V | 4/4 | yes

1.7K 270 65
                                    

Aku tidak pernah menikmati angin malam di pegunungan hingga hari ini. Dingin memang, tapi menyegarkan dan tentu saja lebih baik daripada berebut kasur dengan Jungkook. Jangan tanya kenapa, nasibku kurang baik hari ini-mendapatkan musuh terbesarku menjadi teman sekasurku dari permainan console.

Waktu sudah menunjukan pukul tengah malam, semua orang sudah terlelap. Tidak ada lagi suara riuh dari Dean yang memainkan gitarnya asal, tidak ada lagi suara Seungwan yang mengatur sana sini, tidak ada lagi suara histeris Namjoon yang kaget melihat ulat. Sekarang semuanya tenang.

Meninggalkan aku sendiri terduduk di rerumputan sambil memeluk kedua kakiku yang masih terbalut celana bahan tipis bergambar Hello Kitty yang berhasil membuatku jadi bahan tertawaan.

Aku lupa bawa celana cadangan, by the way. Makanya aku terpaksa harus memakai celana Hello Kitty ini. Jangan hujat aku.

Mataku jatuh pada lampu lampu kota yang sama bersinarnya dengan bintang di langit sana. Dari pegunungan ini, aku dapat melihat cahaya dari lampu dari gedung yang masih beroperasi di tengah malam seperti ini. Ada juga lampu lampu yang ku tebak berasal dari kendaraan yang bergerak kesana kemari menyusuri jalanan. Mirip bintang jatuh.

Omong omong dengan bintang jatuh, aku mengangkat kepalaku. Menatap hamburan kristal di langit gelap yang pastinya tidak bisa ku temukan di langit Seoul.

"Johnny pasti menyesal tidak ikut kalau mengetahui pemandangan disini," senyum tipis terkulas di bibirku.

Tiba tiba saja aku merindukan pria jangkung over positive itu. Aku tidak punya teman disini. Orang sepertiku-yang lacks of socializing and boost awkward energy, terlebih setelah berita penolakan itu, membuatku semakin sulit berinteraksi dengan orang orang di sekitarku.

Yah, padahal dulu tidak seperti ini.

Salahkan saja aku yang masih dalam fase galau ditolak Joohyun yang membuatku jadi seperti ini.

Bicara tentang Joohyun, dia pasti sangat lelah hari ini. Sepenglihatan ku, dia terus mondar mandir menyelesaikan tugasnya. Beberapa kali aku tangkap ia sibuk dengan laptopnya, sampai hampir melewati jam makan siang. Kata Seungwan, dia sedang menyelesaikan skripsi, tapi masih sempat sempatnya ikut kegiatan seperti ini. Katanya sih refreshing, tapi kerja lembur tetap jalan.

"skripsi ya," aku bergumam. Jadi ini tahun terakhirnya?

Bibirku tersenyum kecut. "jadi, habis ini tidak bisa bertemunya lagi."

Aku menghela nafas berat. "untuk apa bertemu, dia ingat aku saja tidak."

Sibuk menatap hamburan bintang, ujung mataku menangkap suatu bercahaya dan bergerak di langit sana.

"tunggu, itu UFO?" tubuhku terperanjat. "jangan bilang Area 51 pindah ke Korea, begitu?"

"atau bintang jatuh?" lanjutku lebih realistis.

Mataku masih mengikuti arah gerak benda bercahaya yang masih ku pertanyakan apa bendanya itu. UFO? Well, sebenarnya aku percaya keberadaan alien dan mahluk antariksa lainnya. Thanks to Valerian yang berhasil mengubah cara pandangku tentang dunia sana-karena Sci-fi movie adalah realita yang tertunda.

Sedangkan bintang jatuh? Ah, aku tidak banyak membaca buku sains saat sekolah dulu. Aku tidak tahu apapun soal itu dan internet tidak terjangkau disini, aku tidak bisa mencari lebih jauh tentang peristiwa alamiah yang asing bagiku.

"well, anggap saja itu bintang jatuh."

Bukankah saat bintang jatuh kita harus mengaharapkan sesuatu?

VIEWWhere stories live. Discover now