MOH- Duapuluh Delapan

21.6K 971 63
                                    

Raksi tidak tahu harus membujuk Revi dengan apalagi agar mau makan. Kondisi Revi memburuk setelah kejadian dimana dia dituduh oleh Sanaya juga mendapat olokan karena di anggap 'sahabat yang menusuk sahabatnya sendiri' oleh satu sekolahnya, kecuali kenalannya yang benar-benar mengenal siapa dirinya.

Tapi Revi juga cewek biasa yang bisa sakit hati juga terpikirkan dengan apa yang dia alami hingga dirinya drop sampai tak masuk sekolah. Kepalanya pusing bagai di pukul oleh batu besar, ingin rasanya dia bangun dari rebahannya tapi urung lantaran bumi yang tiba-tiba berputar cepat apabila dia bangun.

"Makan ya? Sedikit aja." Raksi masih tak pantang menawarkan Revi untuk makan. Sedangkan sepupu Revi baru saja pulang karena harus mengurus anaknya yang dia tinggalkan.

"Nggak!" tolak Revi kemudian tangannya meraih bantal di sebelahnya lalu dia tutupkan di wajahnya.

Raksi menghela nafas panjang, tangannya meletakkan mangkuk berisi bubur di atas nakas di dekat ranjang Revi. Dia ikut merasa tertekan dengan apa yang di alami oleh Revi.

Tok tok tok

Raksi melangkah keluar menuju pintu utama untuk melihat siapa yang datang ke kosan Revi. Raksi menatap aneh punggung lelaki yang berdiri di depan pintu.

"Sapa lo?"

Lelaki itu segera menoleh kala mendengar suara Raksi. Sejenak keduanya sama-sama terkejut karena ternyata Raksi mengenal lelaki itu.

"Btw ada urusan apa lo dateng ke kosan Revi, Erlangga?" tanya Raksi setelah dia mengajak Erlangga duduk di kursi depan kosan, dia tak mengajak Angga masuk ke kos demi menghindari fitnah. Tau sendiri kalau di kampung Maduya ini memiliki adatnya sendiri.

"Gue cuma mau nanya-nanya soal akun yang dia gunakan buat nyebar video di info Moresnet. Ini penting banget buat penyelidikan gue." ucap Angga sambil memainkan kunci motornya.

"Tapi masalahnya Revi lagi sakit, emang harus sekarang banget?" Raksi agak tak setuju, dia khawatir dengan kesehatan Revi.

"Ya kalo bisa sekarang kenapa harus nunda-nunda? Gue cuma mau masalah ini cepet kelar. Tapi kalo Revi nya lagi sakit terpaksa deh di un-"

"Se-seka-rang aja." Kedua lelaki itu menoleh, dan Raksi segera mendekati Revi yang tengah berdiri sambil menyender di kusen pintu.

"Lo ngapain keluar? Udah tau lagi sakit gini, masuk ya?" Raksi mencoba memapah Revi tapi cewek itu menolak.

"Please Raksi. Biar semua ini kelar cepet." Raksi pun mengalah, dia membantu Revi duduk di kursi sebelah Erlangga, sedangkan dirinya memilih berdiri.

"Lo beneran nggak papa Rev?" tanya Angga memastikan.

"Jangan ngeremehin gue lemah! Buru, lo butuh informasi apa dari gue?" sahut Revi tajam dan Angga meringis pelan. Tetapi lelaki itu mulai mengeluarkan ponselnya untuk merekam penjelasan Revi.

"Sebelum kejadian gemparnya berita itu, apa ada orang yang sempet minjem hape lo? Karena lo sendiri juga ngelak lo bukan pelaku yang mengunggah video juga foto-foto Sanaya." Dalam hati Angga merasa kagum terhadap dirinya sendiri karena dia sudah seperti seorang reporter saja.

Revi mencoba mengingat, "Setau gue sih nggak ada yang minjem hape gue. Tapi ya, gue tuh nggak pernah buka info Moresnet apalagi sampai jadi narasumber yang mengunggah berita itu. Nggak gue banget, gue aja termasuk siswi paling kudet di sekolah. Kalau nggak percaya lo bisa tanya Reana temen satu ekskul gue di PMR."

"Apakah sebelumnya ada orang yang berkunjung ke rumah lo?" tanya Angga lagi, tapi dia malah mendapat jitakan dari Raksi.

"Paan sih lo!" Angga menatap tajam Raksi.

My Other HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang