Prolog

8.1K 809 482
                                    


PROLOG

.

Happy Reading

👣👣👣

Orang itu terus mengikutiku. Langkah kakinya beriringan dengan langkah kecilku dalam jarak 5 meter di belakang. Aku tidak memiliki keberanian untuk menengok ke belakang sekadar memergokinya ataupun melihat wajahnya. Yang kulihat selama 1 bulan terakhir hanyalah pantulan tubuhnya yang kena sinar matahari maupun cahaya lampu sepanjang jalan yang terpasang.

Hari ini aku merasakan kehadirannya. Seperti biasa, ia mengikutiku sejak berangkat kuliah hingga pulang dari tempat kerja. Malam yang sunyi. Aku berjalan di jalan setapak menuju tempat indekos. Sial. Tidak ada siapapun yang kujumpai. Bahkan semua pintu rumah sudah tertutup rapat dan beberapa lampu di dalamnya sudah padam yang menandakan penghuni rumah sudah tertidur lelap. Lampu jalan yang menjadi satu satunya penerangan di jalan itu sesekali mati, kemudian hidup lagi dengan cahaya temaram. Aku semakin takut saat mendengar suara hentakan kakinya terdengar nyaring di telingaku, mengisi kesunyian malam di jalan setapak yang kulalui.

Kenapa tidak ada satu orang pun! Pekikku dalam hati.

Aku mempercepat langkah kakiku saat sudut mataku menangkap bayangan orang itu kian mendekat. Aku menduga dia juga mempercepat langkahnya. Aku langsung berlari kencang tanpa menoleh sedikitpun. Pikiranku yang kalang kabut, membuatku tidak berpikir jernih saat memilih jalan. Aku asal berlari, beberapa tikungan sudah kulewati hingga aku lupa sampai mana aku sekarang. Aku belum hafal jalan. Karena aku pendatang baru.

Seseorang, tolong aku!

Aku terengah-engah. Keringat mulai bercucuran bersamaan dengan air mataku yang menetes karena ketakutan. Lututku mulai nyeri, memberi isyarat kepada otak untuk tidak meneruskan pelarian ini. Lariku kian melambat. Aku memutuskan untuk bersembunyi di belakang tong sampah yang ukurannya cukup besar. Aku tak peduli dengan bau tak sedap yang mulai menguasai indra penciumanku karena yang terpenting adalah aku harus bersembunyi dari orang misterius itu.

Tenggorokanku kering seketika. Susah payah aku meneguk salivaku ketika mencoba menenangkan jantungku yang berdetak tak karuan. Sampai disini kah perjalanan hidupku? Ya, mungkin sudah saatnya untuk menyerah. Lagi pula apa gunanya mempertahankan hidup yang menyedihkan ini. Pikirku.

Tuk tuk tuk. Suara sol sepatu yang timbul dari langkah kakinya mulai terdengar jelas. Aku menahan napasku yang membara. Sekuat tenaga aku membekap mulutku dengan kedua tangan, berusaha meredam isak tangisku. Aku melihat dari celah tong sampah. Seorang pria bertubuh jangkung dengan balutan jaket hitam dan topi yang menutupi wajahnya dari cahaya. Aku mengalihkan perhatianku ke ponsel yang kuambil dari saku celana.

110. Polisi, kumohon cepatlah datang dan selamatkan aku.

Sebelum aku menelpon nomor darurat itu, tong sampah yang menjadi tempat persembunyianku tiba-tiba di sibak dan jatuh mengeluarkan isinya.

"Aaaaa!!!!" teriakku nyaring.




.
.
.
.
.














Love,
Arama 🐾

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt