MOH- Duapuluh Tiga

20.7K 1.1K 84
                                    

Kedua pasangan muda itu tiba di Kudus, tepatnya rumah Sanaya sekitar pukul setengah lima pagi, perjalanan yang cukup melelahkan. Rega sampai meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat duduk sembari menyetir mobil dengan waktu lama, berbeda dengan Sanaya yang sudah turun dan berlari ke dalam rumah.

Rega geleng-geleng kepala melihat tingkah Sanaya, cewek itu bahkan melupakannya karena saking senangnya pulang ke rumah. Dia pun membuka bagasi mobil dan mulai mengeluarkan buah tangan yang mereka bawa.

" Piye kabarmu, Nang? " Rega terperanjat mendengar suara berat di sebelahnya, lalu dia segera mencium tangan bapak mertuanya.

"Alhamdulillah Pak, aku baik. Bapak sendiri gimana? Sehat kan?" Lelaki berkepala empat itu tersenyum sembari mengangguk menjawab pertanyaan Rega.

"Lha kamu ngapain masih disini? Bukannya masuk, Sanaya aja udah tepar tuh di kamarnya." Raka-ayah Sanaya bertanya dengan logat Jawa yang masih kental meskipun menggunakan bahasa Indonesia.

"Ini Pak, ngeluarin oleh-oleh, kemaren bunda beliin buat bapak sama ibuk." balas Rega yang sudah tidak merasa canggung lagi.

"Lho sopo iki?  Cah e kok ganteng men..." Raka dan Rega menoleh, mendapati dua orang laki-laki yang seumuran dengan Raka atau malah lebih, itu yang ditaksir oleh Rega.

" Mantuku, Kang. Piye? Ganteng to? Hahahaha" Raka tertawa sambil menepuk bahu Rega, sedangkan Rega hanya tersenyum tipis.

" Heh moso? Lha tenan mantumu? Kapan Sanaya rabi¹?"  Tanya salah satu Bapak-bapak itu menyelidik, tetapi Raka terlihat santai sedangkan Rega ketar-ketir takut dikira orang yang tidak baik oleh kedua bapak-bapak ini.

" Iyoo, rabine wes suwi, neng Jakarta. Sok nek ono rejeki luweh, aku tak ngadakno syukuran.²" .Balas Raka.

" Nang, ini Pakdhe Rajib sama Pakdhe Sandi, mereka ini kakaknya ibukmu. Lha, anak perempuannya Pakdhe Rajib yang mau nikah besok pagi." Raka mengenalkan kepada Rega.

"Oalah orang Jakarta asli ya... Kamu nggak ngerusak ponakanku kan? Sampai kamu harus nikahin Sanaya?" Tanya Pakdhe Sandi yang sedari tadi hanya diam. Rega sedikit terhenyak mendengar itu, tetapi dia hanya tersenyum tipis sambil menyalimi tangan kedua lelaki itu.

"Kita bicara di dalem aja, Kang. Kasian mantuku iki, biar istirahat. Nanti tak jelasin gimana bisa dia nikah sama Sanaya." ucap Raka santai, dia tahu kalau menantunya ini merasa tak nyaman dengan pertanyaan itu.

"Yowes, sekalian kita ngadem duduk omahmu," ucap Pakdhe Rajib.

Ke empat lelaki itu memasuki rumah, Rega pun di suruh oleh Raka agar masuk saja ke kamar Sanaya dan memberitahu kalau kamar Sanaya yang pintunya warna mocca.

"Eh Rega, kamu mau istirahat dulu apa sarapan pagi dulu?" Rega langsung menyalimi tangan mertuanya, ibu Sanaya.

"Istirahat aja Bu, badan udah pegel banget hehe. Oh iya, ini oleh-oleh dari Bunda." Rega menyerahkan oleh-oleh itu kepada Susi-ibu Sanaya.

"Walah walah... Malah ngrepotke. Yaudah, kamu langsung aja istirahat, kalo laper itu di dapur udah ibu masakin, ibu mau lanjut bantu-bantu di rumah Pakdhe." Rega mengangguk, lalu membuka pintu kamar Sanaya.

Dia pun masuk kemudian menutup pintu kamar. Perlahan matanya menyusuri sekeliling.  Kamar Sanaya terbilang kecil, mungkin hanya sepertiga kamar Rega yang dirumah. Tetapi meskipun kecil, kamar ini sangat bersih dan rapi, sedangkan sang pemilik kamar sudah ke alam mimpi sambil memeluk guling.

Baru saja Rega ingin melangkah mendekati kasur, pintu diketuk oleh Susi, "Maaf loh ganggu, ibu cuma mau bilang kalo kamu cuci kaki tangan sama mukamu dulu. Biar setan setan yang ngintilin kamu ilang."

My Other HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang