Bulu mata Jami'

7K 1.6K 209
                                    

Jami' tidak pernah membayangkan semua ini terjadi dalam hidupnya yang awalnya datar-datar saja.

Ya Nurul Jami' hanya gadis SMA yang sangat biasa saja, tapi setelah bertemu Immanuel rasanya indah, Immanuel selalu bisa membuat Jami' tertawa bahagia, tersenyum malu, kesal hingga mengejarnya, khawatir saat tidak dikabari dalam sehari.

Belum jadian tapi rasanya Jami' dan Immanuel akan jadi bibit bucin satu sama lain.

"Ayah mana Bu?"

"Biasa, ngumpul sama teman-teman mobil Jeepnya," Jawaban sang Ibu membuat Jami' mantap, ia mendekat ke arah dapur membantu Ibunya memasak, entah memotongkan wortel atau daun bawang.

"Bu, Jami' bulan lalu ketemu bang Jusuf."

Ibu Jami' seketika menghentikan kegiatannya, ditariknya tangan anak bungsunya itu ke dalam kamar, seolah sangat takut ada yang mendengar informasi yang keluar dari mulut Jami' itu.

"Dimana? Kok kamu baru bilang Ibu? Bagaimana kabar abang kamu? Hem?" Tanyanya bertubi-tubi hingga Jami'pun bingung mau menjawab yang mana dulu.

"Ibu tenang dulu. Makanya Jami' baru cerita, nunggu moment Ayah gak di rumah dulu," Jami' mengenggam tangan Ibunya, wajah wanita paruh baya itu sudah merah menahan air mata.

"Abang baik-baik aja bu, Alhamdulillah sehat. Sekarang buka cofeeshop kecil-kecilan dimodalin mertuanya, kalau udah ada uang katanya mau lanjut kuliah lagi."

Ibu Jami' sudah menghapus air matanya yang mengalir, sungguh ia rindu pada Jusuf, ikatan ibu dan anak pertamanya memang kuat, ia yang jadi pertama dalam segalanya.

Mau sedewasa apapun anak pertama bagi ibunya tetap bayi kecil rapuh yang tidak siap berhadapan dengan dunia, seberani apapun anak pertama Ibu akan selalu ingin jadi perisainya agar tidak terluka.

Begitu juga ia dengan Jusuf, meski sudah dewasa dan memilih jalannya sendiri, walau bagi sang Ibu jalan itu tidak benar, ia selalu ingin melindungi Jusuf kecilnya.

"Terus, bentar lagi abang bakal jadi Ayah bu,"

"Istrinya hamil?"

Jami' mengangguk.

"Udah jalan lima bulan pas Jami' ketemu. Bu, kira-kira Ayah bakal nerima Bang Jusuf sama Mba Mawar kalau bawa cucu gak ya ke rumah?"

❣️❣️❣️

Malang sore itu sudah sejuk, banyak orang yang keluar sekedar berjalan-jalan atau bahkan jogging seperti yang Jami', Immanuel dan Hanif lakukan.

Kenapa harus ada Hanif? Sebenarnya yang mau olahraga cuma Hanif, takut kesepian ia mengajak Immanuel, lalu karena Immanuel kangen Jami' jadilah gadis itu juga ikut.

"Yakin elo daftar akpol pas lulus?"

Pertanyaan Jami' dibalas anggukan yakin Hanif.

"Iya, mau jadi polisi kayak bapak gue, lagian otak gue pas-pasan buat kuliah, entar gue sok mau kuliah ujung-ujungnya nganggur. Ya yang jelas-jelas ajalah jadi Polisi apa tentara, terserah deh lulus yang mana entar."

El menepuk pundak sahabatnya itu bangga.

"Elo pasti bisa Nif, badan lo bagus soalnya."

Hanif mengedipkan matanya jahil lalu membelai dada Immanuel yang basah sehabis berolahraga.

"Makasih loh kakak El, seneng deh." Ucap Haif dengan suara yang disengau-sengaukan hingga El bergidik seketika, sementara Jami' sudah terbahak bukan main.

"Anjir woy gue merinding Nif!"

"Eh kakak El, jangan lari dong, tungguin Hanifah." Hanif membuat tangannya lemas dan melambai lalu berlari menyusul El yang geli setengah mati dengan candaannya.

IMMANUEL & JAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang