08

7.6K 1.5K 100
                                    

"Bang Chan, tolong lepasin Lea." Kata Ibu Lea memohon.

"Saya gak akan apa-apain dia kok Tan, tenang aja." Balas Bang Chan, sembari tersenyum, dan mengeratkan lingkaran tangan kanannya pada leher Lea. "Lea pasti udah cerita ya? Kalau saya yang bunuh Ayah saya sendiri. Tapi tenang aja, saya gak akan nyakitin Lea, Tante."

"Mau kamu nyakitin Lea atau enggak, saya gak akan bolehin kamu, temenan lagi sama Lea! Kamu pembunuh!"

"Oh, kalau Tante ngomong gitu, saya malah bakal ngapa-ngapain Lea loh."

Woojin tersentak mendengarnya. "Lo udah janji buat gak nyakitin Lea!"

"Gue harus bersikap sesuai kondisi. Kalau Lea dan Ibunya macem-macem, ya masak gue diem aja? Harus ngebela diri dong."

"Saya laporin kamu Bang Chan!"

"Silahkan, emang Tante punya bukti apa?"

Ibu Lea terdiam. "Saya ngelakuin ini, karena saya sayang sama anak Ibu. Saya gak akan kasar, gak akan sampe kayak gini, kalau Tante, Lea dan Woojin macem-macem."

"Sekarang. Tante dan Woojin, enggak usah ganggu saya dan Lea lagi," Bang Chan berkata dengan penuh penekanan. "Saya gak akan ambil Lea, dan biarin dia hidup normal kayak biasanya. Sekolah, pulang ke rumah, dan melakukan apapun yang dia mau. Kecuali berhubungan sama cowok lain, atau berusaha kabur kayak hari ini. Paham?"

Woojin mengepalkan kedua tangannya, dan tanpa sadar menggertakan gigi. Ia merasa benar-benar jadi pengecut, tapi... apa yang bisa dia lakukan? Kakek dan Neneknya yang akan menjadi taruhan. Bang Chan sepertinya tidak akan ada belas kasih, meskipun pada orang tua yang sudah sepuh sekalipun.

"Sekarang saya mau pulang, bawa Lea. Tenang aja, besok dia bakal pulang dengan selamat kok." Tutur Bang Chan.

"Keterlaluan kamu! Kamu gak ada makasih-makasihnya, dulu pernah saya tolong!"

"Saya makasih Tante, saya sangat berterimakasih, makanya mau jagain anak Tante."

"Bang Chan udah, jangan ngelawan Ibu gue terus..." kata Lea sembari memegangi tangan Bang Chan yang ada di lehernya, ia berusaha melepaskan diri dari cengkraman Bang Chan, meskipun Lea tahu usahanya akan sia-sia.

"Gue bakal lepasin lo, tapi yakinin Ibu lo, kalau lo bakal baik-baik aja ikut gue." Bisik Bang Chan.

Lea menganggukan kepalanya sebagai jawaban, ia rasanya sudah hampir mati karena tercekik.

Bang Chan pun akhirnya melepaskan lengannya dari leher Lea, dan membiarkan gadis itu menghampiri Ibunya.

"Bu, biarin aku pergi sekarang sama Bang Chan."

"Kamu gila?!"

Lea gelisah, ia melirik Bang Chan yang balik menatapnya dengan tajam.

"Ba-Bang Chan gak akan apa-apain aku Bu, percaya sama aku."

"Gimana Ibu mau percaya? Kalau ekspresi kamu aja kayak gini?"

Lea menghela napas, sembari memejamkan matanya sejenak. Ia kemudian memegang tangan Ibunya.

"Aku gak papa, besok aku bakal pulang, oke?"

Melihat Putrinya yang tampak semakin gelisah dan kebingungan, membuat Ibu akhirnya terpaksa melepas Lea pada Bang Chan.

"Jangan sentuh Azalea." Ucap Ibu tegas pada Bang Chan.

Bang Chan menarik satu sudut bibirnya. "Tenang aja Tante, enggak kok."

•••

Lea dan Bang Chan tidak ada yang buka suara sama sekali. Hanya sesekali Bang Chan akan meringis, saat Lea sedang membersihkan luka bakarnya, karena sedang mau diganti perban.

"Kalau lo mau kasar sama gue, silahkan, tapi jangan sama Ibu gue." Suasana yang sunyi akhirnya terpecah, karena Lea mulai membuka suara.

"Gue udah pernah bilangkan? Kalau lo macem-macem, keluarga lo yang akan jadi taruhannya, gak terkecuali Ibu."

Lea tanpa sadar meremas kapas yang sedang dipegangnya.

"Lo pengen gue bales perasaan lo kan? Kalau gitu lo harus berperilaku baik dong! Jangan kayak gini!" seru Lea.

"Gak ngaruh!" bentak Bang Chan. "Gak ngaruh, mau gimana pun juga, lo gak akan pernah bales perasaan gue. Bahkan sebelum gue ngebunuh bokap, apa lo akan bales perasaan gue? Alesan pertama, lo mau fokus sekolah, tapi ternyata lo berhubungan sama Woojin. Dan sekarang, gue tau, lo mau pakai alesan takut sama gue, karena gue seorang pembunuh, buat nolak gue. Iyakan?"

"Lo kenapa sih terobsesi banget sama gue hah?! Lo bisa cari perempuan lain!"

Bang Chan menutup mulut Lea dengan cara mencengkram wajah Lea, menggunakan satu tangan. "Jangan teriak di depan muka gue,"

Bang Chan kemudian mendekatkan wajahnya pada Lea, hingga jarak wajahnya dengan Lea hanya sedikit.

"Kita itu takdir. Kenapa sih lo selalu ngelawan gue? Gak capek? Kenapa lo gak jalanin aja takdir ini?"

Lea mendesis. "Apanya yang takdir? Takdir sial, baru iya."

"Nah ini nih. Gue salut sih sama lo, yang selalu ngelawan, meskipun lo sebenernya takut. Tapi apa lo gak ngerasa, lo itu udah buang-buang energi? Apa yang salah dari gue sejak awal? Karena bokap gue berkecimpung di dunia politik, sementara Ayah lo gagal dalam politik, akhirnya lo dan Ibu lo, punya dendam tersendiri kan sama gue? Tapi lo dan Ibu lo, berusaha nutupin itu semua."

"Coba lo pikir. Padahal gue gak tau apa-apa, bahkan gue sama sekali gak peduli sama politik. Tapi lo dan Ibu lo, bisa-bisanya dendam ke gue. Ayah lo bunuh diri karena gagal, juga bukan karena gue. Apa lo pikir gue yang bunuh Ayah lo?"

"Kalau dipikir, kita itu sama kan Lea? Sama-sama... jahat."[]

"[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who is Christopher? | Bang Chan ✅Where stories live. Discover now