EGO

2.3K 252 60
                                    

Saat itu Taehyung tengah menjalani pekerjaan barunya sebagai penjaga perpustakaan nasional di kota tempat ia tinggal. Cukup sulit baginya mendapatkan pekerjaan yang layak mengingat kemampuan finansialnya yang tidak cukup untuk mengantarkan ke bangku kuliah. Maka dari itu, menjadi seorang pustakawan sudah lebih dari cukup baginya saat ini.

Taehyung menyukai buku. Ia menyukai suara gesekan kertas buku yang tersikap. Ia menyukai aroma sela-sela buku yang selalu menyeruak ketika ia menenggelamkan kepalanya di antara halaman. Ia menyukai ketika ujung jarinya tergores kecil ketika menyikap buku. Bagi Taehyung, semua yang ada pada buku—membuatnya jatuh kepalang tanpa perlu memedulikan dunia.

Sebagai seorang perpustakawan, membaca sebagian besar dari buku yang dikoleksi bagai sebuah kewajiban berujung nirwana bagi Taehyung. Tidak hanya dua, bahkan lima buku dapat ia selesaikan seharian jika keadaan perpustakaan tengah lenggang dari pengunjung.

Masih tercetak jelas diingatannya ketika Moon Taeil, eksekutif yang bertanggung jawab atas perpustakaan tempat ia bekerja, mengatakan bahwa seorang perpustakawan harus memiliki wawasan seluas semesta sedalam palung. Mengetahui sebagian besar dari buku-buku yang dikoleksi di sini, merupakan sebuah kewajiban yang terdengar cukup memberatkan namun bagaikan fantasi bagi seorang Kim Taehyung.

Ya, Taehyung menyukai perpustakaan juga seisinya.

Menyukai buku-buku berhalaman tebal, menyembunyikan debu kristal di sela-sela pengerat, juga pengunjung yang datang setiap selasa petang dengan harum sakura yang memabukan.

Oh maafkan aku Tuhan, maafkan aku Eksekutif Moon, maafkan aku wanita yang kucintai.

Menurut sebuah buku sastra tua yang pernah Taehyung baca di gudang kala jam istirahat menyapa, cinta datang dengan begitu egois hingga membuat hati manusia hilang arah dan memusatkan semesta pada orang yang dicintai dengan begitu malangnya.

Taehyung mengenal wanita itu dengan baik. Bae Joohyun, itulah nama yang dimiliki oleh pemegang semestanya. Seorang wanita yang mengenyam pendidikan di universitas swasta yang cukup terpandang, dengan sematan mahasiswi luar biasa yang berhasil membawa pulang piala olimpiade dari negara tetangga.

Tidak lagi asing bagi Taehyung kala pualam hitamnya menangkap wanita itu tenggelam dengan buku-buku tebal yang selalu dijauhi oleh pengunjung. Tidak lagi aneh bagi Taehyung, ketika mendapati wanita bertubuh mungil itu berdiri di depan meja kerjanya dengan setumpuk buku yang siap ia pinjam untuk beberapa hari ke depan.

Dia wanita yang cantik juga pintar. Mengerjakan semua tugas-tugasnya di kala senggang, kemudian mengambil sebuah buku non-fiksi untuk ia jelajahi sebagai bentuk apresiasi atas kerja kerasnya. Menyusun list pengeluaran bulanannya di tengah tumpukan buku, kemudian bergegas menuju kedai daging pinggir jalan tempat keluarga asuhnya tinggal.

Taehyung sangat terpukau akan seorang Bae Joohyun. Dan begitu pula setiap orang, ia pikir.

Hingga suatu ketika, sisi egois pada dirinya muncul tanpa diminta.

Kala itu Taehyung menyusun kembali buku-buku yang telah dikembalikan ke dalam lemari-lemari menjulang di dalam perpustakaan. Lemari 11A 34-46, seksi filsafat. Taehyung masih ingat jelas saat itu.

Keadaan perpustakaan yang lenggang dengan hembusan pendingin ruangan yang menusuk kulit di bawah sweater abu miliknya, juga sepasang netra yang ia tangkap bersembunyi di balik buku.

Bukan, ini bukanlah kisah horor di mana ia menemukan hantu penunggu perpustakaan yang cukup terkenal di telinga mahasiswa. Karena Taehyung yakin pasti, tidak ada hantu yang memiliki netra secantik dan sejernih itu.

Melalui sela buku yang meninggalkan jarak, Taehyung menemukannya manik mata yang jauh lebih indah dari berlian. Begitu lembut kala menangkap balik kehadirannya, memancarkan kebenaran bagai bola kristal.

VIEWWhere stories live. Discover now