MOH- Duabelas

29.4K 1.3K 21
                                    

Saat mengetahui tangisan Raffa, Sanaya dan Rega berlari ke kamar dan menghampiri Raffa yang tengah menangis di kasur. Mereka berdua bersyukur ternyata pemikiran tentang Raffa yang jatuh dari atas kasur tidak terjadi.

Sanaya menggendong Raffa lalu menepuk-nepuk pelan pantat berlapis popok itu agar Raffa berhenti menangis.

Ini bocil licik juga. Rega mendengus dalam hati saat Raffa yang berhenti menangis ketika mendapat perlakuan lembut dari Sanaya, bahkan batita itu kini sudah tersenyum dan sesekali cekikikan.

"Rega buatin susu buat Raffa sana! Daripada kamu cuma nganggur liatin aku." perintah Sanaya kepada Rega.

"Nggak." Dengan malas Rega menyahut lalu disusul merebahkan dirinya ke kasur.

"Yeh malah rebahan..." Cibir Sanaya yang tidak dipedulikan oleh Rega, cowok itu memilih memejamkan matanya dengan kekesalan tertahan karena bocah kecil yang berada dalam gendongan Sanaya.

Dia cemburu.

"Hihihi pa-pa... Eugh.." Sanaya hampir saja merasa jantungnya akan keluar saat tiba-tiba Raffa meronta girang dengan tatapan ke arah Rega dan hampir membuatnya terlepas dari gendongannya.

Rega makin kesal kala bocah kecil itu malah duduk di atas perutnya, tentu saja dengan bantuan Sanaya yang mendudukkan disitu sambil memegangi Raffa.

Rega menatap Raffa malas dan membiarkan anak itu memukul perutnya berulang kali. Dan Sanaya tertawa kecil melihat itu.

"Ngapain ketawa?" tanya Rega kepada Sanaya.

Sanaya berhenti tertawa, "Lucu sih, apalagi liat kamu nggak jadi tidur karena Raffa." Sanaya kembali tertawa.

Rega menyeringai, "Nanti kamu juga bakal aku buat nggak tidur. Tunggu aja."

Seketika tawa Sanaya terhenti dengan matanya yang menatap Rega horor.

- oOo -

Sanaya memperhatikan sekelilingnya dengan serius dengan tangannya yang memegang sebuah kertas tebal berisikan dialog-dialog yang tengah diucapkan oleh adik kelasnya.

"Stop!"

Adik kelasnya yang tengah melafalkan itu berhenti berucap.

"Ani suara kamu kurang keras pas bagian 'utang tetap utang' .Itu kamu harus bener-bener menjiwai peran kamu, nada kamu tuh masih datar." Tegur Sanaya kepada adik kelasnya dengan senyuman.

Sanaya tahu kalau adik kelasnya ini masih butuh bimbingan. Sudah tanggung jawabnya untuk mengajarkan hasil ilmu yang didapatinya dari belajar peran selama dua tahun di ekstranya.

"Perasaan udah kak, emang masih belum keras?" Tanya Ani.

"Kalau menurut aku masih belum An, ini aja kamu masih di dalam ruangan, apalagi besok pas hari H kamu ucapinnya di ruang terbuka yang tentunya akan lebih banyak gangguan. Kamu harus melatih suara kamu terus dan untuk sementara jangan minum es." terang Sanaya panjang lebar.

"Tapi kalau nada ala rentenir narik utangnya udah cocok kan kak? Tapi tinggal ditingkatin lagi suaranya"

Sanaya mengangguk dan tersenyum lebar, "Yups, suka nih sama murid yang kayak gini."

Ani ikut tertawa, "Kan aku fans kakak, jadi aku mau nunjukin ke kakak kalau aku juga bisa kayak kakak."

Sanaya mengacungkan dua jempol kepada Ani, "Aku suka semangat kamu, yaudah mending sekarang kita ke lapangan basket nyusul anak lain."

My Other HappinessWhere stories live. Discover now