🌷 [20] Surrender

3.5K 154 22
                                    

Pokoknya harus voment!! ;)

Chapter 20: Surrender (Pasrah)

Tanpa membuang waktu, setelah mengetahui Nabilla berada dalam bahaya Raqa segera pergi menuju gudang belakang. Jujur, ia tidak pernah mengirim pesan apa pun pada cewek itu. Melihatnya saja Raqa muak, apalagi mengirim pesan? Raqa angkat tangan soal itu.

Tapi jangan salah dulu, Raqa tidak khawatir pada Nabilla, ia melakukan ini karena statusnya sebagai ketua MOS dan Nabilla adalah peserta. Artinya, mereka saling terkait, dan jangan lupakan si Bapak tua alias Pak Gusti yang sering ia caci maki karena terlalu memanjakan cewek itu.

Raqa berdehem singkat, dalam perjalanan ia berinisiatif bertanya pada salah satu siswa berambut cepak yang sibuk mencomot es krimnya.

"Liat Nabilla nggak?" tanya Raqa datar, khas wajah sangarnya.

Cowok yang dimintai jawaban itu pun menghentikkan aktivitasnya sejenak. "Nabilla? Yang mana? Cewek yang namanya Nabilla mah banyak, Kak. Ciri-cirinya aja atuh gimana?"

"Ribet banget sih lu, Nabilla yang gue maksud orangnya pendek, rambutnya sebahu, dia bawa sketchbook sama pake bandu warna pink."

Tiga detik, cowok itu terdiam membuat Raqa mendengus menunggu jawaban. Sampai akhirnya ia bersuara. "Ohh yang itu… nggak liat. Sorry, Kak."

"Sialan. Lu buang waktu gue aja, bangsat," desis Raqa, kesal, sebelum pergi ia menepis tangan cowok itu hingga es krimnya berakhir di lantai.

-Raquilla-

"Habisin aja, gue jamin Raqa habis ini suka banget sama lu," Tamara menopang dagu ke meja, sambil menaik-naikkan alis, maksud menggoda.

"Emang beneran, ya? Ini minuman apa sih? Aku nggak pernah liat, Kak. Bunda juga nggak pernah ngasih, Nabilla tolak deh, hehe."

"Lu tolak? Gue jamin lu bakalan nyesel, lagian ini Raqa yang ngasih, dia mau lu minum ini sambil nunggu dia. Biar nggak bosenan dikit katanya," ujar Tamara, dia tidak menyerah, pokoknya Nabilla harus minum sampai tidak bersisa. 

Nabilla menggigit bibir bawahnya, ragu, dia ingat kata Bunda tidak boleh menerima apa pun pemberian orang yang tidak dikenal.

"Tapi, kata Bunda, Nabilla nggak boleh terima apa pun pemberian orang yang nggak dikenal. Jadi, nggak deh. Kakak aja yang minum, sama temen-temen, Kakak."

Tamara mendengus sebal, pantang menyerah, ia melempar isyarat berbentuk lirikan mata pada Calista—temannya. Calista pun mengangguk, dia mendekati Nabilla.

"Yakin? Raqa udah minta sama kita-kita buat jagain lu, Dek. Raqa juga bilang dia nggak bakalan ke sini sebelum lu minum tehnya. Otomatis, lu harus minum dong, kalau nggak, Raqa nggak bakalan datang ke sini, mau lu sia-sia nunggu?" ucap Calista, tersenyum meyakinkan.

Jennika—teman Tamara berinisiatif membantu dengan menambahkan, ia mendekat dan mengusap rambut Nabilla. "Yah pasti nggak mau dong, nunggu itu capek, atau lu mau minum tehnya bareng kita? Siap aja. Gelas tiga lagi, Ta, cepet ambilin. Kita temenin Nabilla minum."

Keberatan, Tamara menyikut lengan Jennika. "Lu gila?"

"Slow, kita pura-pura minum aja," jawab Jennika berbisik, namun Tamara masih bisa mendengar.

"Gue serahin ke elu, awas aja sampai gagal," bisik Tamara, mengancam, Jennika tersenyum licik.

Di sisi lain, Nabilla memainkan jemarinya, masih dirundung dilema, antara kata Bunda atau permintaan Raqa. Tapi, satu persepsi mampir di benak Nabilla, Raqa orang yang dia kenal, jadi, nggak papa dong Nabilla cicip dikit, kan Nabilla udah kenal Kak Raqa, pikir Nabilla.

RaquillaWhere stories live. Discover now