16.Lost

1K 111 42
                                    

Saat itu aku adalah warna.
Dan kau bias cahaya yang merambat.
Sampai suatu hari semua hitam.
Serangkaian sepi menyergap perlahan.

🌙

©Song Recommendation: Ikimono Gakari-Last Scene©
.
.
.
.
.
.

    Taehyung sadar saat ini ia tengah dikepung dalam situasi yang rumit, nyaris seperti halusinasi setidaknya sebelum ia menambah kadar erat pelukan pada sosok didepannya dan mengakui bahwa semua itu adalah kenyataan.Mencoba menyusun satu kejadian yang sinkron dengan logika di otaknya, rekontruksi adegan berpuluh tahun silam ditarik menemui kebimbangan di masa sekarang.Manakala sepi bertindak otoriter, dengan sengaja memperjelas gumam air conditioner di salah satu sudut kamar, hingga Taehyung tak tahu bagaimana cara menjelaskan perasaannya yang sedang rancau.Antara keinginan dan keadaan sama sekali tak merujuk pada kata harmoni.Menohok Taehyung untuk duduk diam di pinggir ranjang,  menatap kosong pada Zain yang tengah menyusun pakaian ke dalam tas snake print duffle miliknya.

Taehyung mengecap senyum getir, memperhatikan tasnya yang sudah mulai terisi penuh.Lantas ia menjatuhkan diri ke atas kasur dengan kedua mata terpejam, menikmati sendiri apa-apa yang terefleksi dibalik kelopak matanya. Taehyung mendorong napas sukar keluar dari pernapasannya.Berat rasanya untuk ia terlelap malam ini, mengingat saat fajar naik ke puncak gedung, Taehyung harus meninggalkan istrinya untuk konser di Perancis.

     Zain menoleh ke arah Taehyung yang merobohkan tubuhnya dengan terlentang; seperti sengaja melakukannya untuk menarik perhatian dirinya.Jika memang benar, Taehyung sangat pantas diberi ucapan selamat karena dengan segera Zain menutup dan menepikan tas yang sudah ia isi penuh tersebut.

"Ada apa?" Mendudukkan diri di tepi kasur, Zain sedikit memutar tubuhnya kebelakang, mengawasi pergerakan Taehyung selanjutnya.

"Aku tidak mau pergi besok."

"Dan membuat penggemarmu kecewa?" Tanya Zain yang seketika memaksa kedua mata Taehyung terbuka.Memusatkan atensi ke arah Zain yang mana sepersekon berikutnya Zain justru menggerakkan manik nya menjauhi tatapan itu.

     Mata Taehyung adalah salah satu hal yang berbahaya bagi Zain.Pancaran kharisma di balik iris hazel itu bisa saja membuatnya kalah sebelum memulai pertandingan sengit.Zain kerap kali luluh hanya karena tatapan mematikan Taehyung.

"Aku ingin menemanimu pulang ke Indonesia, Zain.Aku ingin memberi dukungan untuk eomeonim." Resah Taehyung melubangi langit langit kamar mereka dengan tatapannya.Andai saja ada Taehyun di dekatnya, Taehyung sudah pasti melampiaskan kegundahannya dengan mengelus atau menciumi bayi kecil itu.Tapi sayang Taehyun sudah ia titipkan pada ibunya siang lalu, karena besok pagi ia akan ke Perancis dan malamnya Zain pulang ke Indonesia.

"Tapi kau punya tanggung jawab dengan pekerjaan mu, Taehyung.Ibu pasti akan mengerti."

Meyakinkan Taehyung harus selembut menenangkan Taehyun yang rewel karena tidurnya terganggu.Taehyung itu keras kepala seperti batu, dan melawan batu menggunakan batu hanya akan menciptakan permasalahan yang lebih muskil lagi.Zain sepenuhnya tahu, Taehyung khawatir pada kondisi ibunya yang berada di ambang kecemasan.Tapi Taehyung sendiri punya satu tanggung jawab yang harus ia tunaikan.

       Saat ini ibu Zain— Maryam— tengah di dera sakit.Dalam tubuhnya yang kurus kelelahan divonis mengidap penyakit batu ginjal yang segera mungkin harus di operasi.Zain di serang keterkejutan yang nyata, nyaris saja menjatuhkan ponselnya kemarin malam tepat ketika Syarla memberitahukan kabar bahwa ibunya akan di operasi lusa.Taehyung turut risau, teramat ingin menemani Zain pulang ke Indonesia dan memberi semangat pada ibu mertuanya yang akan berjuang diatas meja operasi.Tapi jadwal konser BTS di Perancis berbenturan dengan jadwal keberangkatan ke Indonesia.Membuat Taehyung di rundung bingung sampai tak jenak dengan segala aktivitasnya.

Imam Dari Negri Para Oppa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang