Malam itu bersama Tia

4.7K 1.1K 179
                                    

Nurul Jami' itu perempuan mandiri, namun ia tidak pernah menolak jika mau diantar pulang Immanuel, setidaknya dari padatnya kegiatan kampus, perjalanan pulang berdua seperti kencan singkat yang mengisi energi yang hampir habis.

Baru kali ini Jami' tidak mau diantar pulang, dan baru kali ini Immanuel merasa didorong jauh dari hubungan yang bahkan sudah hampir tiga tahun mereka jalani.

"Elo yakin pulang bareng gue?" Ragu Arjun melihat Immanuel tertunduk lesu di belakang mereka, sepertinya pembicaraan kedua insan itu alot tanpa jalan keluar.

"Iya, anterin gue yah Jun? Kalau elo ga bisa pesanin gue ojek online deh, hp gue lowbat."

Arjun menggeleng.

"Udah malem, gue anterin aja."

"Ya udah, yuk."

Jami' sempat mencuri pandang melihat Immanuel Winaga yang tidak beranjak dari tempatnya, matanya sayu menatap gadis yang sukainya naik ke jok motor pemuda lain sementara ia masih menanti harap Jami' menarik perkataannya tadi.

"Kita gak punya masa depan Immanuel."

Benarkah?

Bagaimana bisa Jami' tahu sementara El masih memperjuangkannya, masih memimpikannya?

Kenapa Jami' selalu menyerah saat Immanuel berjuang?

Kata orang menangis itu manusiawi, lelakipun boleh menangis, Immanuel ingin sekali mengeluarkannya, namun tangis sesak itu tertahan di dadanya dan tidak bisa keluar hingga makin sakit rasanya.

"Jami' kayaknya cowok lo ngikutin deh."

Jami' berbalik dan benar saja El mengikutinya, bahkan hingga masuk ke komplek rumah Jami', namun segera putar arah begitu melihat Jami' sudah sampai dengan selamat di depan rumahnya.

Pemuda itu selalu begitu, selalu memperlihatkan perhatian besar meski mereka sedang saling marah.

"Makasih ya Jun. Hati-hati di jalan."

Jami' mengucap selamat tinggal pada Arjun namun matanya masih menatap punggung El yang semakin menjauh.

🐳🐳🐳

Harusnya hari ini Immanuel menjelaskan apa yang terjadi antara ia dengan Tia, mari mulai saat malam imlek.

Setelah selesai makan malam Tia pamit untuk menunggu ojek online pesanannya, namun karena desakan orang tua Immanuel diminta mengantarnya. Elpun tidak keberatan, sekalian menjauh sejenak dari tekanan keluarga besarnya.

"Inikan malam Imlek, elo ngumpul sama keluarga harusnya elo banyak senyum." Atiah memecah keheningan antara ia dan Immanuel di dalam mobil, El yang mendengarnya langsung menarik senyum.

"Lihat siapa yang bilang suruh gue senyum? Orang yang paling jarang senyum di himpunan." Singgungnya.

Tia bukannya tidak mau senyum, hanya saja senyumpun harus ada alasannya, kalau senyum sendiri bisa-bisa ia dianggap Indigo atau gila.

"Gue makasih banget dia ajak ngumpul keluarga elo, gue kangen banget sama bokap nyokap gue soalnya. Terus Cici, calon ipar elo ramah, ngerekomndasiin kosan. Besok gue disuruh cek sana, aduh baik banget sih." Tak henti-henti Tia memuji keluarga Immanuel Winaga.

"Harusnya Jami' dateng malam ini, bareng mereka, makan, ngobrol, becanda bareng mereka,"

El tiba-tiba tersenyum getir hingga membuat Tia tak enak hati, seperti gadis itu merebut posisi Jami' saja.

IMMANUEL & JAMIWhere stories live. Discover now