16 - Serpihan 2

1.9K 231 378
                                    


"Mulai sekarang, aku akan menjadi perisai yang menjaga dan melindungimu."

~Revano Archen Gunawan~

__________________________________

👣👣👣

Sejak kedatangannya ke gedung teater milik fakultas Hukum, Vano sudah menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang ada di sana lantaran jaket yang ia kenakan. Jaket berwarna merah tua itu bisa dikatakan merupakan identitas anak Teknik. Hal itu diperjelas dengan tulisan 'FAKULTAS TEKNIK' pada bagian belakang jaket, sehingga tak ayal jika Vano dianggap sebagai penyusup yang berada ditengah-tengah mahasiswa fakultas Hukum.

Mahasiswa teknik itu tak mempermasalahkan pandangan orang-orang terhadapnya. Tapi, satu hal yang membuatnya risih adalah tatapan Zaidan. Pandangan si preman kampus itu tak bisa lepas dari gerak-gerik Vano. Rupanya, dia masih menaruh curiga, meskipun Vano sudah menjelaskan secara rinci bahwa ia bukanlah stalker yang mengikuti Ruwi malam itu.

"Ruwi, kamu bisa usir 'cowok itu' gak sih?" ujar Vano pada Ruwi yang berdiri ditengah, berperan sebagai pagar untuk memisahkan kedua cowok itu.

Ruwi menghela napas untuk kesekian kali. "Zaidan gak bisa diusir karena dia ada latihan di sini. Yang harusnya pergi itu lo. Lo 'kan bukan dari fakultas ini."

Zaidan langsung memamerkan senyum penuh kemenangan saat Ruwi berada dipihaknya. "Yang harusnya pergi itu lo!" Zaidan menunjuk muka Vano saat meniru perkataan Ruwi itu.

Vano yang kesal langsung maju selangkah dan melayangkan kepalan tangannya hendak menjotos pipi Zaidan. Ruwi yang cekatan pun langsung menggagalkan hal itu dengan mendorong pelan tubuh Vano.

"Gue masih curiga sama lo, ya!" ujar Zaidan penuh penekanan.

"Aelah, gue udah jelasin berkali-kali kalo gue bukan stalker! Nih mulut sampe berdarah-darah jelasinnya, masih aja gak percaya! Mau lo apa sih?!" sahut Vano.

"Gue mau lo ngaku kalo lo itu stalker!"

Vano mendengus kesal. Tangannya sudah gatal ingin meninju cowok yang berdiri sekitar 1 meter darinya itu. "Lah, emang bukan gue pelakunya! Kok lo maksa gue buat ngaku jadi stalker, sih! Dasar idiot!"

Vano berkacak pinggang sebelum melanjutkan. "Lo anak Hukum pasti tau istilah alibi kan?! Nah, profesor Husein Gunawan, dekan fakultas Hukum alias bokap gue, dia adalah alibi yang gue punya. Beliau bisa bersaksi kalo gue bersama dia pas malam kejadian!" Sekali lagi Vano menjelaskan tentang alibi yang dia punya.

"No photo, Hoaks!"

Vano melongo saat mendengarnya. Kini, kesabaran Vano sudah diambang batas. Ia pun dengan mudah merenggangkan otot jari-jarinya, bersiap meninju muka songong Zaidan.

"Kayaknya masalah ini cuma bisa diselesaikan dengan kekerasan." gumam Vano.

"Mau patah kaki apa patah tangan? Mau kulit kepala dijahit apa mukanya diperban kayak mumi?" tawar Vano pada Zaidan yang juga terlihat melemaskan otot-ototnya.

Zaidan menyeringai. "Kalo gitu gue cuma kasih lo satu kepastian. Gue bakal kasih lo tiket jalur express menuju neraka." balasnya.

Ruwi yang sedari tadi bertindak sebagai penonton dalam perdebatan itu kembali geleng-geleng kepala. Malas dan tidak memiliki tenaga untuk melerai, ia pun memutuskan beranjak meninggalkan mereka. Namun nahas, lagi-lagi kedua cowok itu mengikuti langkah kakinya.

Vano berjalan mengikuti Ruwi karena tak ingin berjauhan dengan gadis itu. Sedangkan, Zaidan berusaha melindungi Ruwi dari Vano yang masih ia anggap sebagai pelaku stalker.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now