09

7.7K 1.5K 135
                                    

"Lo nolak gue selama ini, bukan karena gue kasar. Tapi lo emang punya dendam aja sama gue, karena Ayah lo gagal di politik ngelawan Ayah gue. Apa lo gak ngerasa, tindakan lo itu jahat huh? Gue gak tau apa-apa, dan lo tiba-tiba aja punya dendam tersendiri ke gue." Tutur Bang Chan.

Lea tidak menjawab, dan memilih melanjutkan pekerjaannya mengganti perban luka bakar Bang Chan.

"Makanya gue bilang kenapa kita itu takdir. Karena kita tuh sebenernya sama aja, sama-sama jahat."

•••

Lea melirik Bang Chan yang masih tidur, meskipun matahari sudah naik cukup tinggi.

Lea sendiri sebenarnya bangun agak kesiangan karena semalaman ia kesulitan tidur.

Lea menghela napas. Akhirnya dia memutuskan untuk tetap seperti biasanya dengan Bang Chan, dia tidak mau melibatkan orang lain lagi ke dalam hubungannya dengan Bang Chan, seperti Woojin kemarin.

Lea sudah bertekad untuk meminta maaf pada Woojin, dan menghindarinya, demi keselamatan Woojin sendiri.

Dibanding orang yang berkecimpung di politik, Lea merasa Ayah Bang Chan seperti mafia, berikut Bang Chan sendiri. Yahhh... tapi memang sih, kenyataanya, politik itu kotor. Kadang kala tidak segan menghabisi siapapun yang menghalangi jalannya untuk meraup keuntungan dari politik.

Ayah Lea sendiri, ingin menjadi bagian dari politik, agar ia punya kekuasaan dan keluarganya selalu hidup sejahtera.

Bang Chan pasti belajar dari Ayahnya, untuk menghabisi siapapun yang menghalangi keinginannya. Meskipun keinginan Bang Chan sudah beda lagi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan politik.

Sementara Lea sendiri, dia sebenarnya tidak begitu mengerti, apa lagi peduli dengan dunia politik. Yang dia tahu, politik itu jahat, karena sudah membuat Ayahnya meregang nyawanya sendiri.

"Kau sudah siap mau berangkat sekolah ya?" Lea tersentak, saat tiba-tiba mendengar suara Bang Chan.

Ia menolehan kepalanya ke arah kasur, dan menemukan anak laki-laki itu sudah terbangun. Bang Chan tersenyum tipis, sembari menatap Lea dengan mata sayu khas orang baru bangun tidur.

"Ya, lo liat aja sendiri," ucap Lea.

"Mau gue anter gak?" tanya Bang Chan.

"Gak usah, gue udah hampir telat. Lagian lo kan gak boleh ke sekolah." Kata Lea.

"Ya elah cuman nganterin lo sampe ke depan gerbang aja, masak gak bisa? Lagian kemaren gue tetep bisa masuk sekolah tuh, meskipun gak ikut belajar." Kata Bang Chan.

"Gue heran lo, bokap lo udah mati, dan paling dia cuman ninggalin beberapa persen aja buat lo, tapi lo masih bisa bersikap selayaknya Bos." Kata Lea.

"Bokap gue kan banyak bisnisnya. Dan gue sebagai Putranya yang udah dia perbudak dari kecil, gak mungkin dong gak tau apapun soal bisnisnya."

"Terserah lo lah," ucap Lea. "Oh iya, gue sebenernya mau bikin perjanjian sama lo."

Salah satu alis Bang Chan terangkat.

"Gue mau jadi pacar lo, asal ada syaratnya." Kata Lea.

Raut wajah Bang Chan seketika berubah sumringah, ia beranjak duduk sambil menatap Lea dengan raut wajah yang tidak pernah Lea sebelumnya. Benar-benar cerah. Lea sendiri sampai tercenung melihatnya, apa... sebegitu sukanya Bang Chan padanya?

Padahal pacaran atau tidak, sepertinya hubungan mereka akan sama saja. Mereka terus menempel seperti amplop dan perangko, tidur bersama sudah menjadi hal yang biasa, bahkan mereka sudah sering melakukan skinship di luar batas. Meskipun belum sampai tahap yang lebih intim.

"Apa? Apa syaratnya?" tanya Bang Chan.

"Jangan ganggu Woojin dan keluarganya. Biarin gue temenan sama dia, gue janji gak akan khianatin lo. Kalau gue ngekhianatin lo, l-lo bisa lakuin apapun ke gue."

"Oke." Bang Chan menyetujui persyaratan Lea tanpa pikir panjang.

•••

"Jadi lo sekarang jadian sama Bang Chan?" tanya Woojin.

Ia dan Lea saat ini sedang berjalan di koridor menuju perpustakaan.

"Iya Kak. Gue gak mau, Kakak terikat lagi sama Bang Chan." Balas Lea.

"Sebenernya tanpa lo lakuin itu, gue udah gak akan berurusan lagi sama dia, karena kemaren gue udah bohongin lo. Gue bener-bener minta maaf, karena udah bohongin lo, dan sekarang bikin lo susah." Kata Woojin.

"Gak papa Kak, gue sadar kemaren udah ngerepotin Kakak."

"Tapi lo gak papa pacaran sama dia?"

"Pacaran gak pacaran, sama aja sih Kak."

Woojin diam. Dia sangat ingin bilang, kalau ada apa-apa, hubungi dia. Tapi Woojin tidak mau lagi berurusan lagi dengan Bang Chan.

Sesampainya di perpustakaan, Woojin dan Lea langsung masuk, dan memilih tempat duduk di paling ujung ruangan.

"Kakak kepikiran gak sih kalau Bang Chan itu sebenernya punya sakit mental?" ujar Lea setelah baru beberapa menit ia dan Woojin duduk.

"Udah jelas kepikiran lah." Balas Woojin.

Lea menopang dagunya. "Bang Chan itu masa lalunya emang kelam banget. Gue pertama kali ketemu dia aja, waktu dia habis dipukulin sama Ayahnya. Ah, gak cuman dipukulin, bahunya digores pisau dan pahanya ditusuk."

Woojin tampak terkejut mendengar cerita Lea.

"Terus gimana?" tanya Woojin.

"Dia minta tolong, tapi minta tolongnya, bukan buat nolongin dirinya sendiri. Tapi nolongin Ibunya yang dibunuh Ayahnya sendiri. Akhirnya Ibu gue tolongin, tapi Bang Channya dibawa dulu ke rumah sakit." Balas Lea.

"Denger cerita lo... yah, gue rasa Bang Chan emang punya gangguan jiwa. Di umurnya yang masih muda aja, dia udah punya pikiran yang bener-bener jahat, setara mafia." Kata Woojin.

"Gue... gue jadi kepikiran buat jadi psikolog atau psikiater."[]

Chap 10 udah mulai nyambung ke 'Hacker'

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chap 10 udah mulai nyambung ke 'Hacker'.

Tapi respon cerita ini makin menurun, dr pada chap awal2. Apa kalian kecewa sm cerita ini?

Who is Christopher? | Bang Chan ✅Where stories live. Discover now