MOH- Duapuluh

25.6K 1.1K 56
                                    

Arlos menatap foto-foto hasil penyelidikan anak buahnya mengenai keberadaan Raffa keponakannya. Senyum miring tercetak di bibirnya, "Apa gue juga harus singkirin remaja ini juga? Emm... sepertinya iya, karena dia bisa aja jadi boomerang buat diri gue kedepannya."

Anak buahnya yang sedari tadi berdiri di depan meja kebesaran Arlos ikut tersenyum, "Sepertinya memang harus seperti itu bos, ini demi kelancaran dalam mendapatkan DyaksaCorp."

"Ya, lo bener." Arlos tertawa lebar, dia akan melakukan apapun demi harta. Dia tidak butuh wanita ataupun cinta, dia hanya butuh harta. Karena dengan harta dia bisa mendapatkan apapun.

"Intai terus gadis itu, dan culik ketika ada waktu yang tepat. Dan saat itu kita..." Arlos menggantung kalimatnya sebentar, lalu dia memajukan wajahnya dan refleks anak buahnya itu mendekatkan dirinya, "kita bunuh dia, hahahahaha."

"Laksanakan bos." Anak buahnya segera berlalu untuk melaksanakan tugasnya.

- oOo -

Sanaya memasuki apartemennya ketika jam menunjukkan pukul setengah empat sore. Jantungnya masih terasa berdegup kencang ketika tadi dia berpapasan kembali dengan seorang om om yang pernah bertanya tentang Nanda dan Raffa. Apalagi tadi dia sempat satu ruang di dalam lift bersama om itu.

"Lho adek yang kemaren ya?" Masih terngiang jelas suara om itu yang menanyainya tanda dia masih mengingat Sanaya.

"I-iya om, hehe masih inget aja sama saya." balas Sanaya sedikit gugup, tapi dia tak terlalu menampakkan kegugupannya.

"Anak kecil itu siapa kamu?" Tanya om itu sembari menunjuk Raffa yang tengah tertidur pulas di gendongan Sanaya.

"Ha? O-oh dia? D-dia adik saya Om, hehe." Sanaya merutuk dirinya kenapa bisa dia segugup itu.

Ting

Pintu lift terbuka dan membuat Sanaya bernapas lega karena tak harus lama-lama bersama Om itu. Dia pun segera berpamitan kepada Om itu dan dia sedikit menutupi wajah Raffa yang bersandar di dadanya dengan jilbabnya.

"Kamu kenapa bengong di situ?" Sanaya tersentak kaget dengan kehadiran Rega yang sudah berdiri di depannya.

"Eh? Eng-enggak papa, kamu udah makan sama minum obat?" Sanaya berjalan ke kamar untuk menidurkan Raffa di kasur dan di ikuti Rega dibelakang.

"Belum."

Sanaya yang sudah menidurkan Raffa langsung menoleh cepat ke arah Rega, tangannya berkacak pinggang, "Kenapa belum?"

"Nggak ada kamu, aku jadi males." jawab Rega cuek.

Sanaya mengusap wajah Rega cepat, "Heleh gembel aja terus. Mau makan sama minum obat aja ribet amat." Sanaya berjalan ke almari mengambil celana pendek selutut dan kaos abu-abu berlengan pendek untuk dibawanya ke kamar mandi.

"Gitu amat sih sama suami sendiri." Rega duduk di sebelah Raffa yang tertidur.

"Gitu gimana? Lanjut ntar aja deh, aku mau mandi dulu." Sanaya langsung melenggang ke dalam kamar mandi, sedangkan Rega dia sibuk menganggu tidurnya Raffa sampai Sanaya selesai mandi dan akhirnya dia mendapat omelan dari Sanaya.

"Tadi ibuk telpon aku, mbak kamu mau nikahan ya? Kapan kita kesana? Nanti biar Raffa dititipin ke bunda." tanya Rega memandang Sanaya yang tengah menyisir rambutnya.

My Other HappinessМесто, где живут истории. Откройте их для себя