Prolog

29.6K 3.2K 626
                                    

Mulut perempuan muda itu berkomat-kamit sembari menadahkan tangannya, hasil ujiannya baru saja keluar. Jika ingin masuk universitas mau tidak mau Jami' begitu ia sering dipanggil, harus meningkatkan nilai mata pelajarannya.

Cukup sudah ulangan harian kemarin ia cuma dapat angka 5 di matematika.

Teman sebangkunyapun meledek.

"Jami', Jami' malu Jerome Polin elo jadi suscribernya liat nilai matematika lo. Ck, ck." Jangankan Jerome Polin, Jami' saja malu dengan dirinya sendiri.

Jami' sejak tadi tidak ingin membuka hasil ujiannya, ia terus uring-uringan di halte kecil yang tidak jauh dari sekolahnya.

"Ya Allah, ya Rabbi, Ya Rahman, Ya karim. Kalau kalau nilai Jami' naik, bisa daftar SNMPTN, terus lulus di PTN, pertama-tama Jami' janji akan puasa tiga hari."

Pemuda sebelah Jami' menahan tawanya melihat perempuan itu seperti akan menyongok Tuhannya.

"Terus Jami' janji sholatnya gak bakal bolong-bolong lagi, terus Jami' akan pakai jilbab, menutup aurat. Jami' juga bakal selalu nurut kata Ibu, tapi please Jami harus lulus masuk PTN, masuk Jurnalistik, Jami' pengen kayak mba Najwa Shihab ya Allah."

"Pfffth,"

Jami' berpaling mendengar suara tertawa yang ditahan setengah mati itu. Pemuda di sebelah Jami' mencoba menelan tawanya namun gagal, meskipun Nurul Jami begitu papan nama yang menempel di seragam Jami menatapnya tajam.

"Kenapa lo ketawa? Ngetawain gue?"

Pemuda itu mengangguk.

"Ih, situ hore? Kita kenal?" Jami memutar bola mata matanya malas lalu melanjutkan doanya. "Ya Allah, maaf kepotong. Ada yang ngetawain tadi."

"Lo anak IPS1 kan?"

Jami' mendesah malas.

"Ya Allah, diintrupsi lagi. Bentar ya," Jami' kembali melotot.

"Iya kenapa? Kenal lo sama gue? Ngefans lo? Sorry ya gue gak minat pacaran, mau fokus masuk PTN."

Jami' mengatakannya tanpa spasi, tanpa beban, dengan nada mengesalkan sehingga lawan bicara Jami' ingin menjitak kepalanya.

"Idih PD banget. Gue cuma mau bilang, dari pada elo doa di Halte mending masuk masjid sana, pake mukena, terus solat, doa deh. Lagian elo gak kayak doa, kayak nawarin sogokan sama Tuhan."

Jami' berkacak pinggang lalu bangkit.

"He! Ini belom magrib, baru selesai asar. Solat apa gue jam lima sore?"

Pemuda itu hanya menggedikkan bahunya. Mana ia tahu?

"Aturan tawaran sogokan elo tadi, elo jalanin dulu baru minta doa. Puasa dulu, solat yang rajin dulu, tutup aurat dulu, biar dinotice, kalau kayak elo tadi, males duluan tau Tuhan liat elo." Pemuda itu merapikan ranselnya karena ojek online pesanannya sudah sampai.

"Sok tahu lo!"

"Dibilangin nyolot. Dasar anak IPS!"

"Heh? Jangan bawa-bawa jurusan lo! Gak tahu lo temen gue preman IPS semua," Pemuda yang sudah memasang helmnya itu tertawa keras.

"Uh, atut." Ledeknya.

"Ya udah, elo sama temen-temen lo cari gue aja di sekolah. Gue," Ia membuka jaket dan memperlihatkan papan nama yang disebelahnya tergantung liotin salib. "Immanuel."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
IMMANUEL & JAMIWhere stories live. Discover now