam kepalsuan.Seseorang yang selama ini ia panggil ayah sejatinya tak memiliki ikatan genetika apapun dengannya.Sepotong DNA Ryota pun tak ada yang terdeteksi dalam inti nukleusnya.Keadaan lebih membingungkannya lagi ketika mendadak ia harus menyandang tittle sebagai seorang istri sekaligus ibu.Jika ini adalah sebuah skenario untuk persembahan opera musim panas, maka tak menutup kemungkinan Zain akan menikmati setiap lakonnya.Tapi takdirnya bukan sebuah karangan palsu yang patut di pentaskan.Kenyataan ini begitu berat ia tanggung, kendati demikian Zain tidak bisa berlari.Meski terpaksa sekalipun kehidupan baru ini harus di jalani; termasuk menerima Taehyung sebagai suaminya.Walaupun ragu tapi fakta memang membenarkan pernyataan pria itu tentang statusnya sebagai suami sah Zain.Terlalu mustahil untuk disangkal sehingga Zain tak mampu menolak.Kesediaan itu bahkan tanpa sadar ia tunjukkan dengan baktinya mengikuti Taehyung kembali ke Seoul, meski berujung gagal karena Taehyung yang menyetujui permintaan Ryota agar mereka tetap tinggal di Okinawa sampai satu pekan ke depan.

Zain tak masalah dengan itu.Toh, karenanya hari ini ia masih bisa memandangi senja indah dari balkon rumah kesayangannya.Tak hanya memperhatikan, Zain jua mencermati apa apa yang dilihatnya, dari sudut ke sudut— sangat detail berusaha mengunci dan merangkumnya sebagai pengingat bahwa ia pernah memimpikan tua dan mati di negri yang pekan depan akan ia tinggalkan.Sampai ponsel dalam genggamannya berdering, mengedipkan layar enam inci dengan satu nama tertera disana.

     Sudah terhitung lima hari sosok itu tak menghubunginya, sejak ia pamit pada Zain untuk sebuah urusan bisnis di daratan utama Jepang.Jika kalian berpikir Zain rindu, mungkin bisa di katakan iya, pasalnya ia sudah mulai terbiasa dengan sosok itu yang tak pernah absen mengirimkan pesan atau melakukan panggilan untuknya.Tapi saat ini keresahan lebih mendominasi, menyalurkan getaran ke jemari Zain yang hendak menyentuh ikon berwarna hijau yang tak jua diam— terus bergetar.

"Hallo?"

"......."

"Kabar ku baik.Ada apa menelpon?"

"......."

"Bertemu?" Garis alis Zain menukik naik, "kau sudah pulang?"

"......."

"Hmmm aku sedang ada pekerjaan."

"......."

Kedua kelopak mata Zain memejam rapat lengkap dengan bibir yang mengatup ke dalam.Niatan untuk menghindar sepertinya harus gugur saat ini.Ia sungguh tak tahan dengan rengekan penuh harap dari seberang telepon.

Imam Dari Negri Para Oppa 2Where stories live. Discover now