42.a - Hari Yang Dinantikan

731 104 144
                                    

👣👣👣

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

👣👣👣

"Ruwi tidak mau sendirian, Ruwi takut gelap. Ruwi ingin pulang aja, Yah." Sedari tadi Ruwi kecil terus merengek. Ia benar-benar ketakutan saat hendak memasuki bukit yang penuh dengan pepohonan rindang.

Lingga tersenyum hangat. Sejurus kemudian dia mengambil posisi jongkok untuk menyejajarkan pandangannya pada sang putri kecil. "Ruwi tidak usah takut, ada Ayah di sini yang akan melindungi Ruwi."

"Siapa yang akan melindungi Ayah kalau Ayah melindungi Ruwi?" tanya Ruwi dengan polosnya.

"Ayah bisa melindungi Ayah sendiri, Ruwi gak usah khawatir, ya." Lingga menyelipkan beberapa helai rambut lembut Ruwi ke belakang telinga, lalu mengelus-elus pipinya.

Tiba-tiba Ruwi memeluk tubuh ayahnya begitu erat. Dia tak ingin segera melepasnya. Sedangkan, Lingga sudah tahu cara menyikapi tingkah manja putrinya itu. Dia melingkarkan tangan kekarnya pada tubuh mungil Ruwi dengan penuh kelembutan. Pemandangan kasih sayang seorang ayah pada anaknya terlihat jelas di sana. Namun, hal itu tak berlangsung lama.

Tangan kanan Lingga mulai bergerak menuju samping, mengambil sesuatu yang dia sembunyikan dari balik jaket kulitnya. Diam-diam dia mengeluarkan sebuah pistol lalu mengarahkannya ke belakang kepala Ruwi.

"Sekarang Ruwi tidur saja, ya. Ayah akan langsung menidurkan Ruwi, tidak akan sakit, kok," lirih Lingga sembari mendekatkan moncong pistol.

Lingga merasa itu adalah kesempatan terbaik untuk melakukannya. Dirinya tinggal menarik pelatuk maka peluru di dalam pistol akan langsung berpindah sarang, melubangi kepala seorang anak kecil yang tak lain merupakan putrinya sendiri.

"Ruwi sayang Ayah," lirih Ruwi tepat di telinga ayahnya. Dapat dirasakan sebuah ketulusan yang berasal dari hati murni seorang anak kecil.

"Ruwi percaya Ayah bisa melindungi Ruwi. Karena itulah Ruwi sayang banget sama Ayah," lanjutnya.

Fokus Lingga menjadi pecah. Dia merasa kesulitan hanya untuk menggerakkan jari telunjuknya. Tersisa satu langkah lagi yang perlu dia lakukan dan masalah yang dia hadapi akan selesai. Jika dipikir semudah itu, tapi mengapa rasanya sangat sulit untuk melakukannya? Nyatanya, kalimat yang diucapkan putri kecilnya barusan sudah seperti bom yang berhasil menghancurkan tembok pertahanan Lingga. Niatnya untuk membunuh Ruwi seketika hilang.

"Ayah menangis?" Ruwi segera melepas pelukan ketika mendengar suara isak tangis pelan dari ayahnya.

Pandangan Ruwi beralih menatap pistol yang baru saja dilepaskan Lingga ke tanah. Sepertinya Ruwi sudah tahu fungsi benda itu, karena itulah dia mengambil langkah mundur perlahan.

"Kenapa Ayah membawa benda itu? Ruwi pernah melihat di TV kalau benda itu bisa membunuh manusia. Benda itu berbahaya, Yah," ucap Ruwi takut.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now